Sabtu, 26 Februari 2011

Tugas komputerisasi bank dan lembaga keuangan ke 1

Tema : Alur Perputaran Uang DiBank Dunia

Struktur :

BAB .1.PENDAHULUAN
• Latar belakang masalah
• Rumusan masalah
• Manfaat penelitian
• Tujuan penelitian dan Manfaat penelitian

BAB.2.LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN
• Pembahasan isi secara keseluruhan

BAB.3.METODE PENELITIAN
• Tekhnik Analisis dari sumber buku maupun media elektronik

BAB.4.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
• Deskriptif data mengenai alur preputaran uang di bank dunia

BAB.5.KESIMPULAN DAN SARAN
BAGIAN AKHIR :
• Kesimpulan dan saran atas data yang ada
• Daftar pustaka








Segelintir orang kaya dapat diartikan sebagai i1
Bank dapat diartikan sebagai i2
Masyarakat miskin dapat diartikan sebagai i3


Asuransi 1 = @
Asuransi 2 = $
Asuransi Pusat = %
BEJ = *
Perusahaan Hasil kembangan saham i1 =&
Perusahaan baru hasil laba kembangan saham i1 = (












BAB.1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Pada dasarnya peranan Bank sangatlah penting dan berpengaruh besar terhadap segala kegiatan perekonomian di seluruh belahan dunia,baik digunakan sebagai sarana penyimpan dan penghimpun dana dari masyarakat,bank juga berguuna sebagai pemberi pinjaman uang atau dana bagi masyarakat.
Dengan adanya tulisan berikut ini diharapkan agar masyarakat dapat mengetahui secara jelas peran penting bank bagi kelangsungan aspek – aspek penting didunia sebagai berikut ini..
1.2 RUMUSAN MASALAH
• Apa itu bank ?
• Bekerjasama dengan siapa saja bank dunia?
• Apa yang Terjadi bila pihak peminjam dana bank tidak mampu membayar utang pada bank?
• Apa manfaat yang dapat diambil dari kerjasama dengan pihak bank?
• Apa pengertian saham ?
• Apa saja bentuk keuntungan dari kegiatan jual beli saham?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
• Mengetahui apa itu pengertian dari bank.
• Mampu membantu masyarakat untuk mengetahui kerjasama apa saja dan dengan siapa kerjasama itu dapat terjalin
• Membantu masyarakat mengetahui apa saja hal yang dapat dilakukan guna menghindari hal terburuk dari kegiatan pemberian pinjaman.
• Mengetahui dengan jelas apa manfaat bekerjasama dengan pihak bank.
• Mengetahui makna saham.
• Mengetahui apa saja keuntungan yang dapat diperoleh dari kegiatan jual beli saham.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Pada dasarnya bank memiliki banyak manfaat dan keunggulan dalam melaksanakan kegiatannya,dengan adanya penulisan berikut diharapkan masyarakat dapat mengetahui :
• Arus perputaran uang dunia.
• Mengetahui apakah dengan saham yang dimilki masyarakat kaya,dapat tercipta keuntungan yang sepadan dengan dana pembelian saham sebelumnya.



BAB.2. LANDASAN TEORI
Bank adalah sebuah lembaga masyarakat yang mempunyai peranan sebagaisarana penghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat melalui program kredit.
Asuransi adalah Pihak pemberi sarana pertanggung jawban bagi pihak – pihak yang memerlukan perilindungan dari kemungkinan kerugian.
Premi adalah sejumlah uang yang harus dibayar bagi semua piha peminta jasa asuransi yang biasa dibayar periodic sesuai ketentuan yang telah ditetapkan bersama.
Reasuransi adalah Pengikatan kerjasama yang dilakukan untuk mkenanggulangi kemungkinan kerugian yang akan dialami oleh berbagai pihak asuransi terhadap kemungkinan tidak mampunya membayar atau membeck-up kerugian yang akan atau terjadi selama pertanggungan
Saham adalah surat bukti kepemilikan uang atau sejumlah dana.
Capital gain adalah keuntungan yang dapat diperoleh dari penjualan atau perputaran saham.
Obligasi adalaha surat bukti utang.
Deviden adalah keuntungan yang diperoleh dari perputtaran saham di lalu lintas Bursa Efek.
BAB.3. METODE PENELITIAN
• Teknik analisa data langsung dari media elektronik maupun non elektronik
BAB.4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada kehidupan terdapat tingakatan strata,antara strata minoritas pihak yang memiliki uang berlebih(Pihak kaya),strata rendah yang berisi masyarakat miskin atau biasa dapat disebut mayoritas rakyat kecil,dan pihak penengah yang disebut dengan Pihak Bank.
Pada dasarnya pihak yang memiliki uang berlebih akan mampu menabungkan uangnya dibank guna memperoleh bunga dari setiap kali uang atau dan yang ditabungkannya dibank,sedangkan pada hakikatnya pihak miskin atau yang disebut dengan mayoritas masyarakat rendah,akan berusaha memiliki uang guna mencukuppi kehidupannya sehari – hari karna kita tahu pada dasaranya ada tiga alas an seorang masyarakat memegang uang L
1. Motif transaksi,adalah salah satu motif masyarakat memegang uangnya sendiri dan bukan menyimpan uangnya dibank agar mampu secara langsung membelanjakan uangnya tersebut untuk kepentingan makan sehari – hari.
2. Motif berjaga – jaga,adalah salah satu alasan masyarakat memegang uangnya sendiri,ialah guna berjaga – jaga dengan berbagai kemungkinan yang tidak terduga,seperti : sakit,dll.,dan
3. Motif spekulasi,adalah motif yang biasa berlangsung atau terjadi dipihak yang memiliki kuang berlebih dan pada dasarnya dana atu uang tersebut dijadikan alat untuk membeli saham dipasar saham,guna memperoleh pemasukan dan keuntungan berlebih
Namun disaat tertentu,pihak yang meminjam uang pada bank,terutama pihak yang memiliki keadaan kekurangan uang atau dapat kita katakana sebagai pihak mayoritas masyarakat rendah,mereka dapat mengalami kegiatan yang dinamakan bangkrut atau kolefs,atau keadaan tidak mampu membayar dana yang dipinjamnya dibank,untuk menghindari hal tersebut maka bank mengambil tindakan dengan menggaet pahak yang dinamakan Asuransi,karna pada dasarnya Asuransi adalah :Pihak penyedia layanan pertanggungan jawaban terhadap kemungkinan – kemungkinan yang tidak dapat terprediksi,namun akan sangat berpengaruh bagi si pihak peminta asuransi,sehingga dengan adanya pihak asuransi ini maka kejadian – kejadian yang tidak dapat terprediksi tersebut dapat lebih mudah ditanggani oleh pihak bankn melalui pihak Asuransi.
Tapi tanpa terduga,pihak – pihak seperti Asuransi juga memiliki kelemahan dana,sehingga untuk menghindari hal tersebut,asuransi – asureansi yang ada bekerjasama bersama untuk membantu penyelesaian kerugian yang mungkin akan dialami oleh pihak peminta layana asuransi,sehingga dengan bersama – sama melakukan kerjasama dari satu asuransi ke asuransi lainnya sampai dengan asuransi pusat diharapkan masalah pertanggung jawaban dana pihak peminta jasa asuransi dapat sedikit tertolong,namun untuk menghindari kerugian,pihak asuransi biasanya memberlakukan premi yang harus dibayar bank yang biasanya besar dan jumlahnya tergantung dari dana yang dipinjam pihak peminjam uang dalam hal ini dapat dikatakan pihak mayoritas masyarakat rendah.
Selain dari premi,asauransi biasanya melakukan peminjaman dana kepada pihak BEJ(Bursa Efek Jakarta) yang dapat berbentuk Obligasi atau surat pengakuan atas utang,yang diharapkan mampu menambal kerugian atau kekurangan dana yang mungkin akan dialami oleh pihak asuransi.
Bagi pihak yang memiliki uang berlebih,biasanya memiliki pandangan untuk bagaimana memanfaatkan uang tersebut sehinnga menjadi dana yang sewaktu – waktu akan mampu memberikan keuntungan bagi si pemilik dana,dengan adanya pendapat tersebut,maka terbentuklah sebuah sarana atau alat yang disebut saham,atau dapat bermakna surat bukti kepemilikan,baik berupa dana uang atau dalam bentuk perusahaan.
Saham yang dimiliki oleh pihak kaya yang cenderung minoritas tersebut dapat bermakna capital gain apabila saham yang disimpan dan diputar di lintasan arus uang BEJ tersebut dapat memberikan keuntungan yang lebih dari uang pembelian saham sebelumnya oleh pihak pemilik uang(kaum kaya yang bersifat minoritas).
Bank bank yang memiliki kelebihan dana laba dari kegiatan usahanya juga dapat memperoleh pemasukan lain selain dari dana pinjaman masyarakat,yaitu dengan membeli perusahaan yang ada dan dikembangkan sesuai dengan keperluan yang paling bermanfaat bagi masyarakat seperti sebagai penyedia sarana transportasi ataupun otlet – otlet makanan,karna pada dasarnya pihak kaya akan mempunyai pola fikir lain yaitu memanfaatkan kelebihan dananya untuk membeli perusahaan lain guna dikembangkan untuk memperoleh dan sesuai kebutuhannya.
BAB.5. KESIMPULAN DAN SARAN
Pada dasarnya dengan adanya kerangka tuisan ini akan mampu member sedikt pengetahuan bagi masyarakat agar :
• Mengetahui apa itu pengertian dari bank.
• Mampu membantu masyarakat untuk mengetahui kerjasama apa saja dan dengan siapa kerjasama itu dapat terjalin
• Membantu masyarakat mengetahui apa saja hal yang dapat dilakukan guna menghindari hal terburuk dari kegiatan pemberian pinjaman.
• Mengetahui dengan jelas apa manfaat bekerjasama dengan pihak bank.
• Mengetahui makna saham.
• Mengetahui apa saja keuntungan yang dapat diperoleh dari kegiatan jual beli saham.
Daftar Pustaka :
• Kuncoro Mudrajad, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogya. 1996. BPFE Yogya.
• Manajemen Keuangan Internasional. (Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global) Edisi 2.
• Nopirin, PhD. Ekonomi Moneter, penerbit BPFE Yogyakarta, 1987.
• Sjahrir, Analisis Ekonomi Indonesia, penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991.

Kamis, 24 Februari 2011

Tulisan softskill Bahasa indonesia 2

ARTIKEL.
Pengenalan Keselamatan Di Tempat Kerja
Pengertian Kesehatan Kerja
Sebelum memasukki aspek etik dan hukum kesehatan kerja, harus dipahami terlebih dahulu tentang pengertian kesehatan kerja.
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta praktiknya yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik phisik, menthal, maupun sosial, dengan usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan keija, serta penyakit umum.
Beberapa aspek keselamatan kerja
Sebagaimana biasa dilakukan, di sini kita pun membahas keselamatan dan kesehatan kerja bersama-sama. Tetapi walaupun pasti ada hubungan erat antara kesehatan kerja dan keselamatan kerja, ada alasan juga untuk membedakan dua masalah itu. Keselamatan kerja bisa terwujud bilamana tempat kerja itu aman. Dan tempat kerja adalah aman, kalau bebas dari risiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati. Kesehatan kerja dapat direalisasikan karena tempat kerja dalam kondisi sehat.Tempat kerja bisa dianggap sehat, kalau bebas dari risiko terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit (occupational diseases) sebagai akibat kondisi kurang baik di tempat kerja.
Di seluruh dunia terjadi banyak kecelakaan di tempat kerja. Tidak dapat diragukan, hal itu merupakan akibat langsung dari cara berproduksi yang disebut industri dan penggunaan teknologi canggih. Dari Amerika Serikat dilaporkan bahwa 7 juta lebih pekerja dari angkatan kerja 80 juta orang setiap tahun mengalami penyakit dan cedera yang disebabkan karena pekerjaannya dan beberapa juta di antaranya mengakibatkan orang bersangkutan tidak bisa bekerja lagi atau malah mati. Menurut National Institute of Occupational Safety and Health, di Amerika Serikat setiap hari rata-rata 32 orang tewas di tempat kerja dan 5500 orang mengalami cedera yang mengakibatkan mereka tidak bisa bekerja. Biaya finansial diperkirakan 48 milyar dollar setiap tahun untuk kompensasi para korban dan jauh lebih banyak lagi untuk pembayaran jaminan sosial dan perawatan medis. Mau tidak mau, hal itu akan tercermin dalam harga yang lebih tinggi untuk banyak produk dan jasa.(12) Di negara kecil seperti Belgia setiap tahun kira-kira 175 orang mati karena kecelakaan kerja dan lebih dari 165.000 pekerja terluka di tempat kerja.” Di Indonesia masalah keselamatan dan kesehatan kerja dikenal sebagai K3 dan banyak perusahaan mempunyai Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Data-data lengkap tidak ditemukan, tetapi dapat diperkirakan bahwa persentase kecelakaan kerja di Indonesia juga banyak, pasti tidak kurang dibandingkan dengan negaranegara maju. Dalam surat kabar kadang-kadang dilaporkan kejadian. Beberapa tahun lalu dapat dibaca bahwa pembangunan sebuah mal besar di Jakarta sudah menelan 19 korban jiwa, pada saat pembangunannya belum selesai. Tentang pulau Batam pernah dilaporkan bahwa selama 1996 terjadi 921 kasus kecelakaan pada 1126 perusahaan yang tercatat di sana (Kompas 6-1-1997).
Ada aneka macam kecelakaan kerja. Yang minta banyak korban adalah kecelakaan industri di pabrik-pabrik atau tempat industri lain: tangki meledak, pekerja kena mesin, gang pertambangan ambruk, perusakan mata bagi montir las, dan banyak lain lagi. Sering terjadi kecelakaan yang sebetulnya tidak perlu terjadi, jika peraturan keselamatan diterapkan dengan konsekuen, seperti pekerja bangunan atau tenaga kebersihan jatuh dari gedung tinggi, pekerja terkena benda yang jatuh, pekerja tewas karena kebakaran di tempat kerja, dan sebagainya. Seandainya dilaksanakan peraturan keselamatan yang mewajibkan memakai sabuk pengaman, helm pengaman, atau setiap ruang kerja mempunyai pintu dan tangga darurat, banyak kecelakaan semacam itu bisa dihindarkan.
Kalau kecelakaan kerja hampir selalu terjadi secara mendadak dan langsung mengakibatkan kerugiannya, maka occupational diseases atau penyakit akibat pekerjaan baru tampak sesudah si karyawan bekerja cukup lama. Selalu sudah diketahui bahwa beberapa macam pekerjaan mempunyai faktor risiko khusus untuk kesehatan si karyawan. Contoh yang sudah dikenal lama adalah penyakit paru-paru (pneumocosiosis atau silicosis, dalam bahasa Inggris disebut black lung) yang diakibatkan karena pekerja di pertambangan kapur, batu alam, batu bara, dan sebagainya, menghirup debu di atas ambang toleransi dalam periode lama. Tetapi dalam industri modern, para pekerja menjumpai jauh lebih banyak faktor risiko untuk kesehatan, khususnya bahan artifisial, bahan kimia, bahan nuklir, dan sebagainya. Salah satu contoh adalah asbes. Kalau dihirup dalam kuantitas besar, dalam waktu singkat asbes bisa mengakibatkan penyakit paru-paru kronis yang disebut asbestosis dan dalam waktu panjang penyakit kanker paru-paru. Juga penggunaan pestisida di sektor pertanian banyak merugikan kesehatan para pekerja pertanian. Kasus penyakit yang lebih sulit untuk diidentifikasi dan ditangani adalah stress on the job: stress (dengan berbagai akibat fisik, seperti sakit kepala, keluhan jantung, dan sebagainya) yang disebabkan oleh pekerjaan. Namun demikian, kondisi medis ini banyak ditemukan. Menurut penelitian di Amerika, malah tiga per empat pekerja Amerika mengeluh tentang stress yang disebabkan oleh pekerjaan.”
Karena penyakit yang disebabkan pekerjaan berkembang perlahan-lahan dan baru menyatakan diri sesudah periode cukup lama, di sini tanggung jawab perusahaan tidak selalu jelas. Ini perbedaan besar dengan kecelakaan di tempat kerja yang langsung memperlihatkan efeknya dan karena itu hubungan dengan pekerjaan tidak bisa diragukan. Misalnya, kanker akibat kontak intensif dengan ashes baru tampak sesudah 30 atau 40 tahun. Pada saat itu si pekerja barangkali sudah masuk masa pensiunnya. Karena alasan itu para pengusaha dulu kurang merasa bertanggung jawab atas penyakit yang diakibatkan pekerjaan.
Sama halnya dengan kesehatan lingkungan, pengetahuan tentang kesehatan kerja juga akan lebih banyak melibatkan kalangan kedokteran/kesehatan yang menangani kesehatan pekerja di pabrik, pertambangan, dan perusahaan. Kini, di dunia kesehatan dikenal istilah hiperkes; kependekan dari higiene perusahaan dan kesehatan kerja.
Sasaran higiene perusahaan adalah lingkungan kerja dan bersifat teknik, sedangkan sasaran kesehatan keda adalah manusia dan bersifat medik. Penggabungan dua disiplin yang berbeda ini dalam praktiknya seperti conditio sine qua non, dengan kemajuan di bidang yang satu memerlukan kemajuan atau bergantung pada bidang yang lain. Penggabungan yang serasi ini membuka kemungkinan sebesar-besarnya untuk kesempurnaan penyelenggaraan higiene perusahaan dan kesehatan kerja.
Dengan demikian, akan sulit membicarakan kesehatan kerja tanpa membicarakan kesehatan lingkungan sebab hakikat dari kedua disiplin ini adalah:
1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja setinggi-tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, maupun pekerja lepas. Dengan demikian, hakikat kedua disiplin ini dimaksudkan untuk kesejahteraan tenaga kerja.
2. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi melalui efisiensi dan daya produktivitas manusia.
Undang-undang kesehatan kerja ini semakin penting diatur sejalan dengan semakin meningkatnya pembangunan di segala bidang, khususnya di bidang industri yang memerlukan tenaga kerja yang tidak saja terampil di bidangnya, tetapi juga mempunyai derajat kesehatan yang baik.
Aspek Etik Kesehatan Kerja
Oleh karena dalam upaya kesehatan kerja tercakup berbagai disiplin ilmu seperti disiplin rekayasa, sosial budaya, ekonomi, hukum, dan cabang-cabang ilmu kesehatan, untuk menyelesaikan masalah kesehatan kerja dari segi etik lebih tepat diterapkan etika biomedis (bioetika).
Berbagai upaya peningkatan kerja mengandung komponen bioetika, dan para dokter yang mengelola kesehatan kerja dituntut mempedomani Kode Etik Dokter Kesehatan Kerja (KEDKI).
Hal-hal yang menuntut perhatian dokter kesehatan kerja meliputi:
1. Kontrak kerja dan pelaksanaan fungsi profesi
a. Profesi dokter kesehatan kerja di Indonesia akan terus berkembang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan industrialisasi.
b. Dokter kesehatan kerja hams menghindari diri dari setiap pertimbangan atau kegiatan yang dapat mengurangi intens dan kemandirian atau kebebasan profesi dan tetap memelihara komunikasi yang serasi dengan tenaga kerja dan manajernen perusahaan.
c. Dalam setiap pertentangan kepentingan, dokter kesehatan kerja tidak boleh memihak manajemen perusahaan.
2. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
Melaksanakan secara berkala pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dengan baik dan benar dan memberikan penjelasan manfaat serta tujuan pemeriksaan kesehatan dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja dengan fbkus pada upaya pencegahan.
3. Perlindungan terhadap tenaga kerja
a. Melaksanakan profesi berlandaskan KODEKI.
b. Memelihara, membina, dan meningkatkan derajat kesehatan, produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja baik perseorangan maupun kelompok.
c. Memberi penyuluhan kesehatan untuk kepentingan kesehatan tenaga kerja, guna mencegah bahaya pekerjaan.
4. Pengembangan kebijakan dan program kerja(,)
Dokter kesehatan kerja bersamasama pengusaha dan wakil tenaga kerja membuat rencana pengembangan kebijakan program kesehatan kerja di tempatnya sesuai kebutuhan dan kemampuan perusahaan serta sesuai perkembangan iptek kedokteran mutahir dan berpartisipasi dalam upaya perlindungan komunitas dan lingkungan.
5. Mengikuti perkembangan iptek. Dokter kesehatan kerja bertanggung jawab terhadap peningkatan derajat kesehatan tenaga kerja sesuai perkembangan iptek kedokteran mutakhir, mengenal dan memahami pekerjaan dan lingkungan kerjanya serta masalahmasalah yang mungkin timbul.
Aspek Hukum Kesehatan Kerja
Pengetahuan tentang aspek hukum ini perlu dipahami karena atas kekuatan undang-undanglah para pejabat departemen tenaga kerja atau departemen kesehatan dapat melakukan insfeksi dan memaksakan segala sesuatu yang diatur dalam undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah ke perusahaan-perusahaan.
Bila nasihat dan peringatan demikian tidak dihiraukan, atas kekuatan undang - undang dapat dipaksakan sanksi hukum yang diatur dalam undang-undang.
Hal ini perlu diketahui kalangan kedokteran/kesehatan karena tugas utama kalangan kedokteran/kesehatan adalah membina agar kesehatan kerja dan kesehatan lingkungan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Masalah hukum dalam kesehatan kerja
untuk dapat melakukan pemeriksaan seleksi pada calon pekerja muda dan pemeriksaan wajib bagi pekerja di tempat yang berbahaya atau yang bertugas di tempat yang membahayakan. Inti dari pelayanan itu ialah Bagian Layanan Medis dari Eksekutif Kesehatan dan Keselamatan (HSE). Badan ini merupakan suatu jaringan nasional yang terdiri dari sekitar 140 tenaga dokter dan perawat yang bertanggung jawab kepada sembilan Dokter Penasihat Kepegawaian Senior, dan dikepalai oleh Direktur Pelayanan Medik HSE, yang mendapatkan nasihat dari satu tim spesialis.
Tugas khususnya meliputi:
• memberikan nasihat medik kepada orang muda untuk mencari pekerjaan;
• pemeriksaan kesehatan orang muda jika bila dipandang perlu oleh Pelayanan Kesehatan Sekolah;
• pemeriksaan kesehatan wajib, seperti pekerjaan dengan timbal, pekerjaan kimia, rig minyak;
• memberikan nasihat kepada pengawas pabrik;
• penyelidikan kecelakaan kerja;
• memberi nasihat kepada serikat pekerja, pengusaha, dan dokter;
• melakukan survei nasional dan lokal, seperti survei industri keramik, survei asbestos; dan
• survei-survei pilot kecil untuk mengenal bahaya baru atau untuk menilai ketepatan nilai ambang batas yang berlaku.
Pemeriksaan Kesehatan Wajib
Ada lebih dari 20.000 pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh Pelayanan Nasihat Kedokteran Bagi Pegawai setiap tahunnya. Ada lagi sejumlah 90.000 pemeriksaan kesehatan setahun dikerjakan oleh dokter yang diangkat oleh perusahaan yang ditunjuk oleh EMAS untuk melaksanakan pemeriksaan tersebut. Mereka disebut sebagai “dokter yang ditunjuk”. Biaya untuk pemeriksaan ini dapat diatur secara bersama antara dokter dan pengusaha yang bersangkutan.
Diwajibkan oleh undang-undang bahwa:
• pengusaha secara resmi diberitahu mengenai kebugaran pekerja untuk melakukan tugasnya;
• pekerja mempunyai kewajiban untuk menjalani pemeriksaan;
• pengusaha dilarang terus memperkerjakan setiap pekerja yang telah dinyatakan tidak sehat;
• hasil pemeriksaan kesehatan harus ditulis dicatatan kesehatan yang dijaga oleh pengusaha.
Daftar Pustaka :
- Pengantar Etika Bisnis Oleh Prof. Dr. Kees Bertens, MSC.
- Kesehatan Kerja
- Etika kedokteran dan hukum kesehatan ed 4 Oleh Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, Sp.OG(K) & Prof. dr. Amri Amir, Sp.F(K), SH.

Analisis kesalahan tulisan berikut ini :
1. Pengkoreksian Ejaaan : Pada bab.awal.
• Kata Phisik yang seharusnya ditulis Fisik
• Kata Menthal yang seharusnya ditulis Mental
• Kata keija yang seharusnya ditulis Kerja
• Kata tetapi walaupun dapat dikatakan pleonasme(Penggunaan kata yang berlebihan),seharusnya cukup tetapi atau walaupun saja.
• Kata dua masalah itu,seharunya ditulis dan ditambah imbuhan ke,menjadi :”Kedua masalah itu”.
2. Pengkoreksian Kalimat
Kalimat “Pengembangan kebijakan dan program kerja dokter kesehatan kerja bersamasama pengusaha dan wakil tenaga kerja membuat rencana pengembangan kebijakan program kesehatan kerja ditempatnya sesuai kebutuhan dan kemampuan perusahaan serta sesuai perkembangan iptek kedokteran mutahir dan berprestasi dalam upaya perlindungan komunitas.
Yang seharusnya ditulis :
“Pengembangan kebijakan dan program kerja,dokter kesehatan kerja bersama-sama pengusaha dan wakil tenaga kerja,membuat rencana pengembangan kebijakan program kesehatan kerja ditempatnya;sesuai kebutuhan dan kemampuan perusahaan serta,sesuai perkembangan iptek kedokteran mutakhir dan berprestasi dalam upaya perlindungan komunitas”.
3. Pengkoreksian diksi
Kata infeksi yang seharusnya dituli “Inspeksi”
“Infeksi”bermakna = Terjangkit virus(konotasi negative)
Dan “Inspeksi” yang bermakna = Pengawasan

Tulisan softskill Bahasa indonesia 1

ARTIKEL.
PENALARAN BRAIN DRAIN, MASALAH BESAR BAGI NEGARA BERKEMBANG*
ABSTRAK
Migrasi internasional kini makin menjadi permasalahan yang menyita perhatian banyak pihak. Transisi pada ilmu pengetahuan yang berbasis ekonomi menciptakan lebih banyak pangsa pasar yang terintegrasi bagi mereka yang mempunyai bakat dan keahlian yang tinggi. Bakat dan keahlian tersebut menjadi aset yang sangat berharga dalam percaturan ekonomi dunia. Akibatnya, gelombang brain drain dari negara-negara berkembang semakin mengkuat. Munculnya diaspora yang sangat luas adalah sebuah konsekuensi dari perburuan terhadap kesempatan terbaik bagi negara berkembang.
Paper ini berusaha mengidentifikasi fenomena brain drain yang umumnya terjadi pada negara-negara berkembang. Secara kusus, paper ini akan menguraikan problematika dan tantangan negara berkembang dalam pengembangan SDM dan sarana/fasilitas terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disebabkan oleh brain drain. Pada akhir tulisan, penulis menyuguhkan pola pengembangan SDM dan pengadaan sarana/fasilitas guna mencegah dan mengatasi timbulnya efek negatif dari brain drain dengan melakukan studi analisa terhadap keberhasilan India dalam mewujudkan reversed brain drain. Sehingga diharapkan dengan terjadinya reversed brain drain, maka pembangunan ekonomi negara berkembang dapat berjalan lancar.
Kata Kunci: Brain drain, Sumber Daya Manusia, Pengembangan Fasilitas, Keberhasilan India.
1. Pendahuluan
Sejarah melukiskan bahwa pasca meletusnya Perang Dunia II telah meyebabkan para tenaga ahli dan terdidik dari berbagai belahan dunia, terutama Eropa, bermigrasi dari satu negara ke negara lainnya. Kemenangan yang diperoleh oleh negara-negara Sekutu membawa para imigran ahli untuk menjadikan negara tersebut sebagai pelabuhan ilmu. Berkisar pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, bermigrasinya para tenaga ahli dari negara berkembang seperti ke negara maju semakin meningkat. Hal ini terjadi terutama ke negara-negara yang memberikan banyak keunggulan dan kesempatan (land of opportunity).
Dan ahir-ahir ini makin banyak profesional (orang-orang berpendidikan tinggi, berbakat dan terlatih) terbaik negara-negara berkembang hijrah atau meninggalkan negaranya yang miskin ke negara-negara maju (negara-negara industri) seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Australia. Mereka itu adalah para ilmuwan, informatisi (ahli ICT), arsitek, insinyur, akademi, dokter, dan para ahli lainnya. Peristiwa ini lebih dikenal dengan istilah brain drain. Dimana peristiwa Brain drain ini merupakan kerugian besar bagi negara yang ditinggalkan.
Brain drain ini hampir sama dengan peristiwa aglomerasi. Aglomerasi adalah keadaan dimana penduduk di suatu negara terpusat di daerah perkotaan, terutama penduduk-penduduk yang berkualitas. Tujuan mereka pindah ke kota adalah karena prospek ekonomi yang menjanjikan. Sama seperti brain drain ini, dimana orang-orang yang pandai akan pindah ke negara maju, dengan tujuan yang salah satunya sama dengan aglomerasi tadi. Sehingga banyak orang-orang pandai terpusat di negara-negara maju. Perbedaanya hanya kalau aglomerasi terjadi hanya di suatu negara, yaitu antar daerah saja. Sedangkan brain drain terjadi di seluruh dunia yang meliputi banyak negara, yaitu baik negara maju maupun negara berkembang.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh UNCTAD, dapat diketahui bahwa dokter, informatisi (ahli ICT), insinyur serta ahli-ahli liannya dari negara-negara miskin setiap tahun terus mengalir ke negara-negara makmur dan maju. Riset ini dilakukan setiap tahun yaitu di 50 negara kurang maju, antara lain 8 negara Asia, 33 negara Afrika, 8 kepulauan dan Haiti. Terlihat bahwa brain drain alias human capital flight dari negara-negara di kawasan itu terus meningkat. Pada 1990 jumlahnya mencapai 16,5%. Dan sekarang jumlah itu meningkat menjadi 21,4%. Jumlah brain drain tertinggi berasal dari Haiti. Negeri itu kehilangan 80% sumber daya manusia berpendidikan tinggi dan terampil.
Di Indonesia, walaupun hingga saat ini belum terdapat data empiris, namun diperkirakan telah mencapai 5%. Jumlah ini dapat kita katakan cukup signifikan di tengah terpuruknya SDM Indonesia yang disertai dengan kecilnya alokasi anggaran pendidikan yang hanya menyisihkan 11,8% dari APBN. Kondisi ini diparahkan dengan alokasi anggaran riset dan teknologi yang tidak pernah mencapai angka minimal 1% dari produk domestik bruto. Padahal, menurut analisa UNDP, angka minimum tersebut merupakan anggaran minimum untuk terciptanya kemakmuran suatu bangsa.
Sedangkan menurut Aaron Chaze (2007), yang melakukan penelitian di 61 negara berkembang, dimana sebagian besar para braindrainer memilih bermigrasi ke negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), terutama Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Perancis, dan Jerman. Saat ini terdapat sebanyak 50.000 (5%) dokter India yang bekerja di negeri Paman Sam serta ratusan ribu manajer, teknisi, dan ahli komputer bekerja di Microsoft, McKinsey & Company, Citigroup, dan berbagai firma teknologi informasi di kota-kota metropolitan Amerika.
UNDP memperkirakan, India kehilangan sekitar dua miliar dollar AS per tahun akibat migrasi teknisi dan ahli komputer, yang diproyeksikan mencapai 2,2 juta orang sampai akhir tahun 2008 nanti. Beruntung, Indonesia termasuk yang paling rendah, yakni kurang dari 5% dari golongan terdidik yang bermigrasi ke negara-negara maju.
Dari kawasan Afrika, aliran migrasi paling banyak dari Ghana, Kenya, Afrika Selatan, Zimbabwe, Somalia, Nigeria, dan Etiopia, yang sekitar 60% juga berpendidikan tinggi. Bahkan sejak 20 tahun terakhir, Etiopia kehilangan sekitar 75 persen tenaga-tenaga ahli, seperti dosen, insinyur, dan dokter akibat brain drain.
Sungguh ironis, lebih mudah menjumpai dokter asal Etiopia di Chicago ketimbang di Addis Ababa, bahkan sekitar 21.000 dokter asal Nigeria berpraktik di seluruh penjuru Amerika. Lebih menyedihkan lagi, Afrika harus mengeluarkan dana lebih dari empat miliar dollar AS per tahun untuk membayar sekitar 150.000 expatriate profesional yang bekerja di benua miskin itu.
Adapun imigran dari Afrika Utara dan Timur Tengah yang paling banyak berasal dari Maroko (satu juta), Aljazair dan Iran (masing-masing 500.000), serta Mesir, Sudan, Tunisia, Irak, Suriah, Lebanon, Jordania (masing-masing 250.000). Sekali lagi, amat memilukan mengingat mayoritas para imigran itu adalah anak-anak muda terpelajar lulusan universitas.
2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Brain Drain
Faktor penyebab terjadinya brain drain ini seringkali dilihat dari model bipolar yaitu faktor penarik dan faktor pendorong. Faktor penarik yaitu faktor yang datang dari negeri tujuan, yaitu:
a. Agar memperoleh prospek ekonomi dan kehidupan yang lebih baik, yaitu gaji yang lebih tinggi, kondisi kerja dan hidup yang lebih baik, dan perspektif karir yang terjamin.
b. fasilitas yang ditawarkan juga sangat kompetitif, seperti fasilitas pendidikan, penelitian, dan teknologi yang lebih memadai, kesempatan memperoleh pengalaman bekerja yang luas.
c. tradisi keilmuan dan budaya yang tinggi.
d. agen di luar negeri yang sering memberikan informasi yang sangat bagus, dan lain sebagainya.
Sedangkan faktor pendorong yaitu faktor yang datang dari negeri asal, yaitu:
a. biasanya orang-orang pintar ini tidak mau tinggal di negaranya yang masih terbelakang, karena takut tidak bisa mengembangkan ilmu dan keahliannya.
b. dikarenakan rendahnya pendapatan dan fasilitas penelitian.
c. keinginan untuk memperoleh kualifikasi dan pengakuan yang lebih tinggi.
d. ekspektasi karir yang lebih baik, kondisi politik yang tidak menentu.
e. adanya diskriminasi dalam hal penentuan jabatan dan promosi.
f. khusus para dokter yang berasal dari Afrika umumnya ada motivasi lain, yakni menghindari risiko tinggi kemungkinan tertular HIV.
g. ilmu atau pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dan dikuasai(titik koma) ternyata tidak berguna di negara asal, sehingga tidak ada pilihan yang lebih baik selain meninggalkan negaranya.
h. dipengaruhi faktor non ekonomi, misalnya seperti agama dan ras.
i. tidak adanya kenyamanan dalam bekerja dan memperoleh kebebasan, mereka mengalami tekanan politik, menghindari rezim represif yang mengekang kebebasan, serta merasa tak aman akibat perang dan pergolakan politik domestik yang tak kunjung berakhir.
j. tidak adanya penghargaan dari pemerintah, dan lain sebagainya.
Faktor penyebab ‘penarik-pendorong’ ini terkadang juga dapat dibedakan menjadi faktor penyebab obyektif-subyektif. Penyebab secara obyektif adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kebijakan yang diberikan oleh negara asal maupun tujuan dan terkait erat dengan karakteristik negara tersebut, seperti misalnya lemahnya kebijakan terhadap tradisi keilmuan. Sedangkan penyebab secara subyektif biasanya terbatas pada motif-motif personal dari yang bersangkutan.
3. Dampak Peristiwa Brain Drain Bagi Negara Berkembang (Negara Asal)
Kalau kita mendengar kata brain drain, pasti yang terpikir oleh kita adalah sebuah peristiwa yang hanya akan mendatangkan kerugian bagi negara-negara bekembang. Dimana banyak orang-orang pintar dan ahli meninggalkan negaranya itu, yang disebabkan oleh kelemahan-kelemahan yang ada di negara tersebut. Memang telah kita ketahui bersama bahwa peristiwa brain drain ini membawa efek negatif yang sangat besar, terutama bagi negara asal. Namun, ternyata ada juga efek positif yang dihasilkan oleh peristiwa brain drain ini walaupun tidak sebesar efek negatif yang dihasilkan.
a. Dampak negatif yang timbul :
1. brain drain akan memperlemah struktur ketenagakerjaan, dimana hal ini merupakan faktor utama penghambat industri untuk maju. Sehingga pembangunan ekonomi negeri asal pun tidak berkembang.
2. masalah dari brain drain ini seperti lingkaran setan yang mempertahankan keterbelakangan. Dimana banyak sekali negara yang kekurangan tenaga ahli, namun setelah ada tenaga yang terdidik, mereka malah pergi ke negara lain dengan berbagai alasan.
3. Semakin lebarnya jurang antara si miskin dan si kaya.
4. brain drain memboroskan bahkan menguras uang negara asal. Banyak sekali orang-orang pintar yang dibiayai oleh negara untuk belajar ke luar negeri agar menjadi lebih ahli. Namun setelah selesai masa pendidikannya, mereka malah tidak mau kembali. Mereka diberi fasilitas oleh negara tetapi tidak mau balas budi, mereka lebih mementingkan kepentingan dirinya sendiri dan malah memberikan sumbangan keahliannya dalam mempertinggi pertumbuhan ekonomi negara-negara yang sudah maju. Contohnya, di Indonesia dalam 13 tahun belakangan, di UGM ada 50 orang dosen dan peneliti mengundurkan diri. Universitas jelas rugi, karena mencetak satu doktor saja butuh sekurang-kurangnya satu miliar rupiah. Padahal ada seratusan cendekiawan yang hijrah ke manca dan terbanyak di Malaysia.
5. brain drain berarti kerugian besar pada modal sumber daya manusia. Apalagi umumnya yang diterima di luar negeri merupakan sumberdaya berkualitas. Sementara keuntungan dari brain drain berpendidikan tinggi bagi negara yang ditinggalkan sangat terbatas. Walaupun menikmati gaji tinggi, mereka umumnya minim sekali mengirim uang ke negeri asalnya dibandingkan emigran berpendidikan rendah. Ikatan mereka dengan negeri asalnya juga mengendur, karena secara umum mereka tinggal menetap (settled) di negeri baru mereka.
6. orang-orang terbaik yang hijrah ke luar negeri pasti akan digantikan oleh para ekspatriat (dengan kemampuan yang sama) yang umumnya minta bayaran berkali lipat lebih mahal. Yang terjadi selanjutnya adalah proses inefisiensi perekonomian dalam negeri.
7. terjadinya brain drain bagi negara asal tentunya membawa implikasi negatif yang tidak sedikit, seperti kondisi di mana kurangnya tenaga terlatih dan terdidik dari suatu negara, serta terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi yang sulit untuk diprediksi. Selain itu, brain drain dapat juga membawa pengaruh rendahnya kesejahteraan terhadap lingkungan, di mana para tenaga terdidik tersebut berasal.
b. Dampak positif yang timbul:
Beberapa negara berkembang kini telah mampu memanfaatkan kondisi brain drain menjadi reversed brain drain untuk kemajuan negaranya, misalnya Cina dan India, dua “macam Asia” yang mempunyai konsentrasi brain drain sangat tinggi. Brain drain juga memiliki beberapa dampak positif yang dapat meningkat pertumbuhan ekonomi negara:
a.
1. Alternative sumber investasi
2. Penurunan tingkat unemployment
3. Optimalisasi kapasitas produksi Negara
4. Peningkatan kualitas SDM
5. Uptodate perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
6. International networking. Misalnya: beberapa hasil komoditas pertanian unggulan lokal seringkali kalah bersaing dengan negara-negara lain. Produk seni dengan nilai tinggi seperti kerajinan dan seni ukir pun belum bisa berjaya di pangsa pasar negara lain. Padahal, tingkat kemakmuran ekonomi wilayah sangat bergantung kepada pendapatan dari luar melalui sektor basis (Tarigan, 2006), termasuk ekspor. Terhambatnya aliran informasi dari negara terkait dengan pangsa pasar di luar negara adalah salah satu penyebabnya. Sehingga salah satu upaya dalam memperbaiki kondisi ini adalah dengan diperkuatnya jaringan networking pengusaha Indonesia yang berada di luar negeri. Melalui jaringan ini, informasi aktif kepada wilayah terkait mengenai a) pangsa pasar, b) unsur sosial-kebudayaan dan c) aspek legal dalam pengembangan usaha di negera tersebut, dapat membantu potensi sektor basis wilayah terkait untuk dapat memasarkan produk-produknya secara optimal.
Kondisi reversed brain drain yang terjadi sejak awal 1990-an tersebut, selain memacu produktivitas perekonomian negara asal, diyakini juga telah meninggalkan buah manis berupa jaringan keilmuan dan pemasaran yang kuat dan tersebar hampir di seluruh negara-negara maju yang pernah mereka huni sebelumnya. Dengan kehadiran para braindrainer, peningkatan produktivitas terbukti meledak-ledak, peluang bisnis baru terus menyeruak, kepuasan kerja meningkat, demikian pula ilmu pengetahuan melaju lebih cepat. Artinya, semakin banyak perusahaan atau negara bersaing mendapatkan orang-orang bertalenta, semakin bagus peluang para jenius itu mengaktualisasikan potensi mereka demi membangun dunia yang lebih berkualitas.
4. Belajar Dari India Yang Telah Berhasil Menaklukan Masalah Brain Drain
Wabah brain drain telah menyerang India selama lebih dari 30 tahun yang lalu. India secara rutin merupakan negara pengekspor tenaga muda yang terampil ke negara-negara maju. Dimulai pada awal tahun 1960-an, lulusan terbaik dari beberapa Indian Institute of Technology (IITs) meninggalkan India dalam jumlah yang cukup besar untuk kemudian bekerja pada Silicon Valley, Amerika Serikat. Tidak jauh berbeda, penduduk India juga bermigrasi secara tradisional ke Inggris dan Kanada. Awal tahun 1970-an, jumlah warga India yang bermigrasi ke Amerika memiliki besaran yang sama dengan mereka yang bermigrasi ke Inggris dan Kanada. Namun pada awal tahun 1990, jumlah penduduk India yang bermigrasi ke Amerika telah meningkat hampir dua kali lipat dari mereka yang pergi ke kedua negara tersebut di atas. Saat ini, komunitas India di Amerika, baik imigran maupun mereka yang terlahir di sana, merupakan komunitas dengan proposi cukup besar sehingga dianggap mewakili populasi asal Asia. Kini para profesional asal India tersebut telah menguasai sedikitnya 8.000 perusahaan di bidang komunikasi, informasi dan teknologi di kawasan Silicon Valley dengan pemasukan sebesar US$ 4 miliar ditambah dengan penyediaan lapangan kerja sebanyak 17.000 kursi.
Namun kini, fenomena brain drain di India telah berangsur sirna dan berubah menjadi reversed brain drain. Sejak akhir tahun 1990-an, para ilmuwan dan profesional India yang telah menetap di luar negeri mulai kembali ke tanah airnya. Kesempatan itu dilakukan pada masa cuti panjang ataupun di tengah masa penelitiannya dengan cara mengajar di India dan berinteraksi secara langsung dengan sesama peneliti di negara asal. Hal ini terjadi hampir di berbagai bidang pegetahuan, khususnya IT, kedokteran, dan ekonomi. Saat ini, sedikitnya terdapat sekitar seratus ribu warga negara India yang sebelumnya bekerja di luar negeri telah kembali ke negaranya secara permanen, di mana 32.000 di antaranya merupakan non-resident Indian (NRI) yang berasal dari Inggris. Hasilnya, brain drain yang dirasakan merugikan India mulai menjelma menjadi brain circulation yang membawa keuntungan secara mutual bagi India dan negara tujuan. Dalam konteks ini, Bindo Khadria menyebutnya sebagai second-generation effects of brain drain.
Terhadap kondisi tersebut di atas, Pan Mohamad Faiz menganalisa adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab utama terciptanya pola reversed brain drain di India, yaitu: Pertama, terjadinya tansisi kebijakan pemerintah India secara gradual dari pola kontrol ekonomi sosialis melalui sebuah proses liberalisasi yang dimulai pada awal tahun 1990-an telah menciptakan tidak hanya tersedianya berbagai lapangan kerja baru di bidang manufaktur dan teknologi, tetapi juga meningkatnya reputasi berbagai lembaga tinggi pendidikan di bidang IT dan manajemen. Di samping itu, pengelolaan institusi-institusi swasta tidak lagi dipersulit oleh campur tangan pemerintah yang selama ini dirasa cukup dominan.
Kedua, terjadinya reversed brain drain di India disebabkan pula akibat melemahnya kondisi perekonomian di Amerika Serikat sendiri. Kondisi tersebut menyebabkan banyaknya perusahaan yang menutup aktivitasnya, termasuk memutuskan hubungan kerja dengan para tenaga ahlinya. Guna mengatasi masalah ini, Amerika mulai mengeluarkan kebijakan outsourcing dengan mencari tenaga-tenaga ahli yang lebih murah namun mempunyai kemampuan yang tinggi, salah satunya dengan memanfaatkan pengeluaran visa H-1B. Kesempatan inilah yang dimanfaatkan oleh para profesional dan pebisnis asal India. Mereka berduyun-duyun kembali ke negaranya sebagai fasilitator antara tenaga ahli yang berada di India dengan jaringan pasar internasional. Booming besar berikutnya terjadi ketika India menciptakan kota-kota IT yang diberi nama Indian Silicon Valley yang berpusat di Bangalore, di mana perusahan-perusahaan sekelas Hawlett-Packard, IBM, dan Microsoft mulai membuka laboratorium riset secara khusus di wilayah tersebut. Hasilnya yaitu penciptaan kekuataan baru para pekerja transnasional di berbagai sektor ekonomi, penguatan infrastruktur fisik dan sosial di Bangalore dan sekitarnya, serta penempaan dan penguatan hubungan transnasional antara India dan Amerika Serikat.
Ketiga, kesuksesan India menarik kembali para ilmuwannya tidak terlepas dari jaringan diaspora yang selama ini dapat terus mereka pertahankan, baik diaspora yang bersifat keilmuan maupun diaspora yang bersifat komunitas kemasyarakatan. Beberapa diaspora keilmuan utama yang mereka miliki misalnya, Silicon Valley Indian Professional Association (SIPA), Worldwide Indian Network, The International Association of Scientists and Engineers and Technologist of Bharatiya Origin, dan Interface for Non Resident Indian Scientists and Technologist Programme (INRIST). Dari sinilah mereka memperoleh sumber potensi yang sangat besar dalam menjalankan kerjasama secara efektif dan menguntungkan kedua belah pihak antara negara India sebagai negara berkembang dengan berbagai negara industri maju lainnya.
Keuntungan dari terjadinya reversed brain drain tersebut, terhitung dalam lima belas tahun terakhir ini, industri teknologi India mulai berkembang menjadi teknologi kualitas tinggi dengan pertumbuhan dari US$ 150 juta menjadi US$ 3,9 miliar dalam hal penjualan. India saat ini juga telah mengekspor produksi piranti lunak ke hampir 100 negara di dunia, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara di benua Eropa. Meningkatnya ikatan rasa emosional dan budaya terhadap tanah kelahiran India menjadi modal tambahan meluasnya kesempatan bagi para profesional India. Begitu pula dengan kesempatan bekerja di dalam negeri yang tidak kalah bersaing dengan perusahan-perusahaan terkenal lainnya di luar negeri. Sebagai contoh, salah satu tamatan terbaik Indian Institute of Management (IIM) di Bangalore memperoleh tawaran kerja dari Barclays Capital dengan gaji sekitar US$ 193.000 per tahun, atau lulusan Indian School of Business (SIB) di Hyderabad biasanya memperoleh tawaran kerja dari perusahaan India dengan gaji rata-rata sekitar US$ 200.000 per tahun. Belum lagi tawaran-tawaran dari perusahan besar seperti Goldman Sachs, BNP Paribas, Merrill Lynch, Lehman Brothers, Deutsche Bank, J.P. Morgan, McKinsey, Bain & Co. Boston Consulting Group, A.T. Kearney and Diamond Cluster, serta sederet perusahaan berkelas lainnya.
Beberapa tahun terakhir ini, India bukan saja mengalami reversed brain drain, akan tetapi kini mereka diuntungkan dengan terciptanya brain gain dari negara-negara lainnya. Meledaknya perekonomian India memicu sedikitnya puluhan tenaga ahli dari negara-negara Eropa, seperti Swedia, Norwegia, Perancis, Jerman, Swiss dan Inggris untuk berkerja pada industri teknologi di kawasan industri Okhla, New Delhi, India. Lebih dari itu, survey yang dilakukan di Inggris pada tahun 2005 menyimpulkan bahwa para lulusan Inggris tengah mempersiapkan dirinya untuk mengisi 16.000 lowongan pekerjaan pada Indian call-center di tahun 2009 mendatang. Bahkan dalam laporan tersebut disampaikan bahwa seorang lulusan sarjana dari Skotlandia rela untuk melepaskan pekerjaannya dari Sky Television dengan gaji £21.000 per tahun untuk kemudian bekerja pada Indian call-center.
Terjadinya reversed brain drain di India tidak dapat dipisahkan dari peran dan keuntungan yang diperoleh dari adanya diaspora India. Diaspora ini tersebar ke berbagai belahan dunia sebagai silent networking. Sekitar 20 juta orang yang tergabung dalam komunitas elektik ini tumbuh dan berkembang sebesar 10% setiap tahunnya, sehingga menempatkan komunitas ini sebagai diaspora terbesar di dunia setelah Cina dan Inggris. Setidaknya terdapat lebih puluhan ribu warga negara India yang menempati 48 negara di seluruh dunia. Meskipun mendiami negara dan bahasa yang berbeda-beda, diaspora India mempunyai identitas yang sama dengan negara asalnya, yaitu suatu kesadaran akan warisan kebudayaan dan ikatan emosional yang sangat kuat terhadap garis keluarga dan negara asalnya. Dalam dua dekade terakhir, diaspora India telah mengalami perubahan, yaitu dari para imigran biasa menjadi pemegang peranan kunci pada posisi penting di bidang politik, lembaga universitas, dan sektor industri. Mereka menempati pos-pos penting sebagai pemimpin terpilih, politisi, profesor, dan status profesional lainnya. Beberapa contoh terbaiknya yaitu Bharrat Jagdeo, Presiden Guayana yang beraliran sosialis; anggota Kongres di Amerika Serikat; anggota parlemen di Kanada; serta penerima Nobel Ekonomi, Amartya Sen.
Terhadap gambaran di atas, dalam lingkup diaspora India, migrasi warga India kini tidak lagi menyebabkan terjadinya brain drain melainkan justru menjadi elemen awal terciptanya brain gain. Selain itu, anggota dari diaspora India yang tergabung dalam NRI dan PIO juga telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan di India. Diaspora India juga merupakan komunitas yang berharga dalam memberikan kontribusi terhadap meningkatnya hubungan India-Amerika, sehingga hal tersebut menghasilkan keuntungan ganda bagi negaranya. Dengan terbuktinya keunggulan dari jaringan diaspora terhadap pertumbuhan dan perkembangan negara India, fenomena mengenai brain drain dan migrasinya tenaga ahli telah berubah menjadi mantra brain gain. Oleh karenanya, diaspora semacam ini patut menjadi perhatian khusus bagi kita semua, terutama mengenai kuatnya keterikatan mereka dengan keluarga dan negara asalnya. (Pan Mohamad Faiz: KIPI 2007)
5. Kesimpulan
Tingginya laju arus tenaga ahli dari negara berkembang ke negara-negara yang lebih maju (brain drain) menjadi salah satu alasan yang menunjukkan lemah dan kurang tepatnya strategi kebijakan dan pandangan dalam menumbuhkan khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi secara adil dan memadai serta kebijakan-kebijakan yang kurang mendukung para tenaga ahli.
Dengan adanya dampak-dampak negatif serta adanya faktor-faktor pendorong dan penarik dari peristiwa brain drain di atas, maka perlu adanya usaha-usaha yang dilakukan negara-negara berkembang untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sehingga arus brain drain diharapkan dapat ditekan seminimum mungkin. Banyak sekali cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah brain drain, di atas kita telah melihat sebuah negara yaitu India yang telah mampu mengubah brain drain menjadi brain gain. Selain hal-hal di atas yang diterapkan oleh India, masih banyak lagi hal-hal yang bisa dilakukan oleh negara-negara berkembang agar arus brain drain dapat diatasi. Sehingga negara asal tidak akan dirugikan terus.
Untuk itu, guna memperoleh pergerakan asimetris arus dan distribusi tenaga ahli secara global, negara-negara berkembang harus berani dan kreatif dalam mengimplentasikan strategi yang didukung secara penuh oleh kebijakan dalam negeri. Cara-cara ataupun usaha-usaha yang bisa dilakukan antara lain:
a. upah/gaji disamakan, tidak ada diskriminasi. Yaitu dengan membangun sistem remunerasi yang fair. Contoh paling sederhana dan konkret, untuk posisi tertentu dengan tugas dan tanggung jawab yang tertentu pula, tak perlu lagi dibeda-bedakan antara gaji (profesional lokal) dengan gaji ekspatriat yang biasanya dibayar jauh lebih mahal. Karena dengan sistem remunerasi yang baik, menurut berbagai penelitian, juga terbukti mampu mendorong semangat kerja, memacu produktivitas, serta melecut kreativitas karyawan di semua level organisasi.
b. Sistem pendidikan ditingkatkan. Yaitu dengan menyediakan kesempatan pendidikan berkelas dunia (dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi harus mampu bersaing dengan pendidikan negara-negara luar yang sudah maju), membangun penelitian ilmu pengetahuan dan pengembangan industri. Selian itu, juga mengimplentasikan rancang-bangun pendidikan yang dapat mendukung dan memelihara pengembangan inti ilmu pengetahuan melalui program dalam negeri dan pelatihan luar negeri yang lebih terarah dan terencana. Pemenuhan target program pendidikan dasar bagi seluruh warga negara, investasi pada infrastruktur untuk penelitian, pengembangan dan penciptaan kondisi yang dapat menunjang tumbuhnya sektor publik maupun swasta dalam lingkup hasil penelitian, serta pengembangan teknologi dan inovasi merupakan beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam kondisi sekarang ini. Oleh sebab itu, guna mewujudkan langkah-langkah strategis di atas, kerjasama antara pemerintah dengan sektor swasta harus pula dijalankan secara optimal. Beberapa negara besar telah berhasil menunjukkan bahwa diaspora ilmu pengetahuan (scientific diaspora) dapat bekerja sangat efektif, terutama untuk memanfaatkan efek negatif dari terciptanya arus brain drain. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, India dapat menjadi gambaran bagi negara berkembang bahwa upaya dalam melakukan penelitian dalam negeri sangat ditopang dan dibantu dengan adanya aktivitas jaringan sejagat (global network) dari para peneliti yang tinggal di luar negeri. Oleh karena itu, diaspora negara berkembang yang telah ada harus pula didukung agar mampu melakukan transfer pengetahuan dan teknologi (knowledge and technology transfer) secara bertahap.
c. Kesiapan pemerintah menampung mereka di segala bidang. Yaitu dengan menyiapkan sarana dan prasarana serta fasilitas yang sangat dibutuhkan oleh para tenaga ahli. Pemerintah harus menyediakan kesempatan kerja di segala bidang, sehingga ilmu dan keterampilan yang mereka dapatkan bisa diimplementasikan di negaranya sendiri dan tidak sia-sia. Sehingga mereka tidak akan berpikir untuk lari ke luar negeri.
d. Pemerintah harus mengadakan perjanjian dengan para braindrainer. Misalnya di Singapura, para braindrainer diwajibkan bekerja minimal 2 - 3 tahun di negara tujuan, setelah itu mereka harus kembali ke negara asal untuk menerapkan ilmu dan keterampilan yang telah diperoleh di negara tujuan. Di Kuba, adanya subsidi belajar ke luar negeri bagi mereka yang pandai dan berminat, namun setelah selesai/lulus mereka harus kembalidan mempraktekan ilmunya di dalam negeri. Dan di indonesia, adanya denda pengembalian uang bheasiswa jika dalam waktu yang ditentukan mereka tidak kembali ke Indonesia.
e. dalam bidang investasi, untuk menciptakan ekonomi yang mandiri dengan memperkenalkan konsep ‘Investor Amphibi’ yang banyak meminjam dasar-dasar ilmu Teknologi Informasi, dimana kegiatan investasi di negara berkembang dapat dijalankan oleh para alumninya hasil pendidikan luar negeri secara remote (jarak jauh), mobile (berpindah-pindah tempat), dan adaptable (mudah beradaptasi), sekaligus menghimbau kepada mereka yang sudah memilih berkiprah di luar untuk tidak ragu-ragu dengan pilihannya sembari terus mengabdi bagi negeri. Serta dibahas pula mengenai peluang, resiko dan tantangan bagi calon investor jarak jauh yang ingin menanamkan modalnya di negara asal, dan pemikiran tentang bagaimana investasi hasil pendanaan luar negeri tersebut dapat memberikan manfaat domino effect bagi sumber-sumber daya lainnya di negara asal dan memacu percepatan perputaran roda ekonomi mandiri secara keseluruhan, yang kesemuanya dilakukan secara kompak dan berkesinambungan oleh insan-insan bangsa baik yang di dalam maupun yang di luar negeri. (Dipto Harendra Pratyaksa: KIPI 2007)
f. Pemerintah negara asal harus memberikan penghargaan yang sesuai dengan kualitas yang dimiliki oleh para braindrainer.
g. Memperbolehkan sebagian orang-orang berkualitasnya untuk hijrah ke negara lain, namun ada perjanjian dengan mereka. Yaitu mereka di sana diberi tugas mencari iformasi-informasi tentang perkembangan perkonomian, dunia usaha, dan sosial budaya yang berkembang disana. Sehingga negara asal dapat mengikuti perkembangan yang ada, dan akhirnya diharapkan mampu bersaing dengan negara-negara luar yang sudah maju.
Dengan upaya-upaya maupun usaha-usaha di atas, apabila berhasil dan sukses diterapkan/dilaksanakan, maka diharapkan dapat menciptakan sebuah reversed brain drain. Dimana dengan terciptanya reversed brain drain ini akan dapat memacu produktifitas perekonomian negara asal, serata juga dapat memperluas jaringan perekonomian dengan para braindrainer sebagai penghubung antara negara maju dan negara berkembang (negara asal). Dengan ini maka dampak positif akan tercipta, seperti yang telah dijelaskan di atas. Sehingga pembangunan nasional negara asal dapat tercapai sesuai yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Badrawani, Wishnu. 2007. Brain Drain Hari Ini, Mungkin Cikal Bakal Brain Gain di Hari Esok. Makalah Disampaikan Pada Konferensi International Pelajar Indonesia (Kipi) 2007 Sydney, Australia - 9 September 2007.
Faiz, Pan Mohamad. 2007. Brain Drain Dan Sumber Daya Manusia Indonesia: Studi Analisa Terhadap Reversed Brain Drain Di India. Makalah Disampaikan Pada Konferensi International Pelajar Indonesia (Kipi) 2007 Sydney, Australia - 9 September 2007.
Ivannanto, Ananda Setiyo & Pratama , Anindita Aji. 2007. Penguatan network Pengusaha Indonesia antar negara guna memasarkan komoditas unggulan daerah ke negara lain. Makalah Disampaikan Pada Konferensi International Pelajar Indonesia (Kipi) 2007 Sydney, Australia - 9 September 2007.
Molasy, Honest Dody. 2007. Pragmatisme vs Nasionalisme. Makalah Disampaikan Pada Konferensi International Pelajar Indonesia (Kipi) 2007 Sydney, Australia - 9 September 2007.
Djatmiko, Harmanto Edy. Awas, Arus Brain Drain Makin Deras! Swamajalah. 15 Februari 2007.

Analisis koreksi kesalahan artikel di atas :
1. Ejaan : Penggunaan kata kusus yang seharusnya khusus pada kalimat Paragraf ke2,
“secara kusus…”
2. Ejaan :Penggunaan kata Bheasiswa yang seharusnya ditulis dengan kata Beasiswa pada bab kesimpulan dengan kalimat,
“adanya denda pengembalian uang Bheasiswa…”
3. Ejaan :Penggunaan kata Amphibi yang seharusnya ditulis dengan kata Ampibi pada bab kesimpulan dengan kalimat,
“Investor Amphibi”
4. Pengkoreksian kalimat :
Pada bab 1. Yang berisi :
“semakin lebarnya jurang pemisah antara sikaya dan simiskin”
Seharusnya :
“Memperlebar jurang pemisah antara sikaya dan simiskin”
5. Kesalahan diksi tampak pada kalimat “cina dan india dua “ macam Asia” yang bermakna Macam = Jenis
Seharusnya ditulis “Macan asia”,yang bermakna hewan,atau menurut kaidah diksi dapat diartikan “macan asia” berarti : Penguasa.

Tugas softskill Bahasa indonesia 2

Tema : Perbandingan antara karangan ilmiah,semi ilmiah dan non ilmiah.
Struktur :
BAB .1.PENDAHULUAN
• Latar belakang masalah
• Rumusan masalah
• Tujuan penelitian dan Manfaat penelitian
BAB.2.LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN
• Pembahasan isi secara keseluruhan
• Penjabaran definisi – definisi utama
BAB.3.METODE PENELITIAN
• Tekhnik Penelitian dan sumber dataa
BAB.4.HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN
• Penjabaran pembahasan
• Kesimpulan dan saran atas data yang ada
• Daftar pustaka










Bab.1.Pendahuluan
1.1 Latar belakang masalah :

Pada dasarnya karangan ilmiah,semi ilmiah dan non ilmiah merupakan aspek mendasar dalam memahami berbagai masalah yang mungkin terjadi dalam kehidupan sehari – hari melalui bentuk tulisan ,untuk itulah tulisan ini dibuat,agar masyarakat pembaca sekalian mengetahui dengan jelas tujuan dan makna pengunaan karangan ilmiah,semi ilmiah dan non ilmiah,agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari terutama dalam aspek penalaran berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
1.2 Rumusan masalah
• Apa yang dimaksud Karangan ilmiah,semi ilmiah dan non ilmiah?
• Apa manfaat mempelajari karangan ilmiah,semi ilmiah dan non ilmiah?
• Apa saja jenis – jenis dan makna dari karangan ilmiah penuh(terapan sempurna),karangan semi ilmiah dan karangan non ilmiah yang ada dalam Perbendaharaan Bahasa Indonesia?
1.3 Tujuan penelitian dan manfaat penelitian
• Mengetahhui makna dari karangan ilmiah,semi ilmiah dan non ilmiah.
• Mengetahui apa saja manfaat pembelajaran karangan ilmiah,semi ilmiah dan non ilmiah dalam kehidupan berbahsa Indonesia.
• Mengetahui apa sajakah ciri – ciri karangan ilmiah,semi ilmiah dan non ilomiah.

Bab.2.Pembahasan isi secara keseluruhan
2.1Penjabaran isi secara keseluruhan :
Pada dasarnya karya ilmiah,merupakan suatu bentuk tulisan yang mempunyai cirri – cirri ilmiah seperti :
• Menyajikan Fakta objektif secara sistematis
• Penulisnya cermat dan tidak mengadung tekanan didalamnya(didalam karangan ilmiah tersebut).
• Tidak mengejar keuntungan pribadi.
• Tidak menonjolkan perasaan.
• Tidak memuat pandangan tanpa pendukung.
• Tidak argumentative
• Tidak bersifat persuatif
• Tidak bersifat melebih – lebihkan sesuatu.

Berbeda dengan karangan semi ilmiah yang lebih mementingkan KBBI dan EYD,berikut beberapa cirri khas karangan semi ilmiah :
• Menyajikan fakta objektif secara sistematis dengan tingakat kecerdasan masyarakat umum.
• Menggunakan kata – kata yang sederhana,sehingga mudah diidentifikasi.
• Gaya bahasanya tidak terlalu formal,namun tetap sesuai etika penulisan kaaidah EYD yang benar.
• Mengandung peryataan yang mudah dimengerti.
• Tidak memuat hipotesis karna melihat tingakat berfikir.

Dan kesemuanya tersebut sangat berbanding terbalik atas karangan yang disebut karangan non ilmiah yang memiliki karakter tulisan sebagai berikut :
• Menyajikan fakta pribadi yang sifatnya subjektif.
• Usulan berupa terkaan – terkaan.
• Kadang – kadang bahasanya sulit untuk diidentifikasi.
• Topiknya dapat bervariasi.
• Bersifat persuatif.
• Berisi usulan yang bersifat argumentasi,dan
• Bersifat melebih – lebihkan sesuatu.

2.2 Penjabaran definisi – definisi utama
Non Ilmiah (Fiksi) adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta pribadi dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Satu ciri yang pasti ada dalam tulisan fiksi adalah isinya yang berupa kisah rekaan. Kisah rekaan itu dalam praktik penulisannya juga tidak boleh dibuat sembarangan, unsur-unsur seperti penokohan, plot, konflik, klimaks, setting dsb.

Semi Ilmiah adalah karangan ilmu pengatahun yang menyajikan fakta umum dan menurut metodologi panulisan yang baik dan benar, ditulis dengan bahasa konkret, gaya bahasanya formal, kata-katanya tekhnis dan didukung dengan fakta umum yang dapat dibuktikan benar atau tidaknya atau sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannyapun tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering di masukkan karangan non-ilmiah. Maksud dari karangan non-ilmiah tersebut ialah karena jenis Semi Ilmiah memang masih banyak digunakan misal dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman dan cerpen.
Karakteristiknya : berada diantara ilmiah.



Ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodolog penulisan yang baik dan benar. Adapun jenis karangan ilmiah yaitu:

Bab.3. Metode Penelitian
3. Metode analisa karangan secara sistematis.
Adalah suatu tehnik analisa karangan dengan membandingkan sumber data dari masing – masing bagian karangan,sesuai dengan fakta dan criteria karangan ilmiah terapan penuh,semi ilmiah ataupun karangan non ilmiah.




Bab.4. Hasil penelitian dan kesimpulan Pembahasan.
4.1. Penjabaran Pembahasan
Pada hakikatnya karya ilmiah,baik itu karya ilmiah terapan penuh,semi ilmiah maupun non ilmiah,merupakan alat yang dapat digunakan dalam pengembangan suatu kerangka tulis atas berbagai macam kejadian baik fakta maupun abstrak yang dapat digunakan untuk berbagai fungsi dan keperluan,yang secara keseluruhan semua alternative karangan tersebut sangatlah membantu dalam menemukan berbagai makna dan fungsi dalam suatu paragraph melalui makna yang terkabdung didalam paragaraf tersebut yang kesemuanya diharapkan dapat sangat bermanfaat bagi kelangsungan pembelajaran dalam kegiatan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
4.2 Kesimpulan dan Saran dari hasil penelitian
• Mengetahhui makna dari karangan ilmiah,semi ilmiah dan non ilmiah.
• Mengetahui apa saja manfaat pembelajaran karangan ilmiah,semi ilmiah dan non ilmiah dalam kehidupan berbahsa Indonesia.
• Mengetahui apa sajakah ciri – ciri karangan ilmiah,semi ilmiah dan non ilmiah.
4.3. Daftar Pustaka
Behren, T.E. (2002). Hiasan Naskah Jawa. Jakarta: Buku Antarbangsa.

Depdiknas. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Harsana, F.X. (1983). Perkembangan Bahasa Indonesia. Surakarta: Tiga Serangkai.

http: 11,8.wilipedia.org/wili/Proklamasi-Kemerdekaan-Republik Indonesia.

Keraf, Gorys. (1995). Komposisi. Ende: Nusa Indah.

Khasanah, Venus. (2003). “Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Makalah Populer” dimuat dalam Jurnal MKU. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial.

Kusumah, Encep. (2004). “Menulis Pengumuman dan Iklan” dalam BMP Menulis 2. Jakarta: Pusat Penerbitan UT.

Tugas softskill Bahasa indonesia

Tema : Penalaran
Struktur :
BAB .1.PENDAHULUAN
• Latar belakang masalah
• Rumusan masalah
• Tujuan penelitian dan Manfaat penelitian
BAB.2.LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN
• Pembahasan isi secara keseluruhan
• Penjabaran definisi – definisi utama
BAB.3.METODE PENELITIAN
• Tekhnik Penelitian dan sumber dataa
BAB.4.HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN
• Penjabaran pembahasan
• Kesimpulan dan saran atas data yang ada
• Daftar pustaka










Bab.1.Pendahuluan
1.1 Latar belakang masalah :

Pada dasarnya penalaran merupakan aspek mendasar dalam memahami berbagai masalah yang mungkin terjadi dalam kehidupan sehari – hari,untuk itulah tulisan ini dibuat,agar masyarakat pembaca sekalian mengetahui dengan jelas tujuan dan makna penalaran,agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari terutama dalam aspek penalaran berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
1.2 Rumusan masalah
• Apa itu penalaran ?
• Apa manfaat Penalaran ?
• Apa saja jenis – jenis Penalaran yang ada dalam Perbendaharaan Bahasa Indonesia?
1.3 Tujuan penelitian dan manfaat penelitian
• Mengetahhui makna Penalaran.
• Mengetahui apa saja manfaat penalaran dalam kehidupan berbahsa Indonesia.
• Mengetahui apa sajakah jenis penalaran yang ada didalam perbendaharaan berbahasa Indonesia.

Bab.2.Pembahasan isi secara keseluruhan
2.1Penjabaran isi secara keseluruhan :
Pengertian Penalaran :
Penalaran disini adalah proses pemikiran untuk memperoleh kesimpulan yang logis berdasarkan fakta yang relevan.

1. Prinsip dan unsur penalaran :
Penulisan ilmiah mengemukakan dan membahas fakta secara logis dan sistematis dengan bahasa yang baik dan benar. Ini berarti bahwa untuk menulis penulisan ilmiah diperlukan kemampuan menalar secara ilmiah

2. Menulis Sebagai Proses Penalaran
Menulis merupakan proses bernalar. Untuk menulis mengenai suatu topik kita harus berpikir, mcnghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan dan sebagainya. Dalam bab ini akan dibahas aspek penalaran dalam karangan.
3. Berpikir dan Bernalar
Setiap saat selama hidup kita, terutama dalam keadaan jaga (tidak tidur), kita selalu berpikir. Berpikir merupakan kegiatan mental. Pada waktu kita berpikir, dalam benak kita timbul serangkaian gambar tentang sesuatu yang tidak hadir secara nyata. Kegiatan ini mungkin tidak terkendali, terjadi dengan sendirinya, tanpa kesadaran, misalnya pada saat-saat kita melamun. Kegiatan berpikir yang lebih tinggi dilakukan secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling berhubungan, dan bertujuan untuk sampai kepada suatu kesimpulan. Jenis kegiatan berpikir vang terakhir inilah yang disebut kegiatan bernalar.

4. Penalaran lnduktif
Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut induksi.
Penalaran induktif mungkin merupakan generalisasi, analogi, atau hubungan sebab akibat. Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu mengenai sernua atau sebagian dari gejala serupa itu. Di dalam analogi kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala ditarik berdasarkan pengamatan terhadap sejurnlah gejala khusus yang bersamaan. Hubungan sebab akibat ialah hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola sebab akibat, akibat-sebab, dan akibat-akibat.

5. Penalaran Deduktif
Deduksi dimulai dengan suatu premis yaitu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan. Kesimpulannya merupakan implikasi pernyataan dasar itu. Artinya apa yang dikemukakan di dalam kesimpulan secara tersirat telah ada di dalam pernyataan itu.

6. Penalaran dalam karangan ilmiah
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa suatu tulisan sebagai basil proses bernalar mungkin merupakan basil proses deduksi, induksi, atau gabungan keduanya. Dengan demikian suatu paparan dapat bersifat deduktif, induktif, atau gabungan antara kedua sifat tersebut. Suatu tulisan yang bersifat deduktif dibuka dengan suatu pernyataan/umum berupa kaidah, peraturan, teori, atau pernyataan umum lainnya.
Dalam praktek proses deduktif dan induktif itu diwujudkan dalam satuan--satuan tulisan yang merupakan paragraf. Di dalam paragraf suatu pernyataan umum membentuk kalimat utama yang mengandung gagasan utama yang dikernbangkan dalarn paragraf itu. Dengan demikian ada paragraf deduktif de-ngan kalimat utama pada awal paragraf, paragraf induktif dengan kalimat utama. Proses deduktif dan induktif itu juga diterapkan dalam mengembangkan seluruh karangan. Paragraf-paragrat deduktif dan induktif mungkin dipergunakan secara bergantian, bergantung kepada gaya yang dipilih penulis sesuai dengan efek dan tekanan yang ingin diberikannya. Karya ilmiah merupakan sintesis antara proses deduktif dan induktif, Kedua proses itu terlihat secara jelas.



Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
2.2 Penjabaran definisi – definisi utama
Penalaran Deduktif
adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Contoh : yaitu sebuah sistem generalisasi.
TV adalah barang eletronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi,
VCD Player adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi,
Generalisasi : semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.
Penalaran Deduktif
Penalaran yang bertolak dari sebuah konklusi/kesimpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum.
Dalam penalaran deduktif terdapat premis. Yaitu proposisi tempat menarik kesimpulan.
Penarikan kesimpulan secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
• Penarikan secara langsung ditarik dari satu premis.
• Penarikan tidak langsung ditarik dari dua premis.
Premis pertama adalah premis yang bersifat umum sedangkan premis kedua adalah yang bersifat khusus.
Jenis penalaran deduksi yang menarik kesimpulan secara tidak langsung yaitu
1. Silogisme Kategorial;
2. Silogisme Hipotesis;
3. Silogisme Alternatif;
4. Entimen.
Penalaran Induktif dan Deduktif
Suatu penelitian pada hakekatnya dimulai dari hasrat keingintahuan manusia,yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan maupun permasalahan-permasalahan yang memerlukan jawaban atau pemecahannya, sehingga akan diperoleh pengetahuan baru yang dianggap benar. Pengetahuan baru yang benar tersebut merupakan pengetahuan yang dapat diterima oleh akal sehat dan berdasarkan fakta empirik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah.
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan persyaratan mutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan memahami gejala merupakan kunci sukses untuk dapat mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.
Kedua penalaran tersebut di atas (penalaran deduktif dan induktif), seolah-olah merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah. Tetapi dalam prakteknya, antara berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak terpisahkan. Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori (Heru Nugroho; 2001: 69-70). Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu ujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.
Upaya menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif dengan penalaran induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut dengan reflective thinking atau berpikir refleksi. Proses berpikir refleksi ini diperkenalkan oleh John Dewey (Burhan Bungis: 2005; 19-20), yaitu dengan langkah-langkah atau tahap-tahap sebagai berikut :
• The Felt Need, yaitu adanya suatu kebutuhan. Seorang merasakan adanya suatu kebutuhan yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan tersebut.
• The Problem, yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap the felt need di atas, selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut, yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta bagaimana pemecahannya.
• The Hypothesis, yaitu menyusun hipotesis. Pengalaman-pengalaman seseorang berguna untuk mencoba melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Paling tidak percobaan untuk memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai dengan pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut, karena itu ia hanya mampu berteori dan berhipotesis.
• Collection of Data as Avidance, yaitu merekam data untuk pembuktian. Tak cukup memecahkan masalah hanya dengan pengalaman atau dengan cara berteori menggunakan teori-teori, hukum-hukum yang ada. Permasalahan manusia dari waktu ke waktu telah berkembang dari sederhana menjadi sangat kompleks; kompleks gejala maupun penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap tidak memadai, rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan. Masyarakat kemudian tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain, juga tidak puas dengan hukum-hukum dan teori-teori yang juga dibuat orang sebelumnya. Salah satu alternatif adalah membuktikan sendiri hipotesis yang dibuatnya itu. Ini berarti orang harus merekam data di lapangan dan mengujinya sendiri. Kemudian data-data itu dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu sama lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis tersebut dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu hipotesis yang dirumuskan tadi.
• Concluding Belief, yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dibuatlah sebuah kesimpulan, dimana kesimpulan itu diyakini mengandung kebenaran.
• General Value of The Conclusion, yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum. Konstruksi dan isi kesimpulan pengujian hipotesis di atas, tidak saja berwujud teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu – maksudnya kasus yang telah diuji hipotesisnya – tetapi juga kesimpulan dapat berlaku umum terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan kemiripan-kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Proses maupun hasil berpikir refleksi di atas, kemudian menjadi popular pada berbagai proses ilmiah atau proses ilmu pengetahuan. Kemudian, tahapan-tahapan dalam berpikir refleksi ini dipatuhi secara ketat dan menjadi persyaratan dalam menentukan bobot ilmiah dari proses tersebut. Apabila salah satu dari langkah-langkah itu dilupakan atau dengan sengaja diabaikan, maka sebesar itu pula nilai ilmiah telah dilupakan dalam proses berpikir ini.

Bab.3. Metode Penelitian
1. Metode analisa langsung.
Adalah suatu tehnik analisa penalaran berdasarkan analisa langsung dari hasil membaca paragraf yang ada.
2. Metode definisi makna sinkron paragraph yang ada.
Adalah suatu tehnik penalaran yang dapat dilakukan dengan mengetahui secara langsung makna utama dari suatu paragraph melalui penjabaran secara deskriptif deduktif maupun induktif.

Bab.4. Hasil penelitian dan kesimpulan Pembahasan.
4.1. Penjabaran Pembahasan
Pada hakikatnya penalaran dapat digunakan untuk berbagai fungsi dan keperluan,yang secara keseluruhan Penalaran sangatlah membantu dalam menemukan bverbagai makna dan fungsi dalam suatu paragraph melalui makna yang terkabdung didalam paragaraf tersebut yang kesemuanya diharapkan dapat sangat bermanfaat bagi kelangsungan pembelajaran dalam kegiatan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

4.2 Kesimpulan dan Saran dari hasil penelitian
• Mengetahui makna Penalaran.
• Mengetahui apa saja manfaat penalaran dalam kehidupan berbahsa Indonesia.
• Mengetahui apa sajakah jenis penalaran yang ada didalam perbendaharaan berbahasa Indonesia.
4.3. Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Barrs, M. (1983). The New Ortodoxy about Writing: Confusing Process and Pedagogy. Dalam Language Arts, 60, 7, hal. 839.

Connors, R. dan Glen, C. (1992). The St. Martin’s Guide to Teaching Writing. Edisi II. New York: St Martin’s Press.

Cunningham, P.M., dkk. (1995). Reading and Writing in The Elementary Classroom: Strategies and Observations. Edisi III. New York: Longman.

Goodman, K.S., dkk. (1987). Language Thinking in School: A Whole Language Curriculum. New York: Richard C. Owens.

Graves, D.H. (1978). Balance the Basic: Let Them Write. New York: Ford Foundation.