Selasa, 16 November 2010

Pengaruh kebudayaan dalam pemasaran dan konsep status beserta kelas social dalam kegiatan konsumsi para konsumen.

TUGAS SOFTSKILL MENGENAI PENGARUH KEBUDAYAAN DALAM PEMASARAN DAN KONSEP STATUS BESERTA KELAS SOSIAL DALAM KEGIATAN KONSUMSI PARA KONSUMEN.
NAMA : Dimas Yuliando




NPM :10208383




KELAS :3EA10




MATERI :Prilaku Konsumen




JUDUL : Pengaruh kebudayaan dalam pemasaran dan konsep status beserta kelas social dalam kegiatan konsumsi para konsumen.











UNIVERSITAS GUNADARMA
KALIMALANG 2010/2011




PENULISAN ILMIAH MENGENAI SISTEMATIKA PERILAKU KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN

• Latar belakang masalah

• Rumusan masalah

• Tujuan penelitian

• Kegunaan penelitian

• Sistematika pembahasan



BAB II LANDASAN TEORI

• Isi dan pembahasan


BAB III METODELOGI PENELIAN

• Jenis dan sumber data

• Metode pengumpulan data

• Teknik analisa


BAB IV HASIL PEMBASAN PENELITIAAN

• Pembahasan
BAB V.PENUTUP
• Kesimpulan
• Daftar pustaka







I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah
Pada dasarnya kebudayaan memiliki peran penting dalam wilayah pemasaran karena secara tidak langsung terdapat etika bisnis didalamnya yang akan membentuk pola interaksi konsumsi dan pemasaran yang akan dilakukan oleh para konsumen dan produsen.
Pola perkembangan budaya yang bergerak sinergis secara tidak langsung dalam lingkungan pemasaran yang terus berkembang memerlukan pola moralitas bagi para pelakunya agar tidak terdapat berbagai kecurangan yang akan menimbulkan berbagai kerugian bagi pihak lainnya.untuk itu diperlukan enam tahap perkembangan moralitas dan etika prilaku produsen dan konsumen agar tidak saling menghancurkan yakni :
1) Level satu : Tahap Prakonvensional
Tahap satu : Orientasi Hukuman dan Ketaatan
Tahap dua : Orientasi Instrumen dan Relativitas

2) Level dua : Tahap Konvensional
Tahap Tiga : Orientasi pada Kesesuaian Interpersonal
Tahap Empat : Orientasi pada Hukum dan Keteraturan

3) Level tiga : Tahap Postkonvensional, Otonom, atau Berprinsip
Tahap Lima : Orientasi pada Kontrak Sosial
Tahap Enam : Orientasi pada Prinsip Etika yang Universal
Dalam perkembangannya Dalam lingkungan masyarakat kita melihat bahwa ada pembeda-bedaan yang berlaku dan diterima secara luas oleh masyarakat. Di sekitar kita ada orang yang menempati jabatan tinggi seperti gubernur dan wali kota dan jabatan rendah seperti camat dan lurah. Di sekolah ada kepala sekolah dan ada staf sekolah. Di rt atau rw kita ada orang kaya, orang biasa saja dan ada orang miskin.
Perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja, namun juga terjadi akibat perbedaan ciri fisik, keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras, suku, agama, pendidikan, jenis kelamin, usia atau umur, kemampuan, tinggi badan, cakep jelek, dan lain sebagainya juga membedakan manusia yang satu dengan yang lain.
Beragamnya orang yang ada di suatu lingkungan akan memunculkan stratifikasi sosial yang nantinya berkembang menjadi pembeda dalam tahapan konsumsi oleh para konsumen dari pola pendapatan yang berbeda dari masing masing individu.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belang permasalahan yang ada, maka dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut :

A.Apa makna stratifikasi social ?

B.Apakah makna status social ?

C.Apa makna difrensiasi social ?

D.Bagaimana perkembangan pemasaran dalam dasar perkembangan budaya yang ada ?

E.Apakah dampak perkembangan budaya terhadap prilaku konsumsi dan strata yang terangkum didalmnya ?

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang ingin dicapai pada studi ini adalah :

A. Mengetahui dasar perkembangan budaya yang berjalan serempak dalam
perkembangan pemasaran.

B.Mengetahui berbagai makna strata,stratifikasi,difrensiasi,dan pemasaran secara umum
dalam konsep sumberdaya yang terangkum luas.


1.4 Kegunaan penelitian

A.Menambah pemahaman dasar mengenai perkembangan budaya yang berjalan
serempak dalam perkembangan pemasaran?

B.Menambah pemahaman mengenai makna strata,stratifikasi,difrensiasi,dan pemasaran
secara umum dalam konsep sumberdaya yang terangkum luas ?










II. LANDASAN TEORI

2.1 Sistematika pembahsan.
Arti Definisi / Pengertian Status Sosial :
Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya (menurut Ralph Linton). Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah.
Arti Definisi / Pengertian Kelas Sosial :
Kelas sosial adalah stratifikasi sosial menurut ekonomi (menurut Barger). Ekonomi dalam hal ini cukup luas yaitu meliputi juga sisi pendidikan dan pekerjaan karena pendidikan dan pekerjaan seseorang pada zaman sekarang sangat mempengaruhi kekayaan / perekonomian individu.
Arti Definisi / Pengertian Stratifikasi Sosial :
Stratifikasi sosial adalah pengkelasan / penggolongan / pembagian masyarakat secara vertikal atau atas bawah. Contohnya seperti struktur organisasi perusahaan di mana direktur berada pada strata / tingkatan yang jauh lebih tinggi daripada struktur mandor atau supervisor di perusahaan tersebut.
Arti Definisi / Pengertian Diferensiasi Sosial :
Diferensiasi sosial adalah pengkelasan / penggolongan / pembagian masyarakat secara horisontal atau sejajar. Contohnya seperti pembedaan agama di mana orang yang beragama islam tingkatannya sama dengan pemeluk agama lain seperti agama konghucu, budha, hindu, katolik dan kristen protestan.
A. Perilaku Konsumen

1. Pengertian Perilaku Konsumen

Semakin majunya perekonomian dan teknologi, berkembang pula

Yang harus strategi pemasaran. Untuk itu perusahaan perlu memahami atau mempelajari

perilaku konsumen dalam hubungannya dengan pembelian yang dilakukan

oleh konsumen tersebut. Dalam menentukan jenis produk atau jasa,

konsumen selalu mempertimbangkan tentang produk atau jasa apa yang

dibutuhkan, hal ini dikenal dengan perilaku konsumen.

Dijalankan perusahaan, khususnya dibidang

Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah kegiatan-kegiatan

individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan

mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa tersebut didalamnya proses

pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan

tersebut (Dharmmesta dan Handoko, 2000 : 10).

Hubungannya dengan keputusan pembelian suatu produk atau

jasa, pemahaman mengenai perilaku konsumen meliputi jawaban atas

pertanyaan seperti apa (what) yang dibeli, dimana membeli (where),

bagaimana kebiasaan (how often) membeli dan dalam keadaan apa (under

what condition) barang-barang dan jasa-jasa dibeli. Keberhasilan

perusahaan dalam pemasaran perlu didukung pemahaman yang baik

mengenai perilaku konsumen, karena dengan memahami perilaku

konsumen perusahaan dapat merancang apa saja yang diinginkan

konsumen.

2. Model Perilaku Konsumen

Model perilaku konsumen yang dikemukakan Kotler (1997 : 10)

menerangkan bahwa keputusan konsumen dalam pembelian selain

dipengaruhi oleh karakteristik konsumen, dapat dipengaruhi oleh

rangsangan perusahaan yang mencakup produk, harga, tempat dan

promosi. Variabel-variabel diatas saling mempengaruhi proses keputusan

pembelian sehingga menghasilkan keputusan pembelian yang didasarkan

pada pilihan produk, pilihan merek, pilihan penyalur, waktu pembelian,

jumlah pembelian.


Menurut Kotler (1997) persepsi adalah proses memilih, menata,

menafsir stimuli yang dilakukan seseorang agar mempunyai arti tertentu.

Stimuli adalah rangsangan fisik, visual dan komunikasi verbal dan non

verbal yang dapat mempengaruhi respon seseorang (Sodik, 2003).

Assael (1995) dalam Sodik (2003) menyebutkan bahwa persepsi

terhadap suatu produk melalui proses itu sendiri terkait dengan

komponennya (kemasan, bagian produk, bentuk) serta komunikasi yang

ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan

produk melalui latar kata-kata, gambar dan simbolisasi atau melalui

stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk (harga, tempat, penjualan,

dampak dari negara pejualan). Informasi yang diperoleh dan diproses

konsumen akan membentuk preferensi (pilihan) seseorang terhadap suatu

obyek. Preferensi akan membentuk sikap konsumen terhadap suatu obyek,

yang pada gilirannya akan sikap ini seringkali secara langsung akan

mempengaruhi apakah konsumen akan membeli suatu produk atau tidak.

4. Implikasi Perilaku Konsumen Pada Strategi Pemasaran

Strategi pemasaran terdiri atas unsur-unsur pemasaran yang

terpadu yang selalu berkembang sejalan dengan gerak perusahaan dan

perubahan-perubahan lingkungan pemasarannya serta perubahan perilaku

konsumen. Hal ini disebabkan karena strategi pemasaran menyangkut dua

kegiatan pemasaran yang pokok yaitu : pemilihan pasar-pasar yang akan

dijadikan sasaran pemasaran dan merumuskan dan menyusun suatu

kombinasi yang dapat tepat dari bauran pemasaran, agar kebutuhan para

konsumen dapat dipenuhi secara memuaskan.

5. Keputusan Pembelian

Dalam memahami perilaku konsumen, terdapat banyak pengaruh

yang mendasari seseorang dalam mengambil keputusan pembelian suatu

produk atau merek. Pada kebanyakan orang, perilaku pembelian

konsumen seringkali diawali dan dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan

(stimuli) dari luar dirinya, baik berupa rangsangan pemasaran maupun

rangsangan dari lingkungan yang lain. Rangsangan tersebut kemudian

diproses (diolah) dalam diri, sesuai dengan karakteristik pribadinya,

sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian. Karakteristik pribadi

konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut

sangat komplek, dan salah satunya adalah motivasi konsumen untuk

membeli. Menurut Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Albari (2002)

menyatakan bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri

individu yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Jika seseorang

mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan

terdorong untuk berperilaku menguasai produk tersebut. Sebaliknya jika

motivasinya rendah, maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek

yang bersangkutan. Implikasinya dalam pemasaran adalah untuk

kemungkinan orang tersebut berminat untuk membeli produk atau merek

yang ditawarkan pemasaran atau tidak.

Sejalan dengan hal tersebut keputusan pembelian dalam penelitian

ini secara kontektual dapat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yaitu

motivasi konsumen untuk membeli.

B. Faktor – Faktor Yang Mempengruhi Perilaku Konsumen

Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah

sebagai berikut :

1. Faktor-Faktor Kebudayaan

a. Budaya

Budaya adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang

paling mendasar. Jika makhluk yang lebih rendah perilakunya

sebagian besar diatur oleh naluri, maka perilaku manusia sebagian

besar adalah dipelajari.

b. Sub Budaya

Sub budaya mempunyai kelompok-kelompok sub budaya yang lebih

kecil yang merupakan identifikasi dan sosialisasi yang khas untuk

perilaku anggotanya. Ada empat macam sub budaya yaitu kelompok

kebangsaan, kelompok keagamaan, kelompok ras dan wilayah

geografis.

c. Kelas Sosial

Kelas sosial adalah kelompok dalam masyarakat, dimana setiap

kelompok cenderung memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang

sama.

2. Faktor-Faktor Sosial

a. Kelompok Referensi

Kelompok referensi adalah kelompok-kelompok yang memberikan

pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku

seseorang.

b. Keluarga

Anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap

perilaku pembeli.

c. Peranan dan Status

Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok dapat dijelaskan dalam

pengertian peranan dan status. Setiap peranan membawa satu status

yang mencerminkan penghargaan umum oleh masyarakatnya.

3. Faktor-Faktor Pribadi

a. Usia dan Tahap Daur Hidup

Pembelian seseorang terhadap barang dan jasa akan berubah-ubah

selama hidupnya. Demikian halnya dengan selera seseorang

berhubungan dengan usianya.

b. Pekerjaan

Dengan adanya kelompok-kelompok pekerjaan, perusahaan dapat

memproduksi produk sesuai dengan kebutuhan kelompok pekerjaan

tertentu.

c. Keadaan Ekonomi

Keadaan ekonomi seseorang dapat dilihat dari tingkat pendapatan

yang dapat berpengaruh terhadap pilihan produk.

d. Gaya Hidup

Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang turut

menentukan perilaku pembelian.

e. Kepribadian dan Konsep Diri

Kepribadian adalah ciri-ciri psikologis yang membedakan setiap orang

sedangkan konsep diri lebih kearah citra diri.

4. Faktor-Faktor Psikologis

a. Motivasi

Motivasi adalah suatu kebutuhan yang cukup kuat mendesak untuk

mengarah seseorang agar dapat mencari pemuasan terhadap kebutuhan

itu.

b. Persepsi

Seseorang yang termotivasi siap untuk melakukan suatu perbuatan.

Bagaimana seseorang yang termotivasi berbuat sesuatu adalah

dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi yang dihadapinya.

c. Belajar

Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu

yang bersumber dari pengalaman. Kebanyakan perilaku manusia

diperoleh dengan mempelajarinya.

d. Kepercayaan dan Sikap

Melalui perbuatan dan belajar, orang memperoleh kepercayaan dan

sikap selanjutnya mempengaruhi tingkah laku pembelian (Kotler,

1997 : 153 – 161).

B. Periklanan

1. Definisi Periklanan

Periklanan pada dasarnya merupakan salah satu tahap dari pemasaran,

yang tiap-tiap tahap itu bagaikan mata rantai yang saling berhubungan dan

jaringannya akan terputus jika salah satu mata rantai itu lemah. Periklanan

menjadi tahap yang penting yang sama pentingnya dengan tahap-tahap lain

dalam proses pemasaran.

Definisi periklanan menurut institute praktisi periklanan Inggris dalam

Jefkins (1996: 5) adalah: Periklanan merupakan pesan-pesan penjualan

yang paling persuasive yang diarahkan kepada (calon) konsumen yang

paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan dengan biaya

yang paling ekonomis.

Kotler (1997: 236) mengartikan periklanan sebagai berikut: Periklanan

adalah segala bentuk penyajian non-personal dan promosi ide, barang, atau

jasa oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembiayaan.

Dalam membuat program periklanan manajer pemasaran harus selalu

mulai dengan mengidentifikasi pasar sasaran dan motif pembeli.

Kemudian membuat lima keputusan utama dalam pembuatan program

periklanan yang disebut lima M ( kotler 1997: 236) Sebagai berikut:

a) Mission (misi): apakah tujuan periklanan ?

b) Money (uang): berapa banyak yang dapat di belanjakan ?

c) Message (pesan): pesan apa yang harus disampaikan ?

d) Media (media): media apa yang digunakan ?

e) Measuremen (pengukuran): bagaimana mengevaluasi hasilnya ?

2. Tujuan Periklanan

Tujuan periklanan menurut kotler (1997: 236) sebagai berikut:

a) Periklanan menjalankan sebuah fungsi ”informasi”.

Biasanya dilakukan secara besar-besaran pada tahap awal suatu jenis

produk, tujuannya untuk membentuk permintaan pertama.

b) Periklanan menjalankan sebuah fungsi ”Persuasif”

Penting dilakukan dalam tahap kompetitif. Tujuannya untuk

membentuk permintaan selektif untuk suatu merk tertentu.

c) Periklanan menjalankan sebuah fungsi ”Pengingat”

Iklan pengingat sangat penting bagi produk yang sudah mapan.

Bentuk iklan yang berhubungan dengan iklan ini adalah iklan penguat

(Inforcement advertising) yang bertujuan meyakinkan pembeli

sekarang bahwa mereka telah melakukan pilihan yang benar.

3. Anggaran Periklanan

Setelah memutuskan tujuan periklanan. Langkah selanjutnya adalah

memutuskan anggaran periklanan untuk setiap produk. Kotler (1997:237)

menyatakan ada lima faktor yang perlu dipertimbangkan saat menetapkan

anggaran periklanan :

a) Tahap dalam siklus hidup produk .

Produk baru umumnya mendapat anggaran iklan yang besar untuk

membangun kesadaran dan membuat pelanggan mencoba prduk

tersebut merek yang sudah mapan biasanya didukung anggaran

periklanan yang lebih rendah sebagai rasio penjualan.

b) Pangsa pasar dan Basis konsumen

Merek dengan pangsa pasar yang tinggi biasanya membutuhkan lebih

sedikit

mempertahankan pangsanya. Untuk memperbesar pangsa pasar dengan

meningkatkan ukuran pasar memerlukan pengeluaran periklanan yang

lebih besar.

c) Persaingan dan Gangguan

Pasar dengan banyak pesaing dan pengeluaran iklan yang lebih tinggi

suatu merek harus diiklankan besar-besaran agar terdengar di tengah

kegaduhan pasar. Bahkan gangguan sederhana dari iklan yang tidak

bersaing secara langsung dengan merek tersebut sudah menyebabkan

perlunya periklanan yang lebih besar.

d) Frekuensi Periklanan

Jumlah pengulangan yang diperlukan untuk menyampaikan pasar

konsumen juga sangat menentukan anggaran periklanan.

e) Kemungkinan Subtitusi Produk

Merk-merk dalam suatu kelas komoditas (misalnya rokok, bir,

minuman ringan) memerlukan iklan besar-besaran untuk membangun

citra yang berbeda. Periklanan juga penting jika suatu merek dapat

memberikan manfaat atau tampilan fisik yang unik.

Biaya iklan sebagai presentase penjualan untuk

4. Pesan Periklanan

Iklan diadakan untuk memberi informasi dan membujuk. Isi

komunikasi iklan adalah inti apa yang dapat dilakukan oleh iklan tersebut.

Aspek ini sering disebut ”kreatif”, pesan atau isi iklan disebut ”pekerjaan

kreatif ”. Iklan meliputi latihan menulis dan mendesain dalam kata-kata

dan gambar, serta memerlukan kemampuan verbal maupun kemampuan

menggambar yang memadai. Perbedaan antara satu iklan dengan iklan

yang lain seringkali terletak pada pesan itu sendiri itulah arti komunikasi.

Fabey (1997: 7) menyatakan inti sari dari proses komunikasi kreatif

sebagai berikut:

a) Menyepakati Brifing

Brifing kreatif akan bermanfaat dalam merumuskan apa yang

dibutuhkan dalam pesan komunikasi. Brifing kreatif tersebut akan

menentukan elemen –elemen utama yang dibutuhkan dan akan

bertindak sebagai pedoman untuk pekerjaan kreatif selanjutnya.

b) Perumusan Strategi Kreatif

Setelah Brifing tersebut disetujui, selanjutnya dirumuskan strategi

yang

keseluruhannya, atau atribut produk yang akan diketengahkan dan

jenis janji atau bujukan yang akan dibuat.

c) Penyusunan Konsep

Inti sebuah iklan adalah gagasan yang ada dibelakangnya, apa yang

akan dikatakan pada khalayak. Gagasan utama yang merangkum

akan menentukan arah umum iklan tersebut rencana

keseluruhannya. Tema pesan, yaitu konsep iklan ituadalah titik titik

pusat iklan tersebut. Kampanye iklan akan berlanjut atau batal, berhasil

atau gagal, semua tergantung pada kekuatan atau kelemahan konsep

dasarnya.

5. Pemilihan Media Iklan

Pemilihan media iklan sangat penting agar pesan yang disampaikan

dalam iklan dapat efektif mencapai dan diterima konsumen sasaran.

Menurut Kotler (2000: 588), seorang perencana diantara berbagai

kategori media harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a) Kebiasaan media dari konsumen sasaran, dimana melihat faktor

demografi serta jangkauan media terhadap konsumen sasaran.

b) Produk, merek produk tertentu disesuaikan dengan kebutuhan akan

peragaan produk ataupun hanya melalui audio, sehingga ditinjau

apakah suatu media tertentu sudah bisa menjangkau dan membawa

danpak yang cukup baik.

c) Pesan, pesan yang disampaikan dalam iklan tersebut apakah berupa

pemberitahuan atau pengumuman maka media televisi bisa digunakan

namun berisi banyak data teknis maka membutuhkan media surat

kabar atau majalah.

d) Biaya, pertimbangan biaya sangatlah penting untuk menilai efektifitas

iklan dimana dengan biaya tertentu dapat mencapai keberhasilan.

6. Media Televisi

Media televisi merupakan salah satu media iklan yang efektif untuk

menyampaikan pesan iklan kepada konsumen potensial. Media televisi

merupakan media yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan iklan

produk, positioning iklan tersebut dalam sela-sela program siaran televisi.

Maka semakin banyak waktu yang dihabiskan pemirsa untuk melihat iklan

dalam media tersebut. Bentuk siaran dalam media televisi sangat

tergantung dari berbagai bentuk siarannya, apakah merupakan bagian dari

suatu sindikat, jaringan lokal, kabel atau bentuk lainnya. Bentuk iklan

ditelevisi yaitu: Pensponsoran, partisipasi, pengumuman maupun announ

cement.

Media televisi menimbulkan danpak yang kuat terhadap konsumen

dalam hal menciptakan kelenturan dengan mengkombinasikan audio visual

sehingga iklan dapat dikemas dalam bentuk yang menarik. Iklan media

televisi dapat mempengaruhi sikap dan persepsi konsumen sasaran dimana

banyak konsumen potensial meluangkan waktu didepan televisi sebagai

sumber berita dan informasi.

C. Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Menurut Kotler (1997) persepsi adalah proses memilih, menata,

menafsir stimuli yang dilakukan seseorang agar mempunyai arti tertentu.

Stimuli adalah rangsangan fisik, visual dan komunikasi verbal dan non

verbal yang dapat mempengaruhi respon seseorang (Sodik, 2003).

Persepsi tidak hanya tergantung pada sifat-sifat rangsangan fisik, tapi

juga pada pengalaman dan sikap sekarang dari individu. Pengalaman dapat

diperoleh dari semua perbuatannya di masa lampau atau dapat pula

dipelajari, sebab dengan belajar seseorang akan dapat memperoleh

pengalaman. Hasil dari pengalaman yang berbeda-beda, akan membentuk

suatup andanganyang berbeda sehingga menciptakan proses pengamatan

dalam perilaku pembelianyang berbeda pula. Makin sedikit pengalaman

dalam perilaku pembelian,makin terbatas pula luasan interpretasinya. Dan

juga persepsi ini juga ada hubungannya antara rangsangan dengan medan

yang mengelilingi dan kondisi dalam diri seseorang.

Informasi yang diperoleh dan diproses konsumen akan membentuk

preferensi (pilihan) seseorang terhadap suatu obyek. Preferensi akan

membentuk sikap konsumen terhadap suatu obyek, yang pada gilirannya

akan sikap ini seringkali secara langsung akan mempengaruhi apakah

konsumen akan membeli suatu produk atau tidak.

Assael (1995) dalam Sodik (2003) menyebutkan bahwa persepsi

terhadap suatu produk melalui proses itu sendiri terkait dengan

komponennya (kemasan, bagian produk, bentuk) serta komunikasi yang

ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan

produk melalui latar kata-kata, gambar dan simbolisasi atau melalui

stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk (harga, tempat, penjualan,

dampak dari negara pejualan). Informasi yang diperoleh dan diproses

konsumen akan membentuk preferensi (pilihan) seseorang terhadap suatu

obyek. Preferensi akan membentuk sikap konsumen terhadap suatu obyek,

yang pada gilirannya akan sikap ini seringkali secara langsung akan

mempengaruhi apakah konsumen akan membeli suatu produk atau tidak.

2. Persepsi Produk/pesan

Persepsi produk/pesan tertuju pada produk yang dibuat dalam

komunikasi. Perhatian berfokus pada dua tipe respon yaitu argumen yang

mendukung (support argument) dan argumen yang menentang (counter

argument) (Belch dan Belch, 1995).

Counter argument merupakan persepsi konsumen yang berkebalikan

dengan

ketidakyakinan dan ketidaksetujuan terhadap klaim dalam iklan mengenai

produk. Konsumen lain ada yang mendukung argumen atau berpersepsi

bahwa konsumen setuju atau sependapat dengan klaim dalam iklan.

Argumen

penerimaan pesan, semakin menolak pesan yang disampaikan maka

penerimaan pesan juga akan semakin minimal. Sehingga indikasi bahwa

pemrosesan informasi iklan berjalan efektif bila seorang konsumen

memberikan argumen yang mendukung ( support argument ).

Assael (1995) dalam Sodik (2003) menyebutkan bahwa persepsi

terhadap suatu produk melalui proses itu sendiri terkait dengan

komponennya (kemasan, bagian produk, bentuk) serta komunikasi.yang

pesan dalam iklan. Konsumen Akan mengekspresikan yang menolak berhubungan secara negative dengan ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan produk melalui latar kata-kata, gambar dan simbolisasi atau melalui
stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk (harga, tempat, penjualan, dampak dari negara pejualan).

Persepsi mengenai pesan/produk yang telah terbentuk setelah

konsumen sasaran menyaksikan penayangan iklan akan membentuk sikap

mereka terhadap merek yang akan mempengaruhi minat beli secara tidak

langsung.

3. Persepsi Sumber/Model Iklan

Persepsi sumber/model iklan tertuju pada sumber atau model yang

mengkomunikasikan iklan. Respon paling kritis dari konsumen adalah

penghinaan sumber/model atau persepsi negatif terhadap model. Hal ini

akan mendorong penurunan penerimaan pesan. Umumnya ini terjadi

ketika konsumen berpendapat bahwa model berkata tidak jujur atau

membohongi sehingga konsumen kurang menerima apa yang model

katakan.

Persepsi terhadap sumber/model tidak selalu negatif. Konsumen yang

bereaksi baik terhadap sumber/ model iklan menghasilkan persepsi yang

baik atau mendukung model iklan. Pembuat iklan dapat menyewa seorang

pembicara atau model yang disukai oleh konsumen sasaran untuk

membawa efek atas pesan yang disampaikan.

Pembentukan sikap terhadap merek menurut Burke dan Edell (1998);

Mackenzie, Lutz dan Belch (1986) dipengaruhi secara langsung oleh

persepsi mengenai model iklan. Selain itu persepsi mengenai model iklan

juga mempengaruhi pembentukan sikap konsumen sasaran terhadap sikap

terhadap iklan.

Sehingga secara tidak langsung persepsi mengenai sumber/model

mempengaruhi minat beli konsumen melalui sikap terhadap merek dan

sikap terhadap iklan.

4. Persepsi Terhadap Iklan

Persepsi terhadap iklan tertuju pada iklan itu sendiri. Pada saat melihat

iklan, banyak konsumen yang tidak memperhatikan klaim produk dan atau

pesan secara langsung, tetapi reaksi afektif menimbulkan perasaan

terhadap iklan.

Persepsi ini meliputi reaksi terhadap faktor iklan seperti kreatifitas efek

gambar, warna dan intonasi suara ( Belch dan Belch, 1995 ). Persepsi

terhadap iklan dapat berupa tanggapan baik atau tidak baik. Hal ini penting

karena efeknya pada sikap terhadap iklan dan juga merek secara langsung.

Selain dengan ukuran suka tidak suka, reaksi afektif konsumen terhadap

iklan, khususnya iklan komersial di televisi dapat diukur dengan

pernyataan terhadap gaya, ide, produksi, audio pembuatan suatu iklan

(Mehta, 1994). Reaksi ini akan ditransformasikan pada sikap terhadap

merek dan minat beli konsumen.

Perasaan konsumen tentang iklan sama petingnya dengan sikap mereka

terhadap merek dalam penilaian kefektivan iklan. Pentingnya reaksi afektif

dan perasaan yang tergambarkan dalam iklan tergantung pada beberapa

faktor diantaranya kealamian iklan dan tipe pemrosesan informasi oleh

konsumen.

D. Sikap

1. Pengertian Sikap

Sikap disebut juga sebagai konsep yang paling khusus dan sangat

dibutuhkan dalam psikologis sosial kontemporer. Sikap juga merupakan

salah satu konsep yang paling penting yang digunakan pemasar untuk

memahami konsumen.

Definisi sikap menurut Allport dalam setiadi (2003) adalah suatu

mental dan syaraf sehubungan dengan kesiapan untuk menanggapi,

diorganisasi

mengarahkan dan atau dinamis terhadap perilaku. Definisi yang

dikemukakan oleh Allport

adalah mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan terhadap suatu

obyek baik disenangi ataupun tidak disenangi secara konsisten.

melalui

pengalaman

dan

memiliki

pengaruh

yang

tersebut mengandung makna bahwa sikap

Engel dalam Yulistiano dan suryandari (2003) membagi sikap menjadi

tiga komponen sebagai berikut:

a. Kognitif

Kognitif berhubungan dengan pengenalan dan pengetahuan obyek

beserta atributnya. Pada saat konsumen menerima rangsangan sebuah

iklan maka proses psikologi internal akan bekerja yang dihubungkan

dengan pengaktivan indera.

b. Afektif

Afektif memberikan tanggapan tentang perasaan terhadap obyek dan

atributnya. Indra yang bekerja akan memberikan interpretasi terhadap

sebuah obyek atau dalam sebuah iklan adalah produk / merek dan

bagian-bagian dari penayangan iklan itu sendiri.

c. Konasi

Dalam konasi seorang memiliki minat dan tindakan dalam sebuah

perilaku. Bila tahap ini bekerja maka konsumen telah memiliki

keputusan akan suara obyek.

Engel dalam yulistiano dan suryandari (2003) menjabarkan dimensi

sikap sebagai berikut:

a. Valance

Mengaju pada sikap positif , sikap negatif, atau netral.

b. Extermity

Keekstriman merupakan intensitas kesukaan dan ketidak sukaan.

c. Resistance

Tingkat dimana sikap kebal terhadap perubahan.

d. Persistence

Merefleksikan bahwa sikap dapat berubah secara perlahan-lahan /

gradual.

e. Konfidence

Tidak semua sikap berada pada tingkat keyakinan yang sama.

2. Sikap terhadap Iklan

Sikap terhadap iklan adalah cara konsumen mengenai sebuah iklan :

sikap terhadap iklan (afektif) merupakan cara konsumen merasakan hal

tersebut. Assael (2001: 368) mendefinisikan sikap terhadap iklan sebagai

berikut”Attitude toward the ad is the consumer`s predisposition to respond

favorably or anfavorably to a particular ad”. yaitu sikap terhadap iklan

adalah kecenderungan konsumen menjawab dengan baik atau tidak baik

iklan tertentu.

Respon kognitif yang positif

bolstering)umumnya akan menghasilkan sikap positif konsumen terhadap

iklan: respon kognitif yang negative (counterarguments dan source

derogation) umumnya menghasilkan sikap negatif.

Karena aspek afektif yang dominan maka sikap terhadap iklan diukur

dalam afektif penerima pesan yang menilai baik-tidak baik, suka-tidak

suka,

informatif.

Mowen dan Minor (2002: 378) mengemukakan bahwa konsumen

mengembangkan sikap terhadap iklan seperti terhadap merek, dan sikap

terhadap iklan ini mempengaruhi sikap mereka terhadap merek. Sikap

terhadap iklan mengacu pada kesukaan atau ketidaksukaan konsumen

secara umum atas rangsangan iklan tertentu selama exposure iklan

tersebut. Sikap terhadap iklan tergantung pada sejumlah fakor, termasuk

isi iklan dan khayalan yang bersemangat, suasana hati konsumen, emosi

(support arguments dan source

menarik-tidak menarik,

kreatif-tidak kreatif,

informati-tidak

iklan yang didapatkan konsumen, dan kesukaan konsumen atas progam

TV dimana iklan disisipkan.

Mowen dan Minor (2002: 378) menyelidiki hubungan antara sikap

terhadap iklan, emosi, tingkat khayalan iklan, sikap terhadap merek, dan

kognisi merek menemukan bahwa sikap terhadap iklan mempengaruhi

sikap terhadap merek, yang kemudian juga mempengaruhi pilihan merek.

3. Sikap terhadap Merek

sikap

kecenderungan yang dipelajari oleh konsumen untuk mengevaluasi merek

dengan cara mendukung (positif) atau tidak mendukung (negatif) secara

konsisten. Evaluasi konsumen terhadap merek tertentu ini di mulai dari

sangat jelek sampai sangat bagus.

Sikap terhadap merek didasarkan pada skema tentang merek tersebut

yang telah tertanam dibenak konsumen. seperti telah disebutkan diatas

bahwa komponen sikap ada 3 yaitu: Kognitif, Afektif dan Konatif maka

ketiga komponen sikap ini juga terdapat dalam sikap konsumen terhadap

produk, yaitu Assael (2001: 283):

a. Brand believe adalah komponen kognitif (pemikiran).

b. Brand evaluation adalah komponen afektif yang mewakili semua

evaluasi terhadap merek oleh konsumen. Kepercayaan terhadap suatu

merek adalah multi dimensional karena mereka mewakili atribut merek

yang dipersepsikan oleh konsumen.

terhadap

merek

menurut

Assael

(2001:

282)

adalah

c. Kecenderungan untuk bertindak adalah komponen konatif (tindakan)

dan pada umumnya komponen ini dengan melihat ”maksud untuk

membeli”

mengembangkan strategi pemasaran.

Ketiga komponen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dimana

brand believe mempengaruhi evaluasi terhadap merek. Evaluasi terhadap

merek mempengaruhi maksud untuk membeli.

Mowen dan Minor (2002: 332) menyatakan bahwa semua model multi

atribut yang berbeda telah dikembangkan untuk memprediksi sikap

konsumen terhadap merek/objek, dimana satu model yang medapat paling

banyak perhatian dari konsumen adalah model sikap terhadap merek/objek

atau model Fishbein. Model ini mengidentifikasi tiga faktor utama yang

memprediksi sikap. Model pertama adalah kepercayaan utama yang

dimiliki seseorang terhadap sebuah merek. Kepercayaan utama adalah

kepercaan terhadap atribut/merek yang diaktivasi ketika seseorang sedang

mengevaluasi sikap terhadap merek. Kepercayaan utama biasanya

memperhatikan atribut yang penting bagi konsumen. Komponen kedua

dari model Fishbein adalah kekuatan kepercayaan dimana merek memiliki

atribut yang dipertanyakan kekuatan hubungan atribut produk biasanya

dinilai dengan bertanya kepada konsumen. Komponen ketiga dari model

Fishbein adalah mengevaluasi setiap atribut utama. Peringkat evaluasi ini

memberikan penilaian tentang kebaikan/keburukan atribut utama.

dari

seorang

konsumen

adalah

penting

dalam

E. Minat Beli

Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu

merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang

diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael,

2001).

Mehta (1994: 66) mendefinisikan minat beli sebagai kecenderungan

konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang

berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan

konsumen melakukan pembelian.

Pengertian minat beli menurut Howard (1994) ( Durianto dan Liana, 2004:

44) adalah minat beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana

konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk

yang dibutuhkan pada periode tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat beli

merupakan pernyataan mental dari dari konsumen yang merefleksikan rencana

pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Hal ini sangat diperlukan

oleh para pemesar untuk mengetahui minat beli konsumen terhadap suatu

produk, baik para pemasar maupun ahli ekonomi menggunakan variabel minat

untuk memprediksi perilaku konsumen dimasa yang akan datang.

Sedangkan definisi minat beli menurut Kinnear dan Taylor (1995)

(Thamrin, 2003: 142) adalah merupakan bagian dari komponen perilaku

konsumen dalam sikap mengkonsumsi, kecenderungan responden untuk

bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan.

Rossiter dan Percy (1998: 126) mengemukakan bahwa minat beli

merupakan instruksi diri konsumen untuk melakukan pembelian atas suatu

produk, melakukan perencanaan, mengambil tindakan-tindakan yang relevan

seperti mengusulkan (pemrakarsa) merekomendasikan (influencer), memilih,

dan akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan pembelian.

Menurut Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Albari (2002) menyatakan

bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri individu yang

memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Jika seseorang mempunyai

motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan terdorong untuk

berperilaku menguasai produk tersebut. Sebaliknya jika motivasinya rendah,

maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek yang bersangkutan.

Implikasinya dalam pemasaran adalah untuk kemungkinan orang tersebut

berminat untuk membeli produk atau merek yang ditawarkan pemasaran atau

tidak.



III.METODELOGI
A. Metode Penelitian

Ditinjau dari tujuannya, penelitian ini di kategorikan kedalam

penelitian pengujian hipotesis. Metode survey digunakan dalam penelitian

ini, yaitu suatu metode pengumpulan data primer dengan memberikan

pertanyaan-pertanyaan kepada responden individu (Jogiyanto, 2004: 115).

Dilihat dari hubungan antar variabelnya, penelitian ini merupakan

penelitian kausal atau sebab akibat, yaitu penelitian yang diadakan untuk

menjelaskan hubungan antar variabel, variabel yang satu menyebabkan

atau menentukan nilai variabel yang lain (Cooper Schindler, 2006: 154).

Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini dikategorikan kedalam

penelitian cross sectional artinya hanya mengmbil data penelitian pada

satu kurun waktu tertentu, mungkin selama periode harian mingguan atau

bulanan dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian (Sekaran, 2003:

135).


B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampel

1. Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari obyek atau unit analisis

yang karakteristiknya akan diteliti (Djarwanto Ps, 1996: 102).
2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya

dianggap mewakili populasi (Djarwanto Ps, 1996: 108

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan metode Purposive

Sampling.

C. Pengukuran Variabel dan Definisi Operasional

1. Teknik Pengukuran Variabel dan Instrumen Penelitian

2. Definisi Operasional
Persepsi Terhadap Sumber/Model

Persepsi sumber/model iklan tertuju pada sumber atau

model yang mengkomunikasikan iklan. Respon paling kritis dari

konsumen adalah penghinaan sumber/model atau persepsi negatif

terhadap model. Hal ini akan mendorong penurunan penerimaan

pesan. Umumnya ini terjadi ketika konsumen berpendapat bahwa

model berkata tidak jujur atau membohongi sehingga konsumen

kurang menerima apa yang model katakan.

Persepsi

Konsumen yang bereaksi baik terhadap sumber/ model iklan

menghasilkan persepsi yang baik atau mendukung model iklan.

Pembuat iklan dapat menyewa seorang pembicara atau model yang

disukai oleh konsumen sasaran untuk membawa efek atas pesan

yang disampaikan.

c. Persepsi Terhadap Iklan

d. Sikap Terhadap Merek

e. Sikap Terhadap Iklan


f. Minat Beli


D. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.

Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh suatu

organisasi atau perorangan langsung dari objeknya. Dalam penelitian ini,

data primer diperoleh dari jawaban responden yang disebar melalui

responden.

E. Metode Pengumpulan Data

Data yang diolah dalam rangka pengujian hipotesis berupa data primer

yang diperoleh dari hasil tanggapan responden atas daftar pertanyaan

(kuesioner) yang bersifat tertutup yang disebarkan kepada responden.

Tahap pertama peneliti menyebar 30 kuesioner guna pengujian

pendahuluan (pretest), tujuan dari pretest adalah confirmatory kuesioner,

alat analisis untuk pretest adalah Faktor Analisis. Setelah kuesioner

dinyatakan valid dan reliable, kuesioner tersebut layak untuk disebarkan

pada sampel besar.

Metode pengumpulan data kuesioner pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode personnally administrated qustonnaires, yaitu

peneliti menyampaikan sendiri kuesioner kepada

mengambil sendiri kuesioner kepada responde, tujuan utamanya supaya

tingkat pengembalian kuesioner dapat terjaga didalam periode waktu yang

relatif pendek (Sekaran, 2003: 236).

responden

dan

F. Prosedur dan Analisis Data

1. Pengujian Instrumen Penelitian

a. Uji Validitas

Pengujian validitas item-item pertanyaan dalam kuesioner

bertujuan mengetahui apakah item-item tersebut benar-benar

mengukur konsep-konsep yang dimaksudkan dalam penelitian ini

dengan tepat. Butir-butir pengukuran yang digunakan dalam

penelitian ini dari kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini

dan dipadukan dengan penjabaran atas definisi teoritis dari variabel

yang digunakan dalam penlitian ini. Hal ini memberikan dukungan

bahwa butir-butir pengukuran yang dijadikan indikator konstruk

terbukti memiliki validitas isi (content validity) yaitu butir-butir

pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang mencukupi dan

representative yang telah sesuai dengan konsep teoritis (Cooper

dan Schindler, 2006: 318).

Dikarenakan syarat untuk dapat menganalisis model dengan

SEM, indikator masing-masing konstruk harus memiliki loading

factor yang signifikan terhadap konstruk yang diukur maka dalam

penelitian ini pengujian validitas instrument yang digunakan

adalah Confirmatory Factor Analisys (CFA) dengan bantuan SPSS

FOR WINDOWS versi 12, dimana setiap item pertanyaan harus

mempunyai factor loading yang lebih dari 0,40 (Hair et al., 1998:

111).

Dalam CFA kita juga harus melihat pada output dari rotated

component matrix yang harus secara ekstrak secara sempurna. Jika

masing-masing item pertanyaan belum ekstrak secara sempurna,

maka proses pengujian validitas dengan Factor analisys harus

diulang dengan cara menghilangkan item pertanyaan yang

memiliki nilai ganda.

b. Uji Reliabilitas

c. Estimasi dan Pengujian Model Struktural

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan

pengujian model struktural dengan pendekatan SEM, yaitu :

1. Asumsi Kecukupan Sampel

Sampel yang harus dipenuhi dalam [permodelan ini berjumlah 100

hingga 200 sampel.

2. Asumsi normalitas




IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari enjabaran diatas dapat kita mengerti bahwa Stratifikasi sosial adalah pengkelasan / penggolongan / pembagian masyarakat secara vertikal atau atas bawah.sedangkan Diferensiasi sosial dapat diartikan sebagai pengkelasan / penggolongan / pembagian masyarakat secara horisontal atau sejajar.
Dalam perkembangannya Perilaku Konsumen baik naik ataupun turun dari kegiatan konsumsi ataupun produksi akan berdampak pada Semakin majunya perekonomian dan teknologi,dan berkembang pula secara tidak langsung strategi pemasaran. Untuk itu perusahaan perlu memahami atau mempelajari perilaku konsumen dalam hubungannya dengan pembelian yang dilakukan oleh konsumen tersebut. Dalam menentukan jenis produk atau jasa, konsumen selalu mempertimbangkan tentang produk atau jasa apa yang dibutuhkan, hal ini dikenal dengan perilaku konsumen.Dijalankan perusahaan, khususnya dibidang pangan dan teknologi.

Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa tersebut didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.
Hubungannya dengan keputusan pembelian suatu produk atau

jasa, pemahaman mengenai perilaku konsumen meliputi jawaban atas

pertanyaan seperti apa (what) yang dibeli, dimana membeli (where),

bagaimana kebiasaan (how often) membeli dan dalam keadaan apa (under

what condition) barang-barang dan jasa-jasa dibeli. Keberhasilan

perusahaan dalam pemasaran perlu didukung pemahaman yang baik

mengenai perilaku konsumen, karena dengan memahami perilaku

konsumen perusahaan dapat merancang apa saja yang diinginkan

konsumen.

2. Model Perilaku Konsumen

Model perilaku konsumen yang dikemukakan Kotler (1997 : 10)

menerangkan bahwa keputusan konsumen dalam pembelian selain

dipengaruhi oleh karakteristik konsumen, dapat dipengaruhi oleh

rangsangan perusahaan yang mencakup produk, harga, tempat dan

promosi. Variabel-variabel diatas saling mempengaruhi proses keputusan

pembelian sehingga menghasilkan keputusan pembelian yang didasarkan

pada pilihan produk, pilihan merek, pilihan penyalur, waktu pembelian,

jumlah pembelian.


Menurut Kotler (1997) persepsi adalah proses memilih, menata,

menafsir stimuli yang dilakukan seseorang agar mempunyai arti tertentu.

Stimuli adalah rangsangan fisik, visual dan komunikasi verbal dan non

verbal yang dapat mempengaruhi respon seseorang (Sodik, 2003).

Assael (1995) dalam Sodik (2003) menyebutkan bahwa persepsi

terhadap suatu produk melalui proses itu sendiri terkait dengan

komponennya (kemasan, bagian produk, bentuk) serta komunikasi yang

ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan

produk melalui latar kata-kata, gambar dan simbolisasi atau melalui

stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk (harga, tempat, penjualan,

dampak dari negara pejualan). Informasi yang diperoleh dan diproses

konsumen akan membentuk preferensi (pilihan) seseorang terhadap suatu

obyek. Preferensi akan membentuk sikap konsumen terhadap suatu obyek,

yang pada gilirannya akan sikap ini seringkali secara langsung akan

mempengaruhi apakah konsumen akan membeli suatu produk atau tidak.

4. Implikasi Perilaku Konsumen Pada Strategi Pemasaran

Strategi pemasaran terdiri atas unsur-unsur pemasaran yang

terpadu yang selalu berkembang sejalan dengan gerak perusahaan dan

perubahan-perubahan lingkungan pemasarannya serta perubahan perilaku

konsumen. Hal ini disebabkan karena strategi pemasaran menyangkut dua

kegiatan pemasaran yang pokok yaitu : pemilihan pasar-pasar yang akan

dijadikan sasaran pemasaran dan merumuskan dan menyusun suatu

kombinasi yang dapat tepat dari bauran pemasaran, agar kebutuhan para

konsumen dapat dipenuhi secara memuaskan.

5. Keputusan Pembelian

Dalam memahami perilaku konsumen, terdapat banyak pengaruh

yang mendasari seseorang dalam mengambil keputusan pembelian suatu

produk atau merek. Pada kebanyakan orang, perilaku pembelian

konsumen seringkali diawali dan dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan

(stimuli) dari luar dirinya, baik berupa rangsangan pemasaran maupun

rangsangan dari lingkungan yang lain. Rangsangan tersebut kemudian

diproses (diolah) dalam diri, sesuai dengan karakteristik pribadinya,

sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian. Karakteristik pribadi

konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut

sangat komplek, dan salah satunya adalah motivasi konsumen untuk

membeli. Menurut Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Albari (2002)

menyatakan bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri

individu yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Jika seseorang

mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan

terdorong untuk berperilaku menguasai produk tersebut. Sebaliknya jika

motivasinya rendah, maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek

yang bersangkutan. Implikasinya dalam pemasaran adalah untuk

kemungkinan orang tersebut berminat untuk membeli produk atau merek

yang ditawarkan pemasaran atau tidak.

Sejalan dengan hal tersebut keputusan pembelian dalam penelitian

ini secara kontektual dapat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yaitu

motivasi konsumen untuk membeli.

B. Faktor – Faktor Yang Mempengruhi Perilaku Konsumen

Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah

sebagai berikut :

1. Faktor-Faktor Kebudayaan

a. Budaya

Budaya adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang

paling mendasar. Jika makhluk yang lebih rendah perilakunya

sebagian besar diatur oleh naluri, maka perilaku manusia sebagian

besar adalah dipelajari.

b. Sub Budaya

Sub budaya mempunyai kelompok-kelompok sub budaya yang lebih

kecil yang merupakan identifikasi dan sosialisasi yang khas untuk

perilaku anggotanya. Ada empat macam sub budaya yaitu kelompok

kebangsaan, kelompok keagamaan, kelompok ras dan wilayah

geografis.

c. Kelas Sosial

Kelas sosial adalah kelompok dalam masyarakat, dimana setiap

kelompok cenderung memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang

sama.

2. Faktor-Faktor Sosial

a. Kelompok Referensi

Kelompok referensi adalah kelompok-kelompok yang memberikan

pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku

seseorang.

b. Keluarga

Anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap

perilaku pembeli.

c. Peranan dan Status

Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok dapat dijelaskan dalam

pengertian peranan dan status. Setiap peranan membawa satu status

yang mencerminkan penghargaan umum oleh masyarakatnya.

3. Faktor-Faktor Pribadi

a. Usia dan Tahap Daur Hidup

Pembelian seseorang terhadap barang dan jasa akan berubah-ubah

selama hidupnya. Demikian halnya dengan selera seseorang

berhubungan dengan usianya.

b. Pekerjaan

Dengan adanya kelompok-kelompok pekerjaan, perusahaan dapat

memproduksi produk sesuai dengan kebutuhan kelompok pekerjaan

tertentu.

c. Keadaan Ekonomi

Keadaan ekonomi seseorang dapat dilihat dari tingkat pendapatan

yang dapat berpengaruh terhadap pilihan produk.

d. Gaya Hidup

Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang turut

menentukan perilaku pembelian.

e. Kepribadian dan Konsep Diri

Kepribadian adalah ciri-ciri psikologis yang membedakan setiap orang

sedangkan konsep diri lebih kearah citra diri.

4. Faktor-Faktor Psikologis

a. Motivasi

Motivasi adalah suatu kebutuhan yang cukup kuat mendesak untuk

mengarah seseorang agar dapat mencari pemuasan terhadap kebutuhan

itu.

b. Persepsi

Seseorang yang termotivasi siap untuk melakukan suatu perbuatan.

Bagaimana seseorang yang termotivasi berbuat sesuatu adalah

dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi yang dihadapinya.

c. Belajar

Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu

yang bersumber dari pengalaman. Kebanyakan perilaku manusia

diperoleh dengan mempelajarinya.

d. Kepercayaan dan Sikap

Melalui perbuatan dan belajar, orang memperoleh kepercayaan dan

sikap selanjutnya mempengaruhi tingkah laku pembelian (Kotler,

1997 : 153 – 161).

Mobilitas mempunyai arti yang bermacam-macam, pertama, mo¬bilitas fisik (mobilitas geografis) yaitu perpindahan tempat tinggal (menetap/sementara) dari suatu tempat ke tempat yang lain. Kedua, mobilitas sosial yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial ini terdiri dari dua tipe, yaitu mobilitas sosial horisontal dan vertikal. Mobilitas sosial horisontal diartikan sebagai gerak perpindahan dari suatu status lain tanpa perubahan kedudukan. Jadi dalam mobilitas sosial horisontal ini, tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang. Sedangkan mobilitas sosial vertikat yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu status sosial ke status sosial lainnya, yang tidak sederajat. Mobilitas sosial vertikai ini jika dilihat dari arahnya, maka dapat dirinci atas dua jenis, yaitu gerak perpindahan status sosial yang naik (social dimbing) dan gerak perpindahan status yang menurun (social sinking). Pengertian mobilitas sosial ini mencakup baik mobilitas kelompok maupun individu. Misalnya keberhasiian keluarga Pak A meru¬pakan bukti dari mobilitas individu; sedang arus perpindahan penduduk secara bersama-sama (bedo desa) dari daerah kantong-kantong kemiski¬nan di P. Jawa ke daerah yang lebih subur sehingga tingkat kese¬jahteraan mereka relatif lebih baik dibanding di daerah asal, merupakan contoh mobilitas kelompok. Ketiga, Mobilitas psikis, yaitu merupakan aspek-aspek sosial-psikologis sebagai akibat dari perubahan sosial. Datam hal ini adalah mereka yang bersangkutan mengalami perubahan sikap yang disertai tentunya dengan goncangan jiwa.
Konsep mobilitas tersebut dalam prakteknya akan saling berkaitan satu sama lain, dan sulit untuk menentukan mana sebagai akibat dan penyebabnya. Sebagai contoh untuk terjadinya perubahan status sosial, seseorang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya karena ketiadaan lapangan kerja, atau sebaliknya mobilitas sosial seringkali mengakibatkan adanya mobilitas geografi yang disertai dengan segala kerugian yang menyakitkan, yakni lenyapnya ikatan sosial yang sudah demikian lama terjalin. Demikian halnya mobilitas geografis akan mempengaruhi terha¬dap mobilitas sosial yang dimbing maupun sinking, bahkan sekaligus mempengaruhi mobilitas mental atau psikis dari individu maupun masyarakat.
III. SIFAT DASAR MOBILITAS SOSIAL
Dalam dunia modern, banyak negara berupaya untuk meningkatkan mobilitas sosial, dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat mobilitas sosial akan menjadikan setiap individu dalam masyarakat semakin bahagia dan bergairah. Tentunya asumsi ini didasarkan atas adanya kebebasan yang ada pada setiap individu dari latar belakang sosial manapun dalam menentukan kehidupannya. Tidak adanya diskriminasi pekerjaan baik atas dasar sex, ras, etnis dan jabatan, akan mendorong setiap individu memilih pekerjaan yang paling sesuai bagi sendirinya.
Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial setiap individu berbeda, dan tidak ada diskriminasi pekerjaan, maka mereka akan tetap merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Apabila tingkat mobilitas sosial rendah, maka hal ini akan menyebabkan banyak orang terkungkung dalam status sosial para nenek moyang mereka.
Tinggi rendahnya mobilitas sosial individu dalam suatu masyarakat sangat ditentukan oleh terbuka tidaknya kelas sosial yang ada pada masyarakat. Pada masyarakat yang berkelas sosial terbuka maka masyarakatnya memiliki tingkat mobilitas tinggi, sedang pada masyarakat dengan kelas sosial tertutup, maka masyarakat tersebut memiliki tingkat mobilitas sosial yang rendah.
IV. BENTUK MOBILITAS SOSIAL
Apabila kita bicara tentang mobilitas sosial, umumnya dalam benak kita mempersepsikan tentang terjadinya perpindahan status dari suatu tingkat yang rendah ke suatu tingkat status yang lebih tinggi; pada hal mobilitas dapat berlangsung dalam dua arah. Bila kita amati per¬jalanan hidup sekelompok individu, maka sebagian ada yang berhasii mencapai status yang lebih tinggi, beberapa orang mengalami kegagalan (status lebih rendah), dan selebihnya tetap pada tingkat status yang di¬miliki oleh orang tua mereka.
Manfaat Kerugian
Terbukanya kesempatan bagi individu/ masyarakat untuk mengembangkan kepribadiaanya. Menimbulkan kecemasan dan ketegangan yang disebabkan karena mobilitas menurun
Status seseorang tidak ditentukan oleh diri sendiri yang didasarkan atas pres tasi, kemampuan dan keuletan. Munculnya kecemasan dan ketegangan sebagai akibat peran baru dari status jabatan yang ditingkatkan.
Terbukanya kesempatan untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Terjadinya keretakan hubungan antar anggota primer, yang disebabkan karena perpindahan status yang lebih tinggi atau status yang lebih rendah.
Munculnya konflik status dan peran, konftik antar kelas sosial, antar kelom¬pok sosial dan antar generasi
Dalam berbagai kasus menunjukkan bahwa pada umumnya mobilitas mengambil bentuk dalam dua arah. Tingkat mobilitas individu maupun kelompok yang menurun maupun naik (meningkat), merupakan salah satu tolak ukur dari masyarakat yang bersistem sosial terbuka, dan unsur positif maupun negatif dari sistem pewarisan tidak cukup kuat menyaingi faktor prestasi sebagai faktor penentu utama dari kedudukan sosial. Namun demikian apabila dalam kenyataan semua orang tetap berada pada jenjang kelas sosial orang tua mereka (antar generasi), ini merupakan tolak ukur dari masyarakat yang bersistem sosial tertutup, dimana pewarisan status (berkaitan dengan generasi sebelumnya) lebih menonjol daripada prestasi.
Mobilitas sosial merupakan suatu fenomenal proses sosial yang wajar dalam masyarakat yang menjunjung demokrasi. Pada masyarakat ini mobilitas merupakan suatu hal yang baik, di mana pengakuan terhadap individu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki sangat terbuka lebar, sehingga tidak ada lagi suatu jerat yang membatasi seseorang untuk menduduki status yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Pada masyarakat yang mobil, disamping bersifat menguntungkan karena manfaat yang diperoleh dari mobilitas tersebut, namun demikian juga tetap memiliki konsekuensi negatif (kerugian). Apa manfaat dan kerugian dari mobilitas sosial?
V. FAKTOR PENENTU MOBILITAS SOSIAL
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi terhadap tingkat mobilitas sosial? Untuk menjawab hal ini tentulah tidak mudah, karena begitu banyaknya variabel yang menentukan tingkat mobilitas sosial. Dalam tulisan ini faktor penentu mobilitas sosial dibedakan dalam dua hal, pertama faktor struktur, yaitu faktor yang menentukan jumlah refatif dari kedudukan tinggi yang harus diisi dan kemudahan untuk memperolehnya. Faktor struktur ini meliputi; struktur pekerjaan, ekonomi ganda (dualistic econom¬ics), dan faktor penunjang dan penghambat mobilitas itu sendiri. Kedua, faktor individu, dalam hal ini termasuk didalamnya adalah perbedaan kemampuan, orientasi sikap terhadap mobilitas, dan faktor kemujuran.
5.1. Faktor Struktur
5.1.1. Struktur Pekerjaan
Secara kasar aktivitas ekonomi dibedakan dalam dua sektor, yaitu sektor formal dan sektor informal. Kedua sektor tersebut tentunya memiliki karekteristik yang berbeda, dimana sektor formal memiliki sejumlah kedudukan mulai dari rendah sampai kedudukan yang tinggi; sedang sektor informal lebih banyak memiliki kedudukkan yang rendah dan sedikit berstatus tinggi. Perbedaan aktivitas ekonomi ini jelas akan mempengaruhi tingkat mobilitas masyarakat yang terlibat di dalamnya. Demikian halnya pada masyarakat yang aktivitas ekonominya didominasi oleh sektor pertanian dan penghasilan bahan¬bahan baku (pertambangan, kehutanan) lebih banyak memiliki status kedudukan rendah, dan sedikit kedudukan yang berstatus tinggi, sehingga tingkat mobilitasnya rendah. Tingkat mobilitas pada negara-negara maju, mengalami peningkatan seiring dengan semakin berkembangnya industrialisasi.
5.1.2. Ekonomi Ganda
Dilihat dari sudut ekonomi, suatu masyarakat dapat ditandai atas dasar jiwa sosial (social spirit), bentuk-bentuk organisasi dan teknik-teknik yang mendukungnya. Ketiga unsur itu saling berkaitan dan menentukan ciri khas dari masyarakat yang bersangkutan, maksud¬nya adalah bahwa jiwa sosial, bentuk organisasi dan teknik yang unggul akan menentukan gaya dan wajah masyarakat bersangkutan. Oleh karena itu ketiga unsur ini, dalam kaitan suatu dengan yang lainya dapat disebut sebagai sistem sosial, gaya sosial, atau iklim sosial masyarakat yang bersangkutan. Di negara-negara berkembang ternyata perkembangan ekonomi menimbulkan be¬berapa jenis dualisme, yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi dari keadaan-keadaan ekonomi serta keadaan lainnya daiam suatu sektor tidak mempunyai sifat-sifat seragam, dan sebaliknya dapat dengan tegas dibedakan dalam dua golongan. Pertama adalah kegiatan-kegiatan atau keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur yang bersifat tradisional, dan yang kedua adalah ber¬bagai kegiatan-kegiatan atau keadaan-keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur modern. Dualisme ekonomi itu dapat kita lihat antara sektor pertanian tradisional, yang dicirikan oleh tingkat produktifitas yang rendah dan menyebabkan tingkat pendapatan masyarakat berada pada tingkat yang lazim disebut dengan istilah tingkat pendapatan subsiten. Sedangkan pada sektor ekonomi modern, dicirikan dengan tipe ekonomi pasar, dimana kegiatan masyarakat dalam meproduksi sebagian besar ditujukan untuk pasar. Adanya dualisme ekonomi ini, tentunya akan mempengaruhi terhadap cepat tidaknya mobilitas itu berlangsung dan besar-kecilnya kesempatan untuk melakukan mobilitas.
5.1.3. Penunjang dan Penghambat Mobilitas
Anak-anak yang berasal dan kelas sosial menengah pada umumnya memiliki pengalaman belajar yang lebih menunjang mobilitas naik daripada pengalaman anak-anak kelas sosial rendah. Para sarjana teori konflik berpandangan bahwa ijazah, tes, rekomen¬dasi, “jaringan hubungan antar teman (merupakan jaringan hubun¬gan antara teman-teman dekat dalam suatu jenis profesi atau dunia usaha. Mereka saling tukar-menukar informasi dan rekomendasi menyangkut kesempatan kerja, sehingga menyulitkan bagi orang¬orang luar” untuk dapat menerobosnya), dan diskriminasi terang-¬terangan terhadap kelompok ras maupun kelompok etnik minoritas, serta orang-orang dari kelas sosial rendah. untuk melakukan mobilitas-naik; di lain pihak, faktor penghambat tersebut juga menutup kemungkinan terjadinya mobilitas-menurun bagi kelompok orang dari kelas sosial atas. Di samping faktor penghambat, terdapat pula faktor penunjang mobilitas yang bersifat struktural, sebagai misal adalah adanya undang-undang anti diskrimiasi, munculnya lem¬baga-lembaga latihan kerja baik yang dibiayai oleh pemerintah atau LSM-LSM, merupakan faktor penunjang penting untuk terjadinya mobilitas-naik bagi banyak orang dari status sosial rendah.
5.2. Faktor Individu
5.2.1. Perbedaan Kemamuan
Apakah kemampuan itu? Bagaimana cara mengukurnya? dan Ba¬gaimana kemampuan mendukung terhadap keberhasilan hidup dan mobilitas? Adalah merupakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan semua pihak. Namun demikan, perbedaan kemampuan yang ada pada masing-masing individu merupakan salah satu indikator penting yang menentukan keberhasilan hidup dan tingkat mobilitas.
5.2.2. Perbedaan Perilaku yang Menunjang Mobilitas
Yang dimaksudkan dengan perilaku penunjang mobilitas adalah suatu pandangan atau orientasi sikap individu terhadap mobilitas. Perbedaan orientasi sikap individu terhadap mobilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pendidikan, kesenjangan nilai, kebiasaan kerja, pola penundaan kesenangan, kemampuan “cara ber¬main”; dan pola kesenjangan nilai.
(a) Pendidikan
Pendidikan merupakan tangga mobilitas yang utama. Walaupun kadar penting-tidaknya pendidikan pada semua jenjang pekerjaan tidaklah sama. Untuk jabatan-jabatan karir seperti dokter, guru, ahli hukum, dan sebagainya, peran pendidikan sangatlah menunjang. Tetapi latar belakang pendidikan seseorang mungkin tidak diperlukan untuk kadar-karir sebagai olahragawan, seniman penghibur, dll. Namun yang pasti peran pendidikan disini lebih menenkankan pada upaya untuk mengembangkan kemampuan seseorang untuk menyalurkan dan memanfaatkan informasi sebagaimana yang diperlukan.
(b) Kebiasaan Kerja
Kebiasan kerja seseorang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan dan masa depan seseorang. Meskipun kerja keras tidaklah menjamin terjadinya mobilitas-naik, namun tidaklah banyak orang yang dapat mengalami mobilitas¬naik tanpa kerja keras.
(c) Pola Penundaan Kesenangan
Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian – bersakit-sakit dahulu. bersenang-senang kemudian”. Ini merupakan suatu pepatah yang menggambarkan pola penundaan kesenangan (PPK). Sebagai contoh: orang yang lebih senang menyimpan uangnya untuk ditabung dari pada untuk kesenangan jangka pendek; para siswa, yang lebih tekun membaca buku dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, dari pada bermain kartu atau membuang-buang waktu. ini adalah contoh penerapan pola penundaan kesenangan. Kunci dari pada PPK adalah adanya perencanaan untuk masa depan dan adanya keinginan yang kuat untuk merealisasikan rencana tersebut.
(d) Kemampuan “Cara Bermain”
“Cara bermain” dan atau seni “penampilan diri” mempunyai peran penting dalam mobilitas-naik. Bagaimana menjadi orang yang sangat disenangi dan dapat diterima oleh lingkungannya; bagaimana menjadi orang yang dapat bekerjasama dengan orang lain. Ini semua mungkin merupakan faktor penting yang mempengaruhi kebehasilan penampilan diri secara positif bukanlah berarti meremehkan kemampuan, namun justru melalui penampilan diri merupakan sarana/media yang dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan kemampuan.
(e) Pola Kesenjangan Nilai
Pola kesenjangan nilai merupakan suatu perilaku dimana seseorang mempercayai segenap nilai yang diakui, tetapi tidak melakukan upaya untuk mencapai sasarannya atau mengakui kesalahan pribadi sebagai penyebab kegagalannya dalam mencapai sasaran. Qrang semacam ini bukanlah hipokrit, tetapi mereka hanya tidak menyadari bahwa pola perilakunya tidak searah dengan tujuannya. Sebagai contoh: hampir semua orang tua menginginkan anak-anaknya mempunyai prestasi yang baik di sekolah, tetapi mereka mengabaikan nasihat-nasihat guru dan tidak menekankan agar anak-anaknya belajar dengan baik di rumah.


V.PENUTUP

5.1 Kesimpulan dan saran

A. Mengetahui dasar perkembangan budaya yang berjalan serempak dalam
perkembangan pemasaran.

B.Mengetahui berbagai makna strata,stratifikasi,difrensiasi,dan pemasaran secara umum
dalam konsep sumberdaya yang terangkum luas.









Daftar pustaka :

Drucker, Peter, F. (1982), Pengantar Manajemen, PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Ferdinand, A. (2000), Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen,
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Frederico R. F, Goldsmith H.B. (1998), Linking Work or Life Benefits to
Performance, Volume 30, United States.
Handoko, T. H. (1993), Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Liberty,
Yogyakarta.
Hansen, M. (1994), Management Accounting, 3th ed, South-Western.
Hasibuan.M. (1997), Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Gunung Agung,
Jakarta.
Hasley, George. D. (1994), Bagaimana Memimpin dan Mengawasi Pegawai Anda,Cetakan Ketiga, Rineka Cipta, Jakarta.

.

Rabu, 03 November 2010

BAB 5 DAN SISTEMATIKANYA YANG SUDAH SAYA PERBAHARUI.

BAB 5 DAN SISTEMATIKANYA YANG BARU
BAB V.PENUTUP
5.1 Kesimpulan dan saran
Dengan Memberikan pengetahuan mengenai pentingnya koperasi diindonesia
diharapkan mampu Memberikan pengetahuan bagi masyarakat agar mampu ikut andil dalam berbagai kegiatan koperasi.selain itu juga diharapkan koperasi Memberikan pengetahuan bagi masyarakat jenis – jenis koperasi yang ada diindonesia.
selain itu juga dalam memaknai dasar pentingnya ekonomi dan masyarakat berangkat dari kelangkaan yang ada.pada dasarnya Kelangkahan adalah dasar dari berlakunya ilmu ekonomi dengan sejumlah asumsi,namun yang terpenting adalah bahwa manusia bertindak/bersikap rasional yang sesuai dengan prinsip ekonomi: menggunakan sumber daya yang terbatas untuk menghasilkan output yang maksimum. Prinsip ini memberikan arahan bagi individua atau masyarakat yang rasional tentang cara memilih alternatif terbaik untuk mencapai tujuan tersebut, yakni mendapatkan output maksimum, dan dari sekian banyak alternatif, salah satunya adalah membentuk koperasi.
Walaupun tidak disebutkan secara eksplisit di dalam teori, namun demikian, pengalaman dari NM, koperasi bisa hidup, bahkan berkembang pesat di dalam sistem-sistem ekonomi liberal dan sosialis, maupun ekonomi berdasarkan arus Keynesian.
Kegiatan koperasi sesuai ilmu ekonomi dengan dua alasan utama:
(i) mengingat tujuan utama seseorang menjadi anggota koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraannya, maka motif ekonomi lebih menonjol daripada motif non-ekonomi. Oleh karena itu, dengan sendirinya motif utama mendirikan koperasi adalah ekonomi.
(ii) dasar pemikiran ilmu ekonomi berusaha dengan biaya seminimal mungkin menghasilkan profit sebanyak mungkin. Maka berdasarkan pemikiran ini, koperasi adalah salah satu alternatif berusaha atau salah satu bentuk perusahaan yang harus bersaing dengan bentuk-bentuk perusahaan atau alternatif-alternatif berusaha lainnya. Dan untuk bisa unggul dalam persaingan, koperasi itu harus lebih efisien daripada alternatif-alternatif lainnya.
Ada dua hal yang sangat mempengaruhi kemampuan sebuah koperasi untuk bisa bertahan atau unggul dalam persaingan (terutama jangka panjang) di pasar, yakni: kemampuan menetapkan harga dan struktur pasar. Dua koperasi (atau perusahaan) akan mendapatkan kesempatan yang berbeda untuk survive karena masing-masing berbeda dalam kemampuan menetapkan harga dan struktur pasar yang dihadapi. Namun demikian, ada satu hal yang jelas yakni bahwa dalam bentuk pasar apapun juga, terkecuali monopoli (misalnya persaingan sempurna atau persaingan monopolistik), kemampuan koperasi maupun perusahaan non-koperasi untuk bisa unggul dalam persaingan dalam periode jangka panjang ditentukan oleh kualitas dan efisiensi. Semakin berkembang pesatnya koperasi dan berbagai system yang ada yang saling mendukung satu sama lain semakin mampu koperasi melebarkan sayapnya diperekonomian Negara dan akan mungkin koperasi benar menjadi asset tersembunyi Negara berkembang ataupun maju dalm peningkatan kesejahteraan masyarakatnya dan bahkan bangsa dan Negara.


5.2 Daftar pustaka

Arief, Sritua. 1997. Koperasi Sebagai Organisasi Ekonomi Rakyat, dalam
Pembangunanisme dan Ekonomi Indonesia. Pemberdayaan Rakyat dalam
Arus Globalisasi. CSPM dan Zaman. Jakarta.
Drucker, Peter F. 1988. Inovasi dan Kewiraswastaan, Praktek dan Dasar-Dasar.
Erlangga. Jakarta, dalam Hendar dan Kusnadi. 1999. Ekonomi Koperasi untuk
Perguruan Tinggi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Jakarta.
Haeruman, H. 2000. ”Peningkatan Daya Saing Industri Kecil untuk Mendukung
Program PEL”. Makalah Seminar Peningkatan Daya Saing. Graha Sucofindo.
Jakarta
Hendar dan Kusnadi, 1999. Ekonomi Koperasi untuk Perguruan Tinggi, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Hendrojogi. 1997. Koperasi: Azas-azas, Teori dan Praktek.. RajaGrafindo. Jakarta.
Koperindo.com. http/www.Koperindo.com.
Manurung, 2000. “Perkoperasian Di Indonesia: Masalah, Peluang dan Tantangannya
di Masa Depan”. Economics e-Journal, 28 Januari 2000,
Rozi dan Hendri. 1997. Kapan dan Bilamana Berkoperasi. Unri Press. Riau.
Sitio, Arifin dan Tamba, Halomoan. 2001. Koperasi: Teori dan Praktek. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Subyakto, 1996. “Mutu Layanan dalam Perilaku Organisasi Koperasi”. http://
ln.doubleclick.net.
Widiyanti, Ninik, 1994. Manajemen Koperasi. Rineka Cipta. Jakarta.

BAB 4 DAN SISTEMATIKANYA YANG SUDAH SAYA PERBAHARUI.

BAB 4 DAN SISTEMATIKANYA YANG BARU
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dengan adanya koperasi yang ada diindonesia seperti halnya UKM yang membantu menaikkan peran serta wanita dalam kegiatan perkoperasian agar lebih aktif sumber – sumber daya yang ada sehingga dapat bermanfaat baik bagi anggota ataupun masyarakat luasa,begitupun koperasi umum dan credit union yang mampu memberikan prospek peningkatan kesejahteraan yang menjanjikan bagi para anggotanya.
Dan saat ini kesemua koperasi dan programnya tersebut dapat membantu masyarakat mengembangkan usaha yang ada,menjadi suatu usaha yang berprospek baik bagi keseluruhan masyarakat yang ada agar dapat ikut serta meningkatkan taraf perkembangan perekonomian bangsa dan Negara dan kehidupan mereka tentunya.

BAB 3 DAN SISTEMATIKANYA YANG SUDAH SAYA PERBAHARUI.

BAB 3 DAN SISTEMATIKANYA YANG BARU
BAB III KAJIAN METODELOGI

3.2. Metode Penelitian dan Analisis Data

3.2.1. Metode Studi
Studi ini menggunakan metoda survey, namun berbeda dengan
penelitian konvensional, metodologi studi koperasi pada umumnya
dan penelitian yang perspektif koperasi pada khususnya merupakan
penelitian aksi participatory.
sebagai berikut:
a). Perubahan Obyek Menjadi Subjek Penelitian,
b).Topik penelitian, harus berawal dari isu actual yang ditemukan di
lapangan (grounded research),
c).Alur Penelitian dari Bawah ke Atas,
d) Penelitian kualitatif, akomodatif antara peneliti dan responden yang
diteliti, untuk bekerja sama, saling menghormati, saling bergantung
dan saling membantu. Metode yang banyak dikembangkan adalah
observasi partisipasi,
e).Tehnik pengumpulan data primer dengan pengamatan dan diskusi.

3.2.2. Penetapan Sampel dan Responden
Penetapan kelompok secara sengaja (purposive sampling
method

3.2.3. Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilaksanakan dengan cara tabulasi dan analisa data
dilakukan secara diskriftif reflektif

III. METODE PENELITIAN LANJUT

3.1. Lokasi
Studi ini dilaksanakan di lima propinsi yaitu : Sumatera Barat, Jawa Barat,
Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat.
Selain itu juga Penelitian dilakukan dengan menggunakan model analisa deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Analisa deskriptif berusaha menggambarkan model hubungan antara berbagai variabel dengan memberikan penafsiran ilmiah dan analisis yang logis atas hubungan antarfaktor.
Credit union dinyatakan berhasil bila memenuhi enam variable yang meningkat setiap tahun, yaitu; SHU, Partisipasi anggota, Pendidikan Pengurus, Kepemimpinan Pengurus, Administrasi danManajemen, Pemberdayaan masarakat.
Populasi penelitian adalah seluruh anggota koperasi Credit union yang berjumlah 204 orang. Sedangkan sampel diambil lima puluh persen dari jumlah anggota yang meminjam kepada koperasi Credit union yaitu 40 orang. Dari sampel yang ada, dipilih informan yang mempunyai pengetahuan secara mendalam tentang masalah yang diteliti sebanyak 5 orang. Teknik pengumpulan data adalah kuesioner dan wawancara. yang meliputi faktor-faktor mempengaruhi keberhasilan Credit union, sedangkan lokasi penelitian adalah koperasi Credit union Partisipasi Sukamakmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.
Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan koperasi Credit
union, digunakan data kuantitatif memakai analisis tabulasi frekuensi dan persentase. Untuk data kualitatif digunakan teknik analisis reduksi data, dengan pengategorian data yang mempunyai makna untuk menarik kesimpulan dalam mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah penelitian. Sampel dalam penelitian adalah anggota
koperasi Partisipasi Sukamakmur yang berjumlah 40 orang dengan komposisi sebagai berikut: Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin;
1. Responden laki-laki berjumlah 19 orang
(47,5%).
2. Responden perempuan berjumlah 21 orang
(52,5%).
Komposisi responden berdasarkan usia;
1. Responden berusia 27-33 tahun berjumlah 14
orang (35%).
2. Responden berusia 34-40 tahun berjumlah 9
orang (22,5%).
3. Responden berusia 41-47 tahun berjumlah 12
orang (30%).
4. Responden berusia 48-54 tahun berjumlah 5
orang (12,5%).
Komposisi responden berdasarkan tingkat
pendidikan;
1. Tingkat pendidikan SD berjumlah 1 orang
responden (2,5%).
2. Tingkat pendidikan SLTP berjumlah 2 orang
responden (5%).
3. Tingkat pendidikan SLTA berjumlah 17
orang responden (42,5%).
4. Tingkat pendidikan DIII berjumlah 6 orang
responden (15%).
5. Tingkat pendidikan S-1 berjumlah 14 orang
responden (35%).
Komposisi responden berdasarkan penggunaan
pinjaman;
1. Untuk keperluan pertanian berjumlah 5 orang
responden (12,5%).
2. Untuk keperluan konsumsi dan kesejahteraan
berjumlah 20 orang responden (50%).
3. Untuk keperluan peternakan berjumlah 10
responden (25).
4. Untuk keperluan berdagang berjumlah 5
orang responden (12,5%).
Komposisi responden berdasarkan jumlah
pinjaman;
1. Rp 1.000.000,- hingga Rp 2.400.000,-
berjumlah 6 orang responden (15%).
2. Rp 2.500.000,- hingga Rp 4.400.000,-
berjumlah 12 orang responden (30%).
3. Rp 4.500.000,- hingga Rp 6.400.000,-
berjumlah 17 orang responden (42,5%).
4. Rp 6.500.000,- hingga Rp 10.000.000,-
berjumlah 3 orang responden (7,5%).
5. Rp 11.000.000,- hingga Rp 20.000.000,-
berjumlah 2 orang responden (5%).
dari perhitungan yang ada diharapkan penerapan koperasi baik UKM,koperasi umum dan koperasi atas dasar credit union(KUD) mampu menciptakan kesejahteraan yang merata baik para anggotanya.

BAB 2 DAN SISTEMATIKANYA YANG SUDAH SAY PERBAHARUI.

BAB 2 DAN SISTEMATIKANYA YANG BARU
II. LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Koperasi

Menurut Undang-undang No. 25/1992, koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat
yang berdasarkan asas kekeluargaan (Sitio dan Tamba, 2001). Koperasi sebagai
organisasi ekonomi yang berwatak sosial sebagai usaha bersama berdasar asas-asas
kekeluargaan dan gotong royong (Widiyanti, 94). Ropke menyatakan makna koperasi
dipandang dari sudut organisasi ekonomi adalah suatu organisasi bisnis yang para
pemilik/anggotanya adalah juga pelanggan utama perusahaan tersebut. Kriteria
identitas koperasi akan merupakan dalil/prinsip identitas yang membedakan unit usaha
koperasi dari unit usaha lainnya (Hendar dan Kusnadi, 1999).
Elemen yang terkandung dalam koperasi menurut International Labour
Organization (Sitio dan Tamba, 2001) adalah:
a. perkumpulan orang-orang,
b. penggabungan orang-orang tersebut berdasarkan kesukarelaan,
c. terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai,
d. koperasi yang dibentuk adalah suatu organisasi bisnis (badan usaha) yang
diawasi dan dikendalikan secara demokratis,
e. terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan,
f. anggota koperasi menerima resiko dan manfaat secara seimbang.

Prinsip-Prinsip Koperasi
Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.
Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian
yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi. Perkoperasian di
Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945, dan bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan
perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan
makmur (Koperindo.com, 2001 )
Prinsip-prinsip atau sendi-sendi dasar Koperasi menurut UU No. 12 tahun 1967,
adalah sebagai berikut.
a.Sifat keanggotaannya sukarela dan terbuka untuk setiap warg negara Indonesia
b.Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pencerminan demokrasi
dalam koperasi
c.Pembagian SHU diatur menurut jasa masing-masing anggota
d.Adanya pembatasan bunga atas modal
e.Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masya rakat pada
umumnya
f.Usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka
g.Swadaya, swakarta, dan swasembada sebagai pencerminan prinsip dasar percaya
pada diri sendiri
Menurut UU No. 25 Tahun 1992, prinsip-prinsip koperasi adalah sebagai
berikut:
Prinsip-prinsip koperasi adalah:
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya
jasa usaha masing-masing anggota.
d. Pemberian balas jasa tidak terkait dengan besarnya setoran modal.
e. Kemandirian
f. Pendidikan koperasi
Salah satu lembaga yang sesuai dengan pembangunan masyarakat pedesaan dalam upaya
pemberdayaan ekonomi rakyat adalah koperasi. Hal ini dikarenakan koperasi memiliki prinsip gotong royong, rasa kebersamaan dan rasa kekeluargaan. Organisasi koperasi yang diperlukan masyarakat adalah koperasi yang jujur dan dinamis sehingga potensi anggota dalam menghimpun dana dapat terwujud (Badaruddin dkk, 2005).
Pembangunan koperasi identik dengan mengatasi kemiskinan. Menurut Bung Hatta,
koperasi yang berazaskan pasal 33 UUD 1945 merupakan satu-satunya jalan untuk
mendekatkan jurang perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin (Mubyarto 2003:10).
Secara makro dapat dilihat peranan koperasi yang semakin melembaga dalam
perekonomian, antara lain; meningkatnya manfaat koperasi bagi masyarakat dan
lingkungan, pemahaman yang lebih mendalam terhadap azas, sendi serta tata kerja koperasi; meningkatnya produksi, pendapatan dan kesejahteraan; meningkatnya pemerataan dan keadilan; meningkatnya kesempatan kerja. Semua ini mengakibatkan pertumbuhan struktural dalam perekonomian nasional yang tergantung pada Co-operative Growth, Cooperative Share dan Co-operative Effect yang melibatkan, memberdayakan segenap lapisan masyarakat, sehingga dapat mengatasi kemiskinan (Sukamdiyo, 1996). Credit union diperuntukkan bagi setiap orang yang mau menciptakan asset dengan cara
menabung dengan harapan hari esok akan lebih sejahtera. Konsep credit union sangat berbeda dengan, koperasi kredit, kartu kredit, mobil kredit, rumah kredit, dan barang-barang kredit lainnya. Barang-barang tersebut dilunasi secara perlahan-lahan tanpa memiliki nilai tabungan didalamnya. Setelah lunas, selesai sudah kreditnya dan orang yang mempunyai kredit tersebut tidak punya asset atau modal. Sedangkan dalam credit union, nilai kredit tersebut justru menjadi aset dan menjadi modal yang disebut
saham (Ngo. A. Petrus, 2004). Credit union partisipasi Sukamakmur
merupakan koperasi simpan pinjam yang memiliki program pendidikan, pembinaan
kualitas sumber daya manusia, dan kesejahteraan. Setiap anggotanya adalah pilar-pilar yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan credit uniuon. Partisipasi anggota diukur dari kesediaan anggota melaksanakan kewajiban dan melaksanakan hak anggota secara bertanggung jawab (Widiyanti N,2002). Credit Union Partisipasi sukamakmur
berdiri 10 Februari 1994, jumlah anggota Desember 2004 sebanyak 204 orang, jumlah
simpanan Rp 282.651.425, jumlah pinjaman Rp 410.512.200, jumlah asset Rp 524.052.998.
Apabila keberhasilan credit union terlihat berdasarkan perkembangan jumlah unit,
partisipasi (jumlah anggota), penggunaan pinjaman produktif, besarnya asset, dan besarnya sisa hasil usaha, maka credit union partisipasi Sukamakmur ini dapat dikatakan cukup berhasil. Perkembangan Koperasi credit union di pedesaan sebagai lembaga ekonomi rakyat merupakan upaya pembangunan yang positif bagi masyarakat pedesaan. Dengan kata lain koperasi dipandang memiliki arti yang strategis pada masa
yang akan datang (Mubyarto, 2003). Sesuai dengan latar belakang tersebut maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah ”Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi
keberhasilan koperasi credit union partisipasi Suka Makmur dalam pemberdayaan
masyarakat?”.
GBHN 1999 antara lain mengamanatkan perlunya meningkatkan kedudukan dan
peranan perempuan dalam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui
kebijakan nasional untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam
berbagai bidang pembangunan baik di pusat maupun di daerah. Sejalan dengan
amanat GBHN di atas perlu dilakukan peningkatan peran wanita dalam
pengembangan UKMK khususnya dan perekonomian Indonesia pada umumnya.
Untuk itu perlu dilakukan kajian peran serta dan kemampuan wanita dalam
pengembangan usaha kecil, menengah, dan koperasi. Untuk mengetahui peran
serta dan kemampuan wanita dalam pengembangan UKMK dapat dibedakan
menjadi :
1) wanita sebagai pelaku UKMK,
2) wanita sebagai pengelola UKMK,dan
3) wanita sebagai pembina, pendamping, dan motivator, yang mana dalam
peran tersebut diperlukan pengetahuan, kemampuan, dan kompetensi
kewirausahaan.
Istilah wiraswasta sebelumnya lebih sering dipakai darpada wirausaha sebagai
padanan kata intrepreneur , berasal dari wira berarti utama, gagah, luhur, berani,
teladan, atau pejuang , dan swa berarti sendiri dan ta berarti berdiri, sehingga
swasta berarti berdiri diatas kaki sendiri atau berdiri atas kemampuan sendiri.
Dengan demikian wiraswasta/wirausaha berarti pejuang yang gagah, luhur, berani
dan paantas menjadi teladan dalam bidang usaha. Dengan kata lain wirausaha
adalah orang-orang yang memiliki sifat/jiwa kewirausahaan/kewiraswastaan,
yaitu berani mengambil resiko, keutamaan, kreativitas, keteladanan dalam
menangani usaha dengan berpijak pada kemauan dan kemampuan sendiri.
Keterlibatan wanita Indonesia dalam kegiatan ekonomi sebagai wirausaha telah
ada sejak zaman ke zaman, sejak dulu wanita telah terjun dalam dunia
perdagangan, misalnya wanita-wanita di Solo telah membantu ekonomi keluarga,
bahkan sebagai tulang punggung ekonomi keluarga dari usaha batik yang mereka
kelola. Demikian halnya di Palembang, Padang, Lampung, dan Ujung Pandang,
wanita-wanita sukses mengelola industri rumah tangga berupa kain songket.
Lyle M. Spencer dan Signe Spencer dalam bukunya .Competence at work : Models
for Superior Performance 1993. disebutkan : Kompetensi dapat didefinisikan
sebagai karakter mendasar dari seseorang yang menyebabkan seseorang
sanggup menunjukkan kinerja yang efektif atau superior di dalam suatu pekerjaan
atau karakter yang memberikan kontribusi terhadap kinerja menonjol dalam suatu
pekerjaan. Berarti kompetensi merupakan factor-faktor mendasar yang dimiliki
seorang Best/ Superior Performance (berprestasi secara menonjol) yang
membuatnya berbeda dengan Average Performance (berprestasi secara rata-rata
atau biasa-biasa saja). Kompetensi mempunyai cakupan yang jauh lebih
komprehensif yang terdiri dari keterampilan, motif, sifat, citra diri, peran social,
pengetahuan.
Dalam studi ini, untuk mengidentifikasi kompetensi wanita pelaku usaha koperasi
dan UKM, dilihat performance personal pengurus koperasi/pemilik usaha dari aspek
alasan berkiprah di koperasi-UKM, pemanfaatan teknologi, pemikirannya terhadap
diversifikasi usaha, hubungan kerja dengan anak buah dan mitra usaha guna
melihat motif, pengetahuan, ketrampilan, inter personal, dan peran sosial. Aspek
kepemimpinan (sistem pengambilan keputusan, hubungan kerja dengan bawahan/
sejawat), melihat citra diri yang terdiri dari aspek kejujuran dan tanggung jawab,
keterbukaan, kepedulian, respek, dan disiplin. Serta sifat-sifat/ kompetensi yang
seharusnya dimiliki oleh seorang pelaku usaha atau pimpinan yaitu : ulet, berani,
kreatif, proaktif dalam mengantisipasi perubahan, berjiwa besar, berpikir positif,
percaya diri, tegar, introvert atau ekstrovet.
Untuk melihat hasil usahanya dilihat dari kinerja koperasi /UKM, baik kinerja
kelembagaan maupun usahanya. Dengan menganggap faktor luar tidak
berpengaruh, maka bila pelaku usaha memiliki kompetensi usaha maka kinerja
usahanya akan baik. Untuk mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat
dicari faktor-faktor dominan atau kelebihan-kelebihan yang kebanyakan dimiliki
wanita yang menyebabkan wanita berhasil, dan diidentifikasi kelemahan-kelemahan
yang dimiliki wanita yang biasanya akan menjadi penghambat keberhasilannya,
serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam mengelola usaha. Untuk
peningkatan kemampuan wanita diidentifikasi kebutuh peningkatan pengetahuan
dan ketrampilannya.
Dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi. Ketiga pilar ekonomi tersebut mempunyai peranan yang masing-masing sangat spesifik sesuai dengan kapasitasnya. Sayangnya, seperti yang diungkapkan oleh Widiyanto (1998), dari ketiga pilar itu, koperasi, walau sering disebut sebagai soko guru perekonomian, secara umum merupakan pilar ekonomi yang "jalannya paling terseok" dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS.
Padahal koperasi selama ini sudah didukung oleh pemerintah (bahkan berlebihan) sesuai kedudukan istimewa dari koperasi di dalam sistem perekonomian Indonesia. Sebagai soko guru perekonomian, ide dasar pembentukan koperasi sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering disebut sebagai perumus pasal tersebut.26
Kata azas kekeluargaan ini, walau bisa diperdebatkan, sering dikaitkan dengan koperasi sebab azas pelaksanaan usaha koperasi adalah juga kekeluargaan. Untuk lebih menata organisasi koperasi, pada tahun 1967 pemerintah Indonesia (Presiden dan DPR) mengeluarkan UU no. 12 dan pada tahun 1992 UU tersebut direvisi menjadi UU no. 25. Di banding UU no.12, UU no 25 lebih komprehensif tetapi juga lebih berorientasi ke pemahaman "kapitalis". Ini disebabkan UU baru itu sesungguhnya memberi peluang koperasi untuk bertindak sebagai sebuah perusahaan yang memaksimalisasikan keuntungan (Widiyanto, 1998).

BAB 1 DAN SISTEMATIKA YANG TELAH SAYA PERBAHARUI.

BAB 1 BESERTA SISTEMATIKANYA YANG BARU :
Sistematika data jurnal tulisan saya mengenai Dasar perkoperasian

JURNAL MENGENAI DASAR PERKEMBANGAN PERKOPERASIAN.

BAB I PENDAHULUAN
• Latar belakang masalah
• Rumusan maslah
• Tujuan penelitian
• Manfaat penelitian



BAB II. LANDASAN TEORI
• Pembahasan isi secara keseluruhan mengenai
• Pengunaan hipotesis
• Penjabaran definisi – definisi utama

BAB III METODE PENELITIAN
• Jenis dan sumber data
• Metode pengumpulan data
• Teknis analisa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
• Deskiptif data tentang koperasi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAGIAN AKHIR :
• Kesimpulan dan saran
• Daftar pustaka



JURNAL TULISAN SAYA MENGENAI DASAR PERKEMBANGAN PERKOPERASIAN YANG BARU.

BAB I PENDAHULUAN.

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Pada dasarnya koperasi adalah sebuah lembaga yang tak terlalu diperhitungkan karna hanya bersekala kecil dan tak terlalu dimengerti luas sistematis kinerjanya,koperasi juga bukan berasal secara utuh dari Indonesia melainkan berkembang pertama diinggris guna membantu para buruh dan petani agar mampu menghadapi masalah ekonomi yang mungkin akan mereka hadapi dan pada abad ke20 lah koperasi mulai ada dan berkembang diindonesia.
Koperasi dan anggotanya harus memiliki identitas yang mampu membedakan pola usaha dan kinerja para anggota menurut hopke dan kusnadi.
Selain itu juga menurut peneliti koperasi adalah sarana pendidikan guna meningkatkan peran serta masyarakat dalakm KUD dan berbagai koperasi yang tersebar diindonesia dan terbukti koperasi sebagai contoh KUD mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sampai 91,55%.
Jadi, dalam kata lain, di Indonesia, setelah lebih dari 50 tahun keberadaannya, lembaga yang namanya koperasi yang diharapkan menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional dan juga lembaga gerakan ekonomi rakyat ternyata tidak berkembang baik seperti di negara-negara maju (NM). Oleh karena itu tidak heran kenapa peran koperasi di dalam perekonomian Indonesia masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya.
bahwa Koperasi kredit memiliki peranan dalam meningkatkan kegiatan usaha masyarakat
pedesaan, usaha pertanian, usaha dagang, dan jasa.
Sehingga,lambat laun,koperasi berkembang sedemikian pesatnya sehingga mampu menjadi primadona yang membanggakan bagi bangsa dan Negara dan mampu memberikan andil yang cukup besar bagi dunia perekonomiam diindonesia,sehingga pantasalah jikalau kopersi menjadi salah satu tulang pungguang andalan bagi kemajuan Negara kesatuan republic Indonesia.


1.2 RUMUSAN MASALAH

#Apa sajakah makna dari koperasi itu sendiri?

#Apa saja jenis koperasi yang ada di Indonesia?

#Manfaat apa saj ayang dapat dirasakan dari kegiatan berkopersai?

#bagaimana perkembangan koperasi di Indonesia hingga saat ini dan bagaimana prospek
ke depannya di dalam perubahan ekonomi dari ekonomi tradisional ke ekonomi
modern?

#Kemungkinan dampak apa yang akan terjadi terhadap perkembangan koperasi di
Indonesia dari globalisasi dan perdagangan bebas dunia?

#Pelajaran apa yang bisa diambil terutama dalam strategi dari koperasi-koperasi yang
berhasil, khususnya di NM?

#Bagaimana rumusan rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam
lingkungan ekonomi yang berubah?

#Apakah dalam menjalankan peran sertanya dalam perkoperasian wanita dalam kegiatan
UKM mempunyai semangat kerja yang tinggi?

#Apa saja kegiatan yang dipelajari dalam UKM yang ada dalam menerapkan peran serta
wanita didalamnya?

1.3 TUJUAN PENELITIAN
• Memberikan pengetahuan bagi masyarakat agar mampu ikut andil dalam berbagai kegiatan koperasi.

• Memberikan pengetahuan bagi masyarakat jenis – jenis koperasi yang ada diindonesia.

* mengetahui strategi yang dilakukan oleh koperasi-koperasi yang berhasil di NM dan di
Indonesia.

* menyusun rekomendasi tentang pendekatan pemberdayaan koperasi dalam lingkungan
yang berubah terkait dengan modernisasi ekonomi.

• Mengnalisis kemampuan dan peranserta wanita dalam mengembangkan
UKMK dalam program yang dijalankan.

• Mengidentifikasi factor pendorong dan penghambat peranserta pihak yang bersangkutan
dalam pengembangan UKMK.

*Dengan adanya credit union dapat mengoptimalisasi taraf ekonominya para angotanya.


MANFAAT PENELITIAN
Dengan adanya kegiatan penelitian ini diharapkan :

• Meningkatikan kesadaran akan pentignya koperasi bagi kelangsungan dan kemajuan
perekonomian Negara kesatuan republic Indonesia.

* mengetahui prospek perkembangan koperasi di Indonesia dalam era modernisasi
ekonomi nasional dibawah pengaruh kuat dari globalisasi dan liberalisasi perdagangan
dunia.

• Memperoleh alternative peningkatan kemampuan dan peranserta wanita
dalam pengembangan UKMK yang diharapkan banyak memberikan dampak
positif bagi kehidupan bermasyarakat.

• Memberikan pengetahuan mengenai pentingnya koperasi diindonesia.