KOPERASI DAN BERBAGAI SISTEMATIKA DIDALAMNYA
Jurnal Ilmiah “Manajemen & Bisnis”
Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Jurnal Ilmiah “Manajemen & Bisnis”
Prgram Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Manajemen Koperasi Menuju Kewirausahaan Koperasi
Arman D. Hutasuhut
Vol. 01 No. 01 Oktober 2001
Halaman 1-11
MANAJEMEN KOPERASI
MENUJU KEWIRAUSAHAAN KOPERASI
Arman D. Hutasuhut
Abstrak. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia yang pantas untuk ditumbuhkembangkan sebagai
badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir. Membentuk jiwa
kewirausahaan koperasi di dalam diri para pengurus dan anggotanya adalah upaya
awal untuk menuju keberhasilan gerakan koperasi di tanah air.
Kata Kunci: Koperasi, Manajemen Koperasi, Kewirausahaan Koperasi.
Pendahuluan
Dalam usaha pemulihan krisis ekonomi Indonesia dewasa ini, sesungguhnya
koperasi mendapatkan peluang (opportunity) untuk tampil lebih eksis. Krisis ekonomi
yang diawali dengan krisis nilai tukar dan kemudian membawa krisis hutang luar
negeri, telah membuka mata semua pemerhati ekonomi bahwa "fundamental
ekonomi" yang semula diyakini kesahihannya, ternyata hancur lebur. Para pengusaha
besar konglomerat dan industri manufaktur yang selama ini diagung-agungkan
membawa pertumbuhan ekonomi yang pesat pada rata-rata 7% pertahun, ternyata
hanya merupakan wacana. Sebab, ternyata kebesaran mereka hanya ditopang oleh
hutang luar negeri sebagai hasil perkoncoan dan praktik mark-up ekuitas, dan tidak
karena variabel endogenous (yang tumbuh dari dalam) (Manurung, 2000).
Setelah dicanangkan oleh pendiri negara kita, bahwa koperasi merupakan
lembaga ekonomi yang cocok dengan spirit masyarakatnya, yaitu azas kekeluargaan.
Bahkan disebutkan oleh Hadhikusuma (2000). Kekeluargaan adalah azas yang
memang sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia dan telah berurat akar
dalam jiwa bangsa Indonesia. Namun sampai saat ini dalam kenyataannya peran
koperasi untuk berkontribusi dalam perekonomian Indonesia belum mencapai taraf
signifikan. Banyaknya masalah yang menghambat perkembangan koperasi di
Indonesia menjadi problematik yang secara umum masih dihadapi.
Pencapaian misi mulia koperasi pada umumnya masih jauh dan idealisme
semula. Koperasi yang seharusnya mempunyai amanah luhur, yaitu membantu
pemerintah untuk mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial, belum dapat menjalani
peranannya secara maksimal. Membangun koperasi menuju kepada peranan dan
kedudukannya yang diharapkan merupakan hai yang sangat sulit, walau bukan
merupakan hal yang tidak mungkin.
OIeh karena itu, tulisan ini tetap pada satu titik keyakinan, bahwa seburuk
apapun keadaan koperasi saat mi, kalau semua komponen bergerak bersama, tentunya
ada titik terang yang diharapkan muncul. Juga diharapkan mampu menjadi pencerahan
bagi kita semua, tentang bagaimana koperasi dikembalikan kepada cita-cita para
pendiri bangsa mi, menjadikan kegiatan ekonomi menjadi milik semua rakyat. Dengan
demikian, kesenjangan ekonomi yang merembet pada kesenjangan sosial dan
penyakitpenyakit masyarakat Iainnya dapat dikurangi (Nuhung, 2002).
Citra koperasi di masyarakat saat ini identik dengan badan usaha marginal,
yang hanya bisa hidup bila mendapat bantuan dari pemerintah. Hal ini sebenarnya
tidak sepenuhnya benar, karena banyak koperasi yang bisa menjalankan usahanya
tanpa bantuan pemerintah. Tantangan koperasi ke depan sebagai badan usaha adalah
harus mampu bersaing secara sehat sesuai etika dan norma bisnis yang berlaku .
Pendapat mengenai keberadaan unit usaha koperasi dalam sistem ekonomi
Indonesia, adalah: Pertama adalah yang mengutarakan perlunya mengkaji ulang
apakah koperasi masih perlu dipertahankan keberadaannya dalam kegiatan ekonomi.
Secara implisit pendapat ini menghendaki agar kita tidak perlu mempertahankan
koperasi sebagai unit usaha ekonomi. Pendapat ini mewakili pemikiran kanan baru
(new-right) yang tidak begitu mempermasalahkan konsentrasi ekonomi di kalangan
segelintir orang dalam masyarakat dan tidak menghendaki adanya pertanda pandangan
populis di dalam masyarakat. Kedua, adalah pendapat yang memandang bahwa unit
usaha koperasi dipandang perlu untuk dipertahankan sekadar untuk tidak dianggap
menyeleweng dari UUD 1945.
Pendapat inilah yang selama ini hidup dalam pemikiran bara birokrat
pemerintahan. Ketiga, adalah pendapat yang menganggap bahwa koperasi sebagai
organisasi ekonomi rakyat yang harus dikembangkan menjadi unit usaha yang kukuh
dalam rangka proses demokratisasi ekonomi.
Pendapat ini mendasarkan pada semangat dan cita-cita kemerdekaan Indonesia
yang ingin mengubah hubungan dialektik ekonomi, dari dialektik kolonial pada jaman
penjajahan kepada dialektik hubungan ekonomi yang menjadikan rakyat sebagai
kekuatan ekonomi (Sritua, 1997).
Tantangan bagi dunia usaha, terutama pengembangan Usaha Kecil
Menengah , mencakup aspek yang luas, antara lain : peningkatan kualitas SDM
dalam hal kemampuan manajemen, organisasi dan teknologi, kompetensi
kewirausahaan, akses yang lebih luas terhadap permodalan, informasi pasar yang
transparan, faktor input produksi lainnya, dan iklim usaha yang sehat yang
mendukung inovasi, kewirausahaan dan praktek bisnis serta persaingan yang sehat
(Haeruman, 2000).
Pengertian Koperasi
Menurut Undang-undang No. 25/1992, koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-perorangan atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat
yang berdasarkan asas kekeluargaan (Sitio dan Tamba, 2001). Koperasi sebagai
organisasi ekonomi yang berwatak sosial sebagai usaha bersama berdasar asas-asas
kekeluargaan dan gotong royong (Widiyanti, 94). Ropke menyatakan makna koperasi
dipandang dari sudut organisasi ekonomi adalah suatu organisasi bisnis yang para
pemilik/anggotanya adalah juga pelanggan utama perusahaan tersebut. Kriteria
identitas koperasi akan merupakan dalil/prinsip identitas yang membedakan unit usaha
koperasi dari unit usaha lainnya (Hendar dan Kusnadi, 1999).
Elemen yang terkandung dalam koperasi menurut International Labour
Organization (Sitio dan Tamba, 2001) adalah:
a. perkumpulan orang-orang,
b. penggabungan orang-orang tersebut berdasarkan kesukarelaan,
c. terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai,
d. koperasi yang dibentuk adalah suatu organisasi bisnis (badan usaha) yang
diawasi dan dikendalikan secara demokratis,
e. terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan,
f. anggota koperasi menerima resiko dan manfaat secara seimbang.
Prinsip-Prinsip Koperasi
Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.
Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian
yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi. Perkoperasian di
Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945, dan bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan
perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan
makmur (Koperindo.com, 2001 )
Prinsip-prinsip atau sendi-sendi dasar Koperasi menurut UU No. 12 tahun 1967,
adalah sebagai berikut.
a.Sifat keanggotaannya sukarela dan terbuka untuk setiap warg negara Indonesia
b.Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pencerminan demokrasi
dalam koperasi
c.Pembagian SHU diatur menurut jasa masing-masing anggota
d.Adanya pembatasan bunga atas modal
e.Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masya rakat pada
umumnya
f.Usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka
g.Swadaya, swakarta, dan swasembada sebagai pencerminan prinsip dasar percaya
pada diri sendiri
Menurut UU No. 25 Tahun 1992, prinsip-prinsip koperasi adalah sebagai
berikut:
Prinsip-prinsip koperasi adalah:
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya
jasa usaha masing-masing anggota.
d. Pemberian balas jasa tidak terkait dengan besarnya setoran modal.
e. Kemandirian
f. Pendidikan koperasi
g. Kerja sama antar koperasi
Permasalahan Koperasi
Untuk mampu bertahan di era globalisasi tentunya koperasi harus instropeksi
atas kondisi yang ada pada dirinya.. Tidak dapat dipungkiri bahwa hanya dengan
mengenal jati diri koperasi secara benar maka kemungkinan bersaing dengan badan
usaha lain akan terbuka. Jelas bahwa ditinjau dari sudut bentuk organisasinya, maka
organisasi koperasi adalah SHO (self-help organisasi).
Intinya koperasi adalah badan usaha yang otonom. Problemnya adalah
otonomi koperasi sejauh ini menjadi tanda tanya besar. Karena bantuan pemerintah
yang begitu besar menjadikan otonomi koperasi sulit terwujud. Dalam dataran
konsepsional otonomi Koperasijuga mengandung implikasi bahwa badan usaha
koperasi seharusnya lepas dari lembaga pemerintah, artinya organisasi koperasi bukan
merupakan lembaga yang dilihat dari fungsinyaadalah alat administrasi langsung dari
pemerintah, yang mewujudkan tujuan-tujuan yang telah diputuskan dan ditetapkan
oleh pemerintah (Rozi dan Hendri, 1997).
Masalah mutu sumberdaya manusia pada berbagai perangkat organisiasi
koperasi menjadi masalah yang menonjol dan mendapat sorotan. Subyakto (1996)
mempunyai pandangan bahwa, kendala yang sangat mendasar dalam pemberdayaan
koperasi dan usaha kecil adalah masalah sumberdaya manusia. Pengurus dan
karyawan secara bersama-sama -ataupun saling menggantikan- menjadi pelaku
organisasi yang aktif, dan menjadi front line staff dalam melayani anggota koperasi.
Keadaan saling menggantikan seperti itu, banyak terjadi dalam praktik
manajemen koperasi di Indonesia. Kinerja front line staff memiliki dampak terhadap
kepuasan pihak-pihak yang memiliki kaitan dengan pengembangan koperasi, antara
lain adalah anggota sebagai pemilik dan pemanfaat, pemerintah sebagai pembina
serta pihak mitra bisnis yang berperan sebagai pemasok, distributor, produsen,
penyandang dana dan lain sebagainya.
Manajemen Koperasi
Koperasi merupakan lembaga yang harus dikelola sebagaimana layaknya lembaga
bisnis. Di dalam sebuah lembaga bisnis diperlukan sebuah pengelolaan yang efektif
dan efisien yang dikenal dengan manajemen. Demikian juga dalam badan usaha
koperasi, manajemen merupakan satu hak yang harus ada demi terwujudnya tujuan
yang diharapkan.
Prof. Ewell Paul Roy mengatakan bahwa manajemen koperasi melibatkan 4
(empat) unsur yaitu: anggota, pengurus, manajer, dan karyawan. Seorang manajer
harus bisa menciptakan kondisi yang mendorong para karyawan agar
mempertahankan produktivitas yang tinggi. Karyawan merupakan penghubung antara
manajemen dan anggota pelanggan (Hendrojogi, 1997).
Menurut Suharsono Sagir, sistem manajemen di lembaga koperasi harus
mengarah kepada manajemen partisipatif yang di dalamnya terdapat kebersamaan,
keterbukaan, sehingga setiap anggota koperasi baik yang turut dalam pengelolaan
(kepengurusan usaha) ataupun yang di luar kepengurusan (angota biasa), memiliki
rasa tanggung jawab bersama dalam organisasi koperasi (Anoraga dan Widiyanti,
1992).
A.H. Gophar mengatakan bahwa manajemen koperasi pada dasarnya dapat
ditelaah dan tiga sudut pandang, yaitu organisasi, proses, dan gaya (Hendar dan
Kusnadi, 1999).
Dari sudut pandang organisasi, manajemen koperasi pada prinsipnya terbentuk dan
tiga unsur: anggota, pengurus, dan karyawan. Dapat dibedakan struktur atau alat
perlengkapan onganisasi yang sepintas adalah sama yaitu: Rapat Anggota, Pengurus,
dan Pengawas. Untuk itu, hendaknya dibedakan antara fungsi organisasi dengan
fungsi manajemen. Unsur Pengawas seperti yang terdapat pada alat perlengkapan
organisasi koperasi, pada hakekatnya adalah merupakan perpanjangan tangan dan
anggota, untuk mendampingi Pengurus dalam melakukan fungsi kontrol sehari-hari
terhadap jalannya roda organisasi dan usaha koperasi. Keberhasilan koperasi
tergantung pada kerjasama ketiga unsur organisasi tersebut dalam mengembangkan
organisasi dan usaha koperasi, yang dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya
kepada anggota.
Dan sudut pandang proses, manajemen koperasi lebih mengutamakan demokrasi
dalam pengambilan keputusan. Istilah satu orang satu suara (one man one vote) sudah
mendarah daging dalam organisasi koperasi. Karena itu, manajemen koperasi ini
sering dipandang kurang efisien, kurang efektif, dan sangat mahal.
Terakhir, ditinjau dan sudut pandang gaya manajemen (management style),
manajemen koperasi menganut gaya partisipatif (participation management), di mana
posisi anggota ditempatkan sebagai subjek dan manajemen yang aktif dalam
mengendalikan manajemen perusahaannya.
Sitio dan Tamba (2001) menyatakan badan usaha koperasi di Indonesia memiliki
manajemen koperasi yang dirunut berdasarkan perangkat organisasi koperasi, yaitu:
Rapat anggota, pengurus, pengawas, dan pengelola.
Telah diuraikan sebelumnya bahwa, watak manajemen koperasi ialah gaya
manajemen partisipatif. Pola umum manalemen koperasi yang partisipatif tersebut
menggambarkan adanya interaksi antar unsur manajemen koperasi. Terdapat
pembagian tugas (job description) pada masing-masing unsur. Demikian pula setiap
unsur manajemen mempunyai lingkup keputusan (decision area) yang berbeda,
kendatipun masih ada lingkup keputusan yang dilakukan secara bersama (shared
decision areas)
Adapun lingkup keputusan masing-masing unsur manajemen koperasi adalah
sebagai berikut (Sitio dan Tamba, 2001):
a.Rapat Anggota merupakan pemegang kuasa tertinggi dalam menetapka
kebijakan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi.
Kebijakan yang sifatnya sangat strategis dirumuskan dan ditetapkan pada
forum Rapat Anggota. Umumnya, Rapat Anggota diselenggarakan sekali
setahun.
b.Pengurus dipilih dan diberhentikan oleh rapat anggota. Dengan demikian,
Pengurus dapat dikatakart sebagai pemegang kuasa Rapat Anggota dalam
mengoperasionalkan kebijakan-kebijakan strategis yang ditetapkan Rapat
Anggota. Penguruslah yang mewujudkan arah kebijakan strategis yang
menyangkut organisasi maupun usaha.
c.Pengawas mewakili anggota untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijakan yang dilaksanakan oleh Pengurus. Pengawas dipilth
dan diberhentikan oleh Rapat Anggota. OIeh sebab itu, dalam struktur
organisasi koperasi, posisi Pengawas dan Pengurus adalah sama.
d.Pengelola adalah tim manajemen yang diangkat dan diberhentikan oleh
Pengurus, untuk melaksanakan teknis operasional di bidang usaha. Hubungan
Pengelola usaha (managing director) dengan pengurus koperasi adalah
hubungan kerja atas dasar perikatan dalam bentuk perjanjian atau kontrak
kerja.
Kewirausahaan Koperasi
Secara definitif seorang wirausaha termasuk wirausaha koperasi adalah orang
yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis,
mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan
darinya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses (Meredith, et al,
1984).
Para wirausaha koperasi adalah orang yang mempunyai sikap mental positif
yang berorientasi pada tindakan dan mempunyai motivasi tinggi dalam mengambil
risiko pada saat mengejar tujuannya. Tetapi mereka juga orang-orang yang cermat dan
penuh perhitungan dalam mengambil keputusan tentang sesuatu yang hendak
dikerjakan, Setiap mengambil keputusan tidak didasarkan pada metode coba-coba,
melainkan dipelajari setiap peluang bisnis dengan mengumpulkan informasi-informasi
yang berharga bagi keputusan yang hendak dibuat.
Selanjutnya menurut Meredith (1984) para wirausaha (termasuk wirausaha
koperasi) mempunyai ciri dan watak yang berlainan dengan individu kebanyakan.
Ciri-ciri dan watak tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Mempunyai kepercayaan yang kuat pada diri sendiri.
b. Berorientasi pada tugas dan basil yang didorong oleh kehutuhan untuk
herprestasi, berorientasi pada keuntungan, mempunyai ketekunan dan
ketabahan, mempunyni tekad kerja keras, dan mempunyai energi inisiatif.
c. Mempunyai kemampuan dalam mengambil risiko dan mengambil keputusan secara cepat dan cermat.
d. Mempunyai jiwa kepemimpinan, suka bergaul dan suka menanggapi saransaran
dan kritik.
e. Berjiwa inovatif, kreatif dan tekun.
f. Berorientasi ke masa depan.
Kewirausahaan koperasi adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara
koperatif dengan mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil risiko dan
berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi dalam mewujudkan terpenuhinya
kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama (Hendar dan Kusnadi,
1999). Dan definisi tersebut terkandung beberapa unsur yang patut diperhatikan
seperti penjelasan di bawah ini.
Kewirausahaan koperasi merupakan sikap mental positif dalam berusaha secara
koperatif. Ini berarti wirausaha koperasi (orang yang melaksanakan kewirausahaan
koperasi) harus mempunyai keinginan untuk memajukan organisasi koperasi, baik itu
usaha koperasi maupun usaha anggotanya. Usaha itu harus dilakukan secara koperatif
dalam arti setiap kegiatan usaha koperasi harus mementingkan kebutuhan anggotanya.
Tugas utama wirausaha koperasi adalah mengambil prakarsa inovatif, artinya
berusaha mencari, menemukan dan memanfaatkan peluang yang ada demi
kepentingan bersama (Drucker, 1988). Bertindak inovatif tidak hanya dilakukan pada
saat memulai usaha tetapi juga pada saat usaha itu berjalan, bahkan pada saat usaha
koperasi berada dalam kemunduran. Pada saat memulai usaha agar koperasi dapat
tumbuh dengan cepat dan menghasilkan. Kemudian pada saat usaha koperasi berjalan,
agar koperasi paling tidak dapat mempertahankan eksistensi usaha koperasi yang
sudah berjalan dengan lancar. Perihal yang lehih penting adalah tindakan inovatif pada
saat usaha koperasi berada dalam kemunduran (stagnasi). Pada saat itu wirausaha
koperasi diperlukan agar koperasi berada pada siklus hidup yang baru.
Wirausaha koperasi harus mempunyai keberanian mengambil risiko. Karena
dunia penuh dengan ketidakpastian, sehingga hal-hal yang diharapkan kadang-kadang
tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu dalam
menghadapi situasi semacam itu diperlukan seorang wirausaha yang mempunyai
kemampuan mengambil risiko. Tentu saja pengambilan risiko ini dilakukan dengan
perhitungan-perhitungan yang cermat.
Pada koperasi risiko-risiko yang ditimbulkan oleh ketidakpastian sedikit
terkurangi oleh orientasi usahanya yang lebih banyak di pasar internal. Pasar internal
memungkinkan setiap usaha menjadi beban koperasi dan anggotanya karena koperasi
adalah milik anggota. Oleh karena itu secara nalar tidak mungkin anggota merugikan
koperasinya. Kalaupun terjadi kerugian dalam kegiatan operasional, maka risiko
tersebut akan ditanggung bersama-sama, sehingga risiko per anggota menjadi relatif
kecil.
Tetapi bila orientasi usaha koperasi lebih banyak ke pasar eksternal seperti KUD,
maka risiko yang ditimbulkan oleh ketidakpastian akan mempunyai bobot yang sama
dengan risiko yang dihadapi oleh pesaingnya. Dalam kondisi ini tugas wirausaha
koperasi lebih berat dibanding dengan wirausaha koperasi yang lehih banyak
orilentasinya di pasar internal.
Kegiatan wirausaha koperasi harus berpegang teguh pada prinsip identitas
koperasi, yaitu anggota sebagai pemilik dan, sekaligus sebagai pelanggan.
Kepentingan anggota harus diutamakan agar anggota mau berpartisipasi aktif terhadap
koperasi. Karena itu wirausaha koperasi bertugas meningkatkan pelayanan dengan
jalan menyediakan berbagai kebutuhan anggotanya.
Tujuan utama setiap wirausaha koperasi adalah memenuhi kebutuhan nyata
anggota koperasi dan meningkatkan kesejahteraan bersama. Tugas seorang wirausaha
koperasi sebenamya cukup berat karena banyak pihak yang berkepentingan di
lingkungan koperasi, seperti anggota, perusahaan koperasi, karyawan, masyarakat di
sekitarnya, dan lain-lain. Seorang wirausaha koperasi terkadang dihadapkan pada
masalah konflik kepentingan di antara masing-masing pihak. Bila ia lebih
mementingkan usaha koperasi, otomatis ia harus berorientasi di pasar eksternal dan
hal ini berarti mengurangi nilai pelayanan terhadap anggota. Sebaliknya bila
orientasinya di pasar internal dengan mengutamakan kepentingan anggota, maka yang
menjadi korban adalah pertumbuhan koperasi.
Kewirausahaan dalam koperasi dapat dilakukan oleh anggota, manajer, birokrat
yang berperan dalam pembangunan koperasi dan katalis, yaitu orang yang peduli
terhadap pengembangan koperasi. Keempat jenis wirausaha koperasi ini tentunya
mempunyai kebebasan bertindak dan insentif yang berbeda-beda yang selanjutnya
menentukan tingkat efektivitas yang berbeda-beda pula.
Daftar Pustaka
Anoraga, Panji dan Widiyanti, Ninik. 1992. Dinamika Koperasi. Rineka Cipta,
Jakarta.
Arief, Sritua. 1997. Koperasi Sebagai Organisasi Ekonomi Rakyat, dalam
Pembangunanisme dan Ekonomi Indonesia. Pemberdayaan Rakyat dalam
Arus Globalisasi. CSPM dan Zaman. Jakarta.
Drucker, Peter F. 1988. Inovasi dan Kewiraswastaan, Praktek dan Dasar-Dasar.
Erlangga. Jakarta, dalam Hendar dan Kusnadi. 1999. Ekonomi Koperasi untuk
Perguruan Tinggi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Jakarta.
Haeruman, H. 2000. ”Peningkatan Daya Saing Industri Kecil untuk Mendukung
Program PEL”. Makalah Seminar Peningkatan Daya Saing. Graha Sucofindo.
Jakarta
Hendar dan Kusnadi, 1999. Ekonomi Koperasi untuk Perguruan Tinggi, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Hendrojogi. 1997. Koperasi: Azas-azas, Teori dan Praktek.. RajaGrafindo. Jakarta.
Koperindo.com. http/www.Koperindo.com.
Manurung, 2000. “Perkoperasian Di Indonesia: Masalah, Peluang dan Tantangannya
di Masa Depan”. Economics e-Journal, 28 Januari 2000,
Meredith, 1984. Kewirausahaan, Teori dan Praktek, Pustaka Binaman Pressindo,
Jakarta, dalam Hendar dan Kusnadi, 1999. Ekonomi Koperasi untuk
Perguruan Tinggi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta.
Rozi dan Hendri. 1997. Kapan dan Bilamana Berkoperasi. Unri Press. Riau.
Sitio, Arifin dan Tamba, Halomoan. 2001. Koperasi: Teori dan Praktek. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Subyakto, 1996. “Mutu Layanan dalam Perilaku Organisasi Koperasi”. http://
ln.doubleclick.net.
Widiyanti, Ninik, 1994. Manajemen Koperasi. Rineka Cipta. Jakarta.
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 1 TAHUN I - 2006
STUDI PERAN SERTA WANITA DALAM PENGEMBANGAN
USAHA KECIL MENENGAH DAN KOPERASI
Abstract
The aim of this study is for: 1). Analyzing ability and participation of woman in
developing Small & Medium Enterprise (SME) & Co-operative 2). Identifying
encourage and resistor factor of woman participation in development of SME
& Co-operative 3). Obtaining another alternative of improving ability and
participation of woman in development of SME & Co-operative. This study is
held in 5 ( five ) provinces, they are in West Sumatra, West Java, East Java,
West Kalimantan and South Sulawesi, using gender perspective survey
method, data-processing by tabulation and data analysis has done by
reflective descriptive.
From the study has shown that as perpetrator of SME, woman personate as
perpetrator of the business or as owner, as manager or even labour. In activity
of co-operative, woman can personate as a member, official member,
supervisor, manager, builder or even partner of the business. The role of
woman in so many sector; however as according to excesses that she had,
therefore most women are success in finance-related, crafting industry, and
processing industry. In consequence, most co-operative that managed by
woman is saving and loan in essence business activity, whether as a small
entrepreneur, woman has developing in store business, food and beverage
industry, convection / garment, salon / wedding service, also on crafting
industry.
From this research can be concluded that woman succeed in SME & Cooperative
development is shown from performance of some Woman Co-
Operative in East Java and South Sulawesi, whether shown by its organization
aspect that is amount and growths of its member, working performance that
is value and growth of own capital, external capital, turnover, and reached
profit. The business volume (VU) or turnover of sampling cooperative which
has reached Rp 2,6 billion until more than Rp 35 billion per year has given
multiplier effect and also has a big role in developing small and micro business
in the region, because most the co-operatives. turnover is in working capital
loan at small and micro business. Performance of sampling SME has quite
good, whether from its value and development of self-supporting capital,
turnover, and reached margin which average more than 25 %.
Thereby, can be told that women are quite succeed as perpetrator or in
developing SME & Co-operative, the succeed are caused because woman
have competition, skills, marketing, exploiting sources cooperative, and self
image aspect that is sincerity, responsibility, discipline, and also the nature
of: resilient, dare to, creative, proactive, self confidence, and also motivate to
create job opportunity, reducing poverty, and hard focus their mind and time
in every activity their handling on. On the contrary, unsuccessful woman or
resistor of woman as perpetrator or in developing SME & Co-operative, are
caused for example because of woman weakness such as less in taking
decision, emotional, nature of consumptive, family support inexistence, double
role, and low education. To improve the ability and participation of woman in
development of SME & Co-operative , hence can be done by improving
knowledge and skills with training and education, work practice, study compare,
and etc.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ketika Indonesia dilanda kritis, pemerintah baru tersadar bahwa usaha besar
yang dibangga-banggakan justru sebagian besar bangkrut/gulung tikar dan
memberikan beban berat bagi negara dan bangsa, sebaliknya usaha kecil
dan koperasi yang selama ini dipandang sebelah mata mampu bertahan,
bahkan berkembang. Ternyata, meskipun selama ini praktek layanan publik
dirasakan usaha kecil tidak fair, namun mereka mampu menunjukan
kekenyalannya, usaha kecil tetap mendayung sampannya di antara karangkarang
lautan yang berombak besar dan berubah-ubah karena tiupan angin
kencang. Namun demikian, walau usaha kecil mempunyai daya juang luar
biasa, untuk bertahan hidup dan berkembang perlu diberikan lingkungan
berusaha dan dukungan-dukungan lain untuk meningkatkan daya saing dan
daya tumbuhnya. Untuk itu isu pembinaan dan pengembangan usaha kecil
(termasuk mikro), menengah semakin digalakkan. Identifikasi kebutuhan dan
masalah usaha kecil dan koperasi perlu terus dilakukan dalam upaya
meningkatkan daya tumbuh dan daya saingnya.
Hampir setiap hari, semua media melaporkan kondisi krisis ekonomi yang
tak kunjung membaik. Tingkat kesehatan perbankan, dan upaya pemulihan
sektor riil seolah tak ada hasilmya, PHK dan pengangguran bertambah. Karena
krisis suami sebagai kepala rumah tangga menjadi pegangguran tak kentara.
Kebutuhan rumah tangga, pendidikan anak, kesehatan tak mungkin dihentikan,
memaksa para istri yang semula hanya sebagai ibu rumah tangga mulai
berperan di berbagai bidang usaha.
Wanita potensial untuk melakukan berbagai kegiatan produktif yang
menghasilkan dan dapat membantu ekonomi keluarga, dan lebih luas lagi
ekonomi nasional, apalagi potensi tersebut menyebar di berbagai bidang
maupun sektor. Dengan potensi tersebut wanita potensial berperan aktif dalam
proses recovery ekonomi yang masih diselimuti berbagai permasalahan ini.
Dalam konsisi demikian kajian dengan tema .wanita dan pengembangan usaha.
relevan untuk dibicarakan, khususnya dalam upaya menyiasati pemulihan
ekonomi serta meningkatkan kemandirian dan kemampuan wanita. Disamping
wanita sangat potensial dan memiliki kompetensi dalam pengembangan usaha
kecil, menengah maupun koperasi, baik wanita tersebut sebagai pelaku bisnis,
pengelola Pembina/ pendamping, ataupun sebagai tenaga kerja. Tentu saja
masih terus ditingkatkan kualitas dan profesionalismenya dengan peningkatan
kemampuan dan ketrampilannya
1.2. Perumusan Masalah
Wanita memiliki berbagai kelebihan seperti keuletan, etos kerja yang tinggi,
juga memiliki kelemahan-kelemahan yang menghambat peran serta dan
partisipasinya dalam perekonomian Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan
penelitian atau studi secara mendalam guna memperoleh gambaran secara
persis kemampuan dan peran serta wanita dalam kegiatan pengembangan
usaha, yaitu : 1) sampai seberapa jauh kompetensi dan peran wanita dalam
berbagai kegiatan atau bidang usaha, 2) kenapa mereka berhasil di suatu
jenis usaha tertentu dan kenapa mereka selalu gagal dalam bidang usaha
lainnya, 3) sampai sejauh mana wanita memiliki kelebihan dan kelemahan
dalam melakukan pengembangan usaha, serta 4) bagaimana kemungkinan
pengembangan kemampuan dan peran serta mereka dalam pengembangan
usaha kecil, menengah dan koperasi.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai pada studi ini adalah :
1) Mengnalisis kemampuan dan peranserta wanita dalam mengembangkan
UKMK
2) Mengidentifikasi factor pendorong dan penghambat peranserta wanita
dalam pengembangan UKMK
3) Memperoleh alternative peningkatan kemampuan dan peranserta wanita
dalam pengembangan UKMK
II. KERANGKA PEMIKIRAN
GBHN 1999 antara lain mengamanatkan perlunya meningkatkan kedudukan dan
peranan perempuan dalam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui
kebijakan nasional untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam
berbagai bidang pembangunan baik di pusat maupun di daerah. Sejalan dengan
amanat GBHN di atas perlu dilakukan peningkatan peran wanita dalam
pengembangan UKMK khususnya dan perekonomian Indonesia pada umumnya.
Untuk itu perlu dilakukan kajian peran serta dan kemampuan wanita dalam
pengembangan usaha kecil, menengah, dan koperasi. Untuk mengetahui peran
serta dan kemampuan wanita dalam pengembangan UKMK dapat dibedakan
menjadi : 1) wanita sebagai pelaku UKMK, 2) wanita sebagai pengelola UKMK,
dan 3) wanita sebagai pembina, pendamping, dan motivator, yang mana dalam
peran tersebut diperlukan pengetahuan, kemampuan, dan kompetensi
kewirausahaan.
Istilah wiraswasta sebelumnya lebih sering dipakai darpada wirausaha sebagai
padanan kata intrepreneur , berasal dari wira berarti utama, gagah, luhur, berani,
teladan, atau pejuang , dan swa berarti sendiri dan ta berarti berdiri, sehingga
swasta berarti berdiri diatas kaki sendiri atau berdiri atas kemampuan sendiri.
Dengan demikian wiraswasta/wirausaha berarti pejuang yang gagah, luhur, berani
dan paantas menjadi teladan dalam bidang usaha. Dengan kata lain wirausaha
adalah orang-orang yang memiliki sifat/jiwa kewirausahaan/kewiraswastaan,
yaitu berani mengambil resiko, keutamaan, kreativitas, keteladanan dalam
menangani usaha dengan berpijak pada kemauan dan kemampuan sendiri.
Keterlibatan wanita Indonesia dalam kegiatan ekonomi sebagai wirausaha telah
ada sejak zaman ke zaman, sejak dulu wanita telah terjun dalam dunia
perdagangan, misalnya wanita-wanita di Solo telah membantu ekonomi keluarga,
bahkan sebagai tulang punggung ekonomi keluarga dari usaha batik yang mereka
kelola. Demikian halnya di Palembang, Padang, Lampung, dan Ujung Pandang,
wanita-wanita sukses mengelola industri rumah tangga berupa kain songket.
Lyle M. Spencer dan Signe Spencer dalam bukunya .Competence at work : Models
for Superior Performance 1993. disebutkan : Kompetensi dapat didefinisikan
sebagai karakter mendasar dari seseorang yang menyebabkan seseorang
sanggup menunjukkan kinerja yang efektif atau superior di dalam suatu pekerjaan
atau karakter yang memberikan kontribusi terhadap kinerja menonjol dalam suatu
pekerjaan. Berarti kompetensi merupakan factor-faktor mendasar yang dimiliki
seorang Best/ Superior Performance (berprestasi secara menonjol) yang
membuatnya berbeda dengan Average Performance (berprestasi secara rata-rata
atau biasa-biasa saja). Kompetensi mempunyai cakupan yang jauh lebih
komprehensif yang terdiri dari keterampilan, motif, sifat, citra diri, peran social,
pengetahuan.
Dalam studi ini, untuk mengidentifikasi kompetensi wanita pelaku usaha koperasi
dan UKM, dilihat performance personal pengurus koperasi/pemilik usaha dari aspek
alasan berkiprah di koperasi-UKM, pemanfaatan teknologi, pemikirannya terhadap
diversifikasi usaha, hubungan kerja dengan anak buah dan mitra usaha guna
melihat motif, pengetahuan, ketrampilan, inter personal, dan peran sosial. Aspek
kepemimpinan (sistem pengambilan keputusan, hubungan kerja dengan bawahan/
sejawat), melihat citra diri yang terdiri dari aspek kejujuran dan tanggung jawab,
keterbukaan, kepedulian, respek, dan disiplin. Serta sifat-sifat/ kompetensi yang
seharusnya dimiliki oleh seorang pelaku usaha atau pimpinan yaitu : ulet, berani,
kreatif, proaktif dalam mengantisipasi perubahan, berjiwa besar, berpikir positif,
percaya diri, tegar, introvert atau ekstrovet.
Untuk melihat hasil usahanya dilihat dari kinerja koperasi /UKM, baik kinerja
kelembagaan maupun usahanya. Dengan menganggap faktor luar tidak
berpengaruh, maka bila pelaku usaha memiliki kompetensi usaha maka kinerja
usahanya akan baik. Untuk mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat
dicari faktor-faktor dominan atau kelebihan-kelebihan yang kebanyakan dimiliki
wanita yang menyebabkan wanita berhasil, dan diidentifikasi kelemahan-kelemahan
yang dimiliki wanita yang biasanya akan menjadi penghambat keberhasilannya,
serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam mengelola usaha. Untuk
peningkatan kemampuan wanita diidentifikasi kebutuh peningkatan pengetahuan
dan ketrampilannya.
III. METODA PENELITIAN
3.1. Lokasi
Studi ini dilaksanakan di lima propinsi yaitu : Sumatera Barat, Jawa Barat,
Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat.
3.2. Metode Penelitian dan Analisis Data
3.2.1. Metode Studi
Studi ini menggunakan metoda survey, namun berbeda dengan
penelitian konvensional, metodologi studi perempuan pada umumnya
dan penelitian yang perspektif gender pada khususnya merupakan
penelitian aksi participatory .untuk. perempuan (bukan penelitian
.tentang perempuan.). Penelitian untuk perempuan, yaitu penelitian
yang mencakup kebutuhan, minat, pengalaman perempuan, sebagai
instrument untuk meningkatkan status kehidupan dan
kesejahteraannya (Duelli Klein, 1983). Untuk itu dibutuhkan perubahan
sebagai berikut a). Perubahan Obyek Menjadi Subjek Penelitian,
b).Topik penelitian, harus berawal dari isu actual yang ditemukan di
lapangan (grounded research), c).Alur Penelitian dari Bawah ke Atas,
d) Penelitian kualitatif, akomodatif antara peneliti dan responden yang
diteliti, untuk bekerja sama, saling menghormati, saling bergantung
dan saling membantu. Metode yang banyak dikembangkan adalah
observasi partisipasi, e). Penempatan pengalaman pribadi sebagai
suatu material.
Tehnik pengumpulan data primer dengan pengamatan dan diskusi,
pengmatan langsung di lapang, dengan menggunakan kuesioner. Data
sekunder diperoleh dari studi pustaka, Dinas Koperasi dan UKM serta
instansi terkait baik tingkat propinsi maupun kabupaten berupa
publikasi, dokumen, laporan kegiatan.
3.2.2. Penetapan Sampel dan Responden
Penetapan kelompok usaha bersama wanita (KUB), pelaku usaha
wanita diberbagai jenis usaha, asosiasi pengusaha wanita, Pembina/
pendampingan usaha, koperasi wanita atau koperasi lainnya yang
pengurus/pengelolanya sebagian besar wanita sebagai sample maupun
respondennya dilakukannya secara sengaja (purposive sampling
method
3.2.3. Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilaksanakan dengan cara tabulasi dan analisa data
dilakukan secara diskriftif reflektif
3.3. Ruang Lingkup
Aspek yang menjadi focus dalam penelitian ini adalah:
- Identifikasi kompetensi wanita dalam pengembangan usaha atau
kewirausahaan, yang terdiri dari ; motif, sifat, citra diri, peran social,
pengetahuan, ketrampilan
- Identifikasi peran serta wanita dalam berbagai kegiatan usaha dari berbagai
sector usaha, kelompok usaha bersama (KUB), koperasi wanita atau
koperasi lainnya yang pengelolanya sebagian besar wanita
- Identifikasi kinerja KUB wanita, kegiatan usaha wanita diberbagai jenis
usaha, sosiasi usaha, pendampingan usaha, koperasi wanita atau koperasi
lainnya yang pengelolanya sebagian besar wanita
- Identifikasi faktor pendorong dan penghambat peran serta wanita dalam
pengembangan kegiatan usaha
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Kinerja Kelembagaan dan Usaha Koperasi Sampel
Dari 10 koperasi sampel di 5 propinsi lokasi studi, hampir seluruhnya Koperasi
Wanita (9 koperasi), dan hanya satu Koperasi jenis lainnya yaitu KSU (tabel
1). Kegiatan usaha pokok koperasi sampel adalah simpan pinjam, sedang
kegiatan usaha lain yang ditangani antara lain KCK, toko/ waserda, kantin/
catering, wartel/ kiospon, kredit barang dan konveksi. Pengurus Koperasi
sample berjumlah 3 sampai 6 orang , 5 Koperasi 5 Koperasi (50%) telah
memiliki manager dengan pendidikan SLTA (3 kop: K1, K2 Jabar dan K1 Sulsel),
dan S1 (2 Kopwan Jatim). Dari tenaga kerja (TK) yang dimiliki, 4 koperasi
contoh termasuk kecii hanya menggunakan tenaga kerja 1 sampai 3 orang,
2 koperasi agak besar yaitu menggunakan TK 6 an 9 orang dan 2 koperasi
termasuk besar yaitu Kopwan Jatim dengan tenaga kerja 66 orang ( K1) dan
94 orang (K2). Curahan waktu pengurus dalam mengelola Koperasi ada yang
secara sambilan : 3 sampai 4 jam per hari ( 3 koperasi ), namun kebanyakan
full time : 6 - 8 jam per hari (K1,K2 Kalbar dan K1 Sulsel), bahkan pengurus
Kopwan Jatim 12 jam dan 15 jam per hari.
Dilihat dari jumlah anggota, 2 Koperasi contoh dapat dikategorikan koperasi
kecil, dengan jumlah anggota 60 dan 66 orang, kategori koperasi sedang 2
koperasi dengan anggota 129, dan 136 orang , 2 koperasi agak besar dengan
anggota 218 dan 342 orang,1 koperasi termasuk besar dengan anggota 518
orang, dan 3 koperasi termasuk sangat besar dengan anggota 1121 orang (
K1 Sulsel) , 6349 orang ( K1 Jatim ) dan 9177 orang ( K2 Jatim). Sedang dari
perkembangan anggotanya , perkembangan anggota paling rendah K2 Jabar
yaitu menurun 37,5 % dan perkembangan paling tinggi adalah K2 Sumbar
34,69 % dan K1 Jatim 35,67 %.
Sumbar Jabar Jatim Kalbar Sulsel
Kinerja usaha 10 koperasi contoh cukup beragam ( tabel 2 ), modal sendiri(MS)
pada tahun 2000 dari paling rendah sebesar Rp 3 juta (K1 Kalbar), dan paling
tinggi Rp 7,5 M (K2 Jatim), dua koperasi yang memiliki MS antara 500 juta
sampai hampir 1 M yaitu K1 Jatim : Rp 947, 8 juta dan K1 Sulsel Rp 547,34
juta. Dengan demikian bila dilihat nilai MS maka K2 Jatim paling tinggi, sedang
bila dilihat dari perkembangan MS pada tahun 1999-2000, peningkatan paling
tinggi adalah K2 Kalbar dan K1 Jatim ( 51,98% dan 46,36%).
Dilihat dari modal luar yang dapat dihimpun, yang kebanyakan merupakan
simpanan sukarela ataupun jenis simpanan lainnya, dan sebagian pinjaman
dari perbankan, Koperasi yang paling berhasil menghimpun dana adalah K1
Sulsel sebesar Rp 2,1 M, kemudian K1 Jatim : Rp 834, 65 juta dan K2 Jatim
: Rp 818,28. Sedang bila dilihat dari peningkatan modal luar pada tahun
1999-2000, peningkatan paling tinggi dicapai K1 Sumbar : 50,84% kemudian
K2 Sulsel : 48,41% dan K1 Jatim : 31,34%.
Dilihat dari volume usaha (VU) yang dicapai dimana untuk koperasi yang
kegiatan pokoknya simpan pinjam, volume yang paling besar adalah pemberian
pinjaman pada anggota maupun non anggota yang mendapat rekomendasi,
V.U. tertinggi dicapai K2 Jatim : Rp 35,41 M, kemudian K2 Jatim : Rp 6,5 M,
K1 Sulsel : Rp 2,6 M dan K2 Sumbar : Rp 1,1 M. Sedang bila dilihat dari
peningkatan V Unya, peningkatan paling tinggi adalah K1 Jabar : 83,02%,
kemudian K1 Sulsel 60,16%, K1 Jatim 58,25 % dan K2 Sumbar 39,22%.
Adapun dari perolehan SHU ternyata K2 Jatim nilai SHUnya paling tinggi yaitu
Rp 129,46 juta kemudian K1 Sulsel Rp 101,33 juta, K1 Jatim Rp 52,87 juta,
dan K2 Jabar Rp 20,13 juta. Dilihat dari perkembangan SHU pada tahun
1999-2000: perkembangan tertinggi K2 Kalbar 51,99 % kemudian K1 Jabar
36,99 %, K2 Jatim 35,70% dan K1 Sumbar 33,10%.
Bila dikaitkan antara peningkatan volume usaha dan SHU, K2 Jatim mengalami
peningkatan VU 37,84 % diikuti dengan peningkatan SHU 35,79 %, K2 Kalbar
VU meningkat 36, 5% SHUnya meningkat 51,99 % hal ini menunjukkan
koperasi berjalan lebih efisien sehingga kenaikan VU diikuti dengan kenaikan
SHU. K1 Jatim VU nya meningkat 50,25 % SHUnya hanya meningkat 1,75 %
, demikian halnya K1 Sullsel VU nya menigkat 60,16 % SHUnya hanya
meningkat 9,58 %, menunjukkan koperasi tidak effisien, apalagi K2 Sumbar
VUnya meningkat 39,22% tapi SHUnya menurun 30,22%, demikian halnya
K2 Sulsel VUnya meningkat 13,4 % tapi SHUnya menurun 35,26 %.
4.2 Kinerja UKM contoh di lima Propinsi
Usaha kecil wanita yang menjadi sampel dalam penelitian ini 22 UK (Tabel 3
dan 4 ) yaitu Jatim 2 UK, Jabar 6 UK, Kalbar 3 UK, dua diantaranya adalah
KUB, Sulsel 7 UK diantaranya 2 KUB dan Sumbar 4 UK, Kebanyakan UKM
contoh telah memulai usahanya sejak t\ahun 1990an atau berumur 5-10 tahun
yaitu sebanyak 16 UK, tahun 1980 an atau berumur 15-20 tahun 5 UK dan
satu UK telah berumur 30 tahun. UKM wanita bergerak diberbagai macam
kegiatan, kebanyakan adalah kegiatan yang membutuhkan ketrampilan
wanita, seperti konveksi, menjahit, memproduksi jeans,denim, seragam, topi,
salon, rias pengantin, memproduksi aksesoris pengantin, pelaminan,
memproduksi makanan seperti roti atau kue basah/ kue kering, mie basah/
mie kering, keripik sanjai, pengolahan ikan, kerajinan seperti tenun ikat, tikar,
tas, dompet, wartel, toko dan sebagainya.
Dilihat dari pendidikan pelaku usaha, sebagian besar (95,45%) pendidikannya
setingkat SLTP dan SLTA, hanya satu (4,55%) contoh pelaku usaha yang
pendidikannya S1. Curahan waktu yang digunakan untuk mengelola usaha
skitar 4 sampai 10 jam. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, karena UK sampel
ini kebanyakan adalah industri atau usaha rumah tangga, penyerapan tenaga
kerja relatif masih kecil yaitu sekitar 2 sampai 15 orang, adapun 4 UKM yang
memiliki 50 dan 60 tenaga kerja sebernarnya mereka adalah anggota kelompok
Untuk menjalankan usahanya, dari 22 UK sampel hanya 12 orang (54,54%)
yang telah memanfaatkan modal luar atau pinjaman untuk menjalankan
usahanya, selebihnya (45,46%) menggunakan modal swadaya. Modal
swadaya yang digunakan sangat bervariasi mulai dari Rp 5 juta sampai yang
paling tinggi Rp 385 juta. Omset yang dicapaipun sangat bervariasi dari Rp 80
juta per tahun sampai Rp 500 juta per tahun dengan catatan ada 8 UK tidak
dapat memberikan nilai omset yang dicapai, karena UKM belum melakukan
pembukuan secara baik . Kegiatan usaha UK sampel kinerjanya dapat
dikatakan cukup baik dan masih prospektif karena margin yang diperoleh
rata-rata 25,72% dengan margin tertinggi mencapai 60% dan margin terendah
10%.
4.3 Keberhasilan dan Kegagalan Wanita Sebagai Pelaku Usaha
Keberhasilan wanita ditunjang dari kelebihan-kelebihan wanita yang
merupakan faktor dominan terhadap keberhasilannya sebagai pelaku usaha
antara lain telaten, jujur sehingga lebih dipercaya, ulet, sabar, teliti, cermat,
serius, tekun, berani mengambil resiko, tangguh, tidak mudah menyerah,
memiliki jiwa bisnis atau wira usaha, kemauan keras, semangat, dedikasi
dan loyalitas tinggi, terbuka, bekerja dengan ikhlas, selalu menjaga nama
baik, tidak egois, disiplin dalam administrasi maupun pengelolaan keuangan,
yang mana kelebihan-kelebihan tersebut harus selalu dijaga dan
dikembangkan.
Sebaliknya wanita memiliki pula kelemahan-kelemahan yang dapat menjadi
penyebab kegagalannya sebagai pelaku bisnis antara lain : memanfaatkan
kesempatan untuk kepentingan pribadi, tidak berani mengambil resiko, kurang
percaya diri, atau terlalu percaya diri, terlalu berambisi sehingga menangani
usaha diluar kemampuannya, wawasan sempit sehingga kurang informasi,
tidak bisa membagi waktu atas peran gandanya, sibuk dengan urusan keluarga
sehingga curahan waktu untuk kegiatan usahanya minimal, kurang sabar atau
emosi tinggi, menetapkan keputusan dengan tergesa-gesa, masih bergantung
atau didominasi suami, consumtive, tidak terbuka, tidak bersungguh-sungguh,
yang mana kelemahan-kelemahan tersebut hendaknya diminimalisir
4.4 Permasalahan Yang Dihadapi dan Kiat Yang Dilakukan Koperasi atau
UKM Dalam Pengembangan Usahanya
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi UKM maupun koperasi demikian
pula UKMK wanita dapat mempengaruhi kinerjanya, meskipun hal-hal tersebut
merupakan permasalahan klasik perlu dicarikan pemecahannya.
Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain kurang modal, lemahnya
SDM, kurang sarana/ prasarana, sulitnya akses ke perbankan, kurang
menguasai pasar, kurang menguasai penggunaan teknologi, yang meskipun
pelaku usaha wanita mempunyai kompetensi lebih, perlu juga dicarikan
jalan keluarnya secara lintas sektoral atau terpadu.
4.5 Alasan Mengapa Wanita Berkiprah Di Koperasi atau UKM
Pertanyaan apa alasan atau motivasi wanita melakukan usaha, yaitu untuk
menentukan apa yang ingin dicapai, tujuan apa yang hendak dicapai, serta
produk apa yang akan dihasilkan. Dari 32 responden wanita pelaku usaha,
ternyata 31 orang (96,88 %)menyatakan ingin mengurangi pengangguran atau
menciptakan lapangan usaha, kemudian ingin meringankan beban keluarga
10 orang (31,35%), ingin mengubah nasib 8 orang (25 %), ingin menjadi diri
sendiri 5 orang (15,12%), lain-lain yaitu ingin mengembangkan orang lain,
agar berguna bagi orang lain, meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi
sebanyak 3 orang (31,35 %). serta yang menjawab ingin kaya hanya 1 orang.
Banyaknya motivasi wanita melakukan usaha karena ingin mengurangi
pengangguran atau menciptakan lapangan usaha, menunjukkan adanya
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 1 TAHUN I – 2006
kesadaran dari wanita atas kondisi pengangguran yang semakin meningkat,
adanya kesadaran dari wanita untuk menciptakan pekerjaan bukan mencari
pekerjaan.
4.7 Pemanfaatan Teknologi Dan Pemikiran Diversifikasi Usaha
Teknologi sangat bermanfaat dalam rangka pengembangan usaha, baik dalam
rangka peningkatan kualitas maupun kuantitas karena dengan teknologi
pekerjaan berjalan secara otomatis akan mempersingkat waktu, mungkin bisa
menekan biaya, dan meningkatkan kualitas produk. Atas pertanyaan
pemanfaatan teknologi, dari 32 responden ternyata 24 orang ( 75 %)
menggunakan teknologi dan selebihnya 8 orang ( 25 % ) tidak memanfaatkan
teknologi
Teknologi yang telah dimanfaatkan responden antara lain computer untuk usaha
simpan pinjam, wartel, mesin jahit, microwave, sarana angkutan, alat penangkap
ikan dengan tenaga surya, mesin photo copy, dan sebagainya. Sedang yang
belum memanfaatkan teknologi karena memang kegiatan usahanya belum
memerlukan teknologi modern, namun ada juga yang sebetulnya membutuhkan
belum bisa memanfaatkan karena kendala keuangan sehingga teknologi
tersebut belum terjangkau.
Sejalan dengan optimisme pelaku usaha dan kepercayaan atas
kemampuannya, ternyata dari 32 responden 23 orang (71,85%)menyatakan
selalu memikirkan tentang diversifikasi usaha, 7 orang (21,88%) menyatakan
kadang-kadang, dan hanya 2 orang (6,25%) tidak pernah memikirkan tentang
diversifikasi usaha. Diversifikasi usaha yang akan dilakukan pelaku usaha
antara lain K1 Sulsel ingin membantu pemasaran produk kerajinan kelompokkelompok
prouktif yang dibinanya, dan UK ingin memanfaatkan bahan baku
yang ada di wilayahnya, membuka unit-unit usaha baru tentu saja disesuaikan
dengan ketrampilan dan kemampuan yang dimilikinya. Pemikiran terhadap
diversifikasi usaha mungkin juga disebabkan karena usaha yang digeluti sudah
jenuh.
4.8 Hubungan Kerja Antara Pimpinan/ Pelaku Usaha Dengan Bawahan/
Sejawat dan Mitra Usaha
Hubungan kerja pimpinan/ pelaku usaha dengan anak buah/ staf/ manajer
atau dengan sejawat seperti dalam koperasi dengan Badan Pengawas hampir
seluruhnya: 28 orang (87,5%) menyatakan tidak ada kesulitan, yang
menyatakan pernah ada kesulitan 2 orang (6,25 %) dan kadang-kadang 2
orang (6,25%). Tidak adanya kesulitan dalam hubungan kerja dengan bawahan
adalah wajar karena sampel dalam penelitian ini koperasinya juga tidak terlalu
besar, paling banyak menggunakan tenaga kerja 66 dan 94 orang yaitu K1
dan K2 di Jawa Timur sedang usaha kecil yang dijadikan sampel juga usaha
rumah tangga yang menyerap tenaga kerja 4-10 orang dan paling banyak 15
orang Dalam hal hubungan dengan mitra usaha, dalam penelitian ini ternyata dari
32 responden yang menyatakan tidak ada kendala 19 orang (59,38 %), sedang
yang ada kendala 13 orang (40,62%). Kendala hubungan dengan mitra usaha
kebanyakan yang banyak diperlukan adalah kemitraan dengan BUMN atau
BUMS belum jalan, pembayaran tidak tepat waktu, kesulitan dalam penagihan
cicilan pada anggota, dan lain sebagainya.
4.9 Kebutuhan Peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan
Dalam hal peningkatan pengetahuan, materi yang paling banyak diminati pelaku
usaha wanita adalah pemasaran dan bisnis 20 orang ( 62,5 %), perilaku
konsumen atau pelanggan 17 orang ( 53,12 %), lingkungan strategis 15
responden, kemudian trend baru, hukum, dan perundang-undangan masingmasing
11 orang (46,88%), dan hanya satu orang (3,12%) yang tertarik tentang
laporan keuangan dan akuntansi.
Dalam hal peningkatan ketrampilan, yang banyak dibutuhkan oleh pelaku
usaha wanita adalah mengenai peningkatan ketrampilan manajerial: 20 orang
(62,5%), memasarkan produk :17 orang ( 53,12 %), penggunaan teknologi
dan sumber daya masing-masing: 16 orang (50 %), kemudian melakukan
inovasi sesuai dengan kegiatan usahanya 15 orang (46,88%), dan
memproduksi barang dan jasa : 12 orang (37,5 %).
4.10 Persepsi Terhadap Citra Diri Dan Kompetensi Pelaku Usaha
Dari 32 responden pimpinan atau pelaku usaha kecil dan pengurus koperasi
wanita yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, ternyata 23 orang (71,88%)
kepemimpinannya bersifat partisipatif yaitu dalam mengambil keputusan
meminta pendapat, masukan, dan saran dari staf atau anak buah dan 9 orang
(28,12%) kepemimpinannya bersifat semi partisipatif yaitu dalam pengambilan
keputusan mendengarkan pendapat, masukan, dan saran dari staf atau anak
buah meskipun keputusan tetap ditangani pimpinan sendiri.
Penelitian terhadap citra diri pimpinan pelaku UKM dan pengurus koperasi
yang terdiri dari kejujuran, tanggung jawab, keterbukaan, kepedulian, respek,
dan disiplin, dari 32 responden yang dinilai, ternyata dalam hal kejujuran 22
orang (68,75%) dinilai baik, 2 orang (6,25%) dinilai sedang, selebihnya: 8
orang (25 %) dinilai kurang. Dalam hal tanggung jawab 28 orang (87,5%)
dinilai baik, 4 orang (22,5%) dinilai sedang, dari segi keterbukaan 24 orang
(75 %) dinilai baik, 7 orang (21,88%) dinilai sedang, dan 1 orang (3,12%)
dinilai kurang. Dalam hal kepedulian 23 orang (71,88%) dinilai baik, 9 orang
(39,13%) dinilai sedang, dalam hal respek 18 orang (25%) dinilai baik dan 14
orang (43,75%) dinilai sedang, dan dalam hal disiplin 22 orang (68,75%) dinilai
baik, 10 orang (31,25%) dinilai sedang. Dengan demikian hampir semua
unsur citra diri pelaku usaha dinilai baik dan sedang.
Dari kompetensinya, seluruhnya responen memiliki sifat ulet, yang memiliki
sifat berani mengambil resiko 26 orang (81,25%), yang kreatif 23 orang
(71,88%), yang proaktif menghadapi perubahan 21 orang (65,62%), yang
memiliki jiwa besar 25 orang (78,12%), yang memiliki percaya diri tinggi 27
orang (84,38%), yang tegar atau tidak mudah putus asa 26 orang (81,25%),
dan seluruhnya (100%) bersifat ekstrovet (terbuka). Dengan demikian dari 32
pelaku usaha wanita yang dinilai belum seluruhnya memiliki kompetensi yang
seharusnya dimiliki seorang pelaku usaha atau wirausaha yaitu masih ada
yang tidak berani mengambil resiko, tidak kreatif, tidak proaktif menghadapi
perubahan, tidak berjiwa besar, kurang percaya diri, dan tidak tegar atau mudah
putus asa.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dalam kegiatan UKM, wanita berperan sebagai pelaku usaha atau
sebagai pemilik, sebagai manager ataupun tenaga kerja. Dalam kegiatan
koperasi, wanita dapat berperan sebagai anggota, pengurus, pengawas,
manager, pembina ataupun pendamping usaha. Peran serta wanita dalam
berbagai sektor, namun sesuai dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki
wanita seperti tekun, teliti, ulet, sabar, jujur, tangguh, rasa tanggung jawab
tinggi, kemauan keras, semangat tinggi, disiplin, maka kebanyakan
wanita berhasil dalam bidang keuangan, kerajinan, industri pengolahan,
hal ini juga ditunjukkan dari hasil penelitian ini yang mana hampir seluruh
koperasi dengan kegiatan usaha pokoknya simpan pinjam cukup berhasil.
Sedang sebagai pengusaha kecil wanita banyak bergerak dalam usaha
pertokoan, industri makanan dan minuman, konveksi/garmen, salon/rias
pengantin sekaligus memproduksi assesorisnya, kerajinan dari lontar,
kaca, keramik dan sebagainya.
2. Koperasi contoh yang dikelola wanita, dapat diketegorikan koperasi kecil,
sedang, besar dan sangat besar dilihat dari kelembagaan khususnya
jumlah anggota dan tenaga kerjanya, maupun kinerja usahanya dan hampir
semuanya berjalan cukup baik. Dari penelitian ini terdapat Koperasi Wanita
yang cukup menonjol dan dikategorikan sangat besar yaitu K1 Sulsel
dengan anggota lebih 1000 orang, K1 Jatim dengan anggota lebih 6000
orang dan K2 Jatim dengan anggota lebih 9000 orang. Ketiga koperasi
ini juga memiliki kinerja usaha seperti modal sendiri, modal luar, volume
usaha, sisa hasil usaha cukup besar dengan perkembangan cukup baik
pula. Ketiga Koperasi tersebut memiliki omset atau volume usaha per
tahun cukup tinggi yaitu K2 Jatim (Rp 35,41 M), K1 Jatim (Rp 6,5 M),
dan K1 Sulsel (Rp 2,6 M), yang mana VU ini akan memberikan multifier
effect pada usaha mikro dan kecil di wilayahnya karena kebanyakan
VUnya berupa pinjaman modal kerja pada UKM. Adapun koperasi dengan
kategori kecil, sedang dan besar, meskipun nilai nominal usahanya tidak
terlalu besar namun memiliki perkembangan baik selama dua tahun
terakhir, seperti K1 Jawa Barat, K2 Kalimantan Barat, dan K1 Sumatera
Barat. Kinerja usaha kecil sampel cukup baik pula, dilihat dari modal
swadaya, omset, dan margin yang dicapai yaitu rata-rata lebih dari 25
%, meskipun dalam hal penyerapan tenaga kerjanya masih relatif kecil.
Dengan demikian dapat dikatakan wanita memiliki kompetensi cukup
baik dalam pengembangan UKMK. Dengan syarat benar-benar
mencurahkan cukup waktu dan pikirannya dalam kegiatan tersebut.
3, Dilihat dari kelebihannya, wanita pelaku usaha memiliki berbagai kelebihan
seperti ulet (54,4%), tanggung jawab( 34,38 %), teliti dan rasa tanggung
jawab masing-masing 34,38 %, tekun, sabar dan jujur masing-masing
21,88 %, kreatif dan ingin maju masing-masing 18,75% dari jumlah
sampel, merupakan faktor dominan penyebab wanita berhasil sebagai
pelaku usaha, dan sebaliknya memilki kelemahan antara lain karena
kurang dukungan keluarga ( 37,5 % dari jumlah sampel), kurang dukungan
lingkungan dan pemerintah setempat (28,12% dari jumlah sampel), peran
ganda (21,88 %), kurang berani mengambil resiko dan bersifat konsumtif
masing-masing 15,62 %, kurang profesional (12,5% dari jumlah sampel )
merupakan faktor penyebab wanita gagal sebagai pelaku usaha.
4. Koperasi/UKM sampel masih menghadapi permasalahan-permasalahan
dalam mengembangkan usahanya, seperti kurang modal, lemahnya SDM,
kurang menguasai teknologi/pasar memperngaruhi kinerja usaha,
sehingga permasalahan-permasalahan tersebut perlu dicarikan pemecahan
secara terpadu.
5, Hampir seluruh responden wanita pelaku usaha menyatakan ingin
menciptakan lapangan usaha/mengurangi penggangguran sebagai
motivasi mengapa berkiprah dalam dunia usaha (96,88 % dari jumlah
sampel), hal ini menunjukkan adanya kesadaran wanita untuk ikut serta
mengatasi kondisi kritis yang dihadapi bangsa Indonesia khususnya
dengan semakin meningkatnya penggangguran.
5. Sebanyak 87,8 % responden wanita pelaku usaha yang menyatakan
tidak ada kesulitan dalam menjalin hubungan kerja dengan anak buah,
sejawat, ini menunjukkan responden memiliki kemampuan peran sosial
yang baik
6. Dari penilaian anak buah/pembina tentang kepemimpinan, hubungan kerja,
citra diri dan kompetensinya, ternyata 72,7% sampel wanita pelaku usaha
kepemimpinannya bersifat partisipatif, 27,3 % semi partisipatif, dan tidak
ada yang bersifat otoriter. Dalam hal hubungan kerja dengan bawahan/
sejawat, ternyata 15 orang (46,87% dari jumlah sampel dinilai bersifat
terbuka, 23 orang (21,87 % dari sampel) mau mendelegasikan tugas
pada anak buah, dan tidak yang bersifat suka bekerja sendiri. Adapun
citra diri seluruh sampel dilihat dari aspek kejujuran, keterbukaan,
tanggung jawab, kepedulian, respek dan disiplin, seluruhnya dinilaii baik
dan sedang, tidak ada yang dinilai kurang. Dalam hal kompetensi sampel,
ternyata belum seluruh wanita pelaku usaha yang dijadikan sampel
memiliki seluruh kompetensi yang seharusnya dimiliki, yaitu masih ada
yang tidak berani mengambil resiko, tidak kreatif, tidak proaktif, tidak
berjiwa besar, tidak percaya diri, dan tidak tegas.
7. Terdapat kesadaran dan kemauan yang tinggi dari wanita pelaku usaha
untuk meningkatkan kemampuan ketrampilannya agar dapat meningkatkan
usahanya, baik dalam bentuk pendidikan/pelatihan, studi banding,
maupun magang. Materi peningkatan pengetahuan yang paling banyak
diminati yaitu tentang bisnis 21 responden (65,62%), kemudian
pemasaran, konsumen/pelanggan, dan lingkungan strategis, masingmasing
diminati oleh 20, 17, dan 16 responden atau masing-masing 62,5
%, 53,12%, dan 50% dari sampel. Materi peningkatan ketrampilan yang
paling banyak diminati adalah peningkatan ketrampilan manajerial 21
responden (65,5%), kemudian cara memanfaatkan teknologi,
memanfaatkan sumberdaya, memasarkan produk masing-masing diminati
oleh 17 responden atau 53,12%.
5.2 Saran
1. Untuk mengatasi permasalahan dalam sulitnya akses pada sumbersumber
permodalan, pemerintah diharapkan dapat memberikan
kemudahan pada koperasi/UKM memperoleh fasilitas kredit, konsep Modal
Awal Padanan (MAP) yang dirintis BPSKPKM yang mudah diakses
koperasi/UKM mungkin implementasinya dapat diperluas.
2. Guna meningkatkan kompetensi pelaku usaha dalam rangka
meningkatkan usahanya perlu dilakukan peningkatan pengetahuan,
ketrampilan dari pelaku usaha koperasi/UKM baik berupa diklat, kursus,
magang, studi banding, ataupun perbandingan usaha, yang mana
materinya sesuai dengan kebutuhan dan kegiatan usahanya.
3. Adanya kebutuhan pembinaan manajerial, pelayanan bisnis lainnya untuk
memudahkan akses pada sumber permodalan, kerjasama dengan sumber
bahan baku, informasi pasar, untuk itu implementasi LPB ( Lembaga
Pelayanan Bisnis) ataupun pendampingan bisnis implementasinya
hendaknya diperluas untuk pelaku usaha wanita.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Laporan Akhir Penelitian Peranan Wanita Dalam Pengembangan
Koperasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi,
Departemen Koperasi, 1991-1992;
Hesti, R.Wd. Penelitian Perspektif Gender dalam Analisis Gender Dalam
Memahami Persoalan Perempuan, Jurnal Analisis Sosial Edisi IV
Nopember 1996;
Hetifah, S. dkk, Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil, Seri
Penelitian AKATIGA, Yayasan AKATIGA 1995;
Masykur Wiratmo, Pengantar Kewiraswastaan Kerangka Dasar
Memasuki Dunia Bisnis, BPFE . UGM Yogyakarta, edisi Pertama;
Porter Michael E, .Competitive Advantage., The Free Press, 1985;
Siagian Salim dan Asfahani, Kewirausahaan Indonesia dengan Semangat
17-8-1945, Puslatkop. PK Depkop dan Pembinaan Pengusaha Kecil,
Jakarta;
Sumampaw, S.A. dkk, Ada Bersama Tradisi Seri Usaha Mikro Kecil,
Swisscontact dan Limpad, 2000.
Ketaren, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Koperasi...
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN KOPERASI
CREDIT UNION DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
(Studi Kasus: Koperasi Credit Union Partisipasi Sukamakmur
Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang)
Nurlela Ketaren
Abstract: This research is about the factors that influence The Credit Union Cooperation
in community empowerment. The problem in this research is what are the factors that
influence the success in Credit Union Cooperation “Partisipasi Sukamakmur” in
community empowerment and how is the community empowerment concept through
Credit Union Cooperation “Partisipasi Sukamakmur”.
This research used the quantitative and qualitative methods. The total population is the
whole members of Credit Union Cooperation or 204 people. The number of debtors in
this Credit Union is 80 people and 50% of them (40 people) became the sample of this
research. From 40 people, the researcher chose 5 people whom the researcher thought that
they have the deep and necessary knowledge to be informants.
Community empowerment through Credit Union Cooperation “Partisipasi Sukamakmur”
has been done through the rountine guidance average 36,62% (91,55%). The efforts are to
improve value and prestige religious activity, social devotion and agriculture. The
community empowerment oriented to create the self effort community (through the
animal breeding activities) which has the similar interest to cooperate, identified the
similar necessity to fulfill the similar necessity. Community Development in Credit
Union Cooperative is the efforts to improve the quality of social life including economics,
education, public health and social culture improvements. Therefore the factors that
influence the success Credit Union Cooperation “Partisipasi Sukamakmur” have so great
influences through the community empowerment that make it possible for its members to
improve their social life quality and also can enlarge the influences in the process which
influences the social economic and capital in Credit Union Cooperation.
Keywords: The factors of success Credit Union and community empowerment
PENDAHULUAN
Salah satu lembaga yang sesuai dengan
pembangunan masyarakat pedesaan dalam upaya
pemberdayaan ekonomi rakyat adalah koperasi.
Hal ini dikarenakan koperasi memiliki prinsip
gotong royong, rasa kebersamaan dan rasa
kekeluargaan. Organisasi koperasi yang
diperlukan masyarakat adalah koperasi yang jujur
dan dinamis sehingga potensi anggota dalam
menghimpun dana dapat terwujud (Badaruddin
dkk, 2005).
Pembangunan koperasi identik dengan
mengatasi kemiskinan. Menurut Bung Hatta,
koperasi yang berazaskan pasal 33 UUD 1945
merupakan satu-satunya jalan untuk
mendekatkan jurang perbedaan antara yang kaya
dengan yang miskin (Mubyarto 2003:10).
Secara makro dapat dilihat peranan
koperasi yang semakin melembaga dalam
perekonomian, antara lain; meningkatnya
manfaat koperasi bagi masyarakat dan
lingkungan, pemahaman yang lebih mendalam
terhadap azas, sendi serta tata kerja koperasi;
meningkatnya produksi, pendapatan dan
kesejahteraan; meningkatnya pemerataan dan
keadilan; meningkatnya kesempatan kerja.
Semua ini mengakibatkan pertumbuhan
struktural dalam perekonomian nasional yang
tergantung pada Co-operative Growth, Cooperative
Share dan Co-operative Effect yang
melibatkan, memberdayakan segenap lapisan
masyarakat, sehingga dapat mengatasi
kemiskinan (Sukamdiyo, 1996).
Credit union diperuntukkan bagi setiap
orang yang mau menciptakan asset dengan cara
menabung dengan harapan hari esok akan lebih
sejahtera. Konsep credit union sangat berbeda
dengan, koperasi kredit, kartu kredit, mobil
kredit, rumah kredit, dan barang-barang kredit
lainnya. Barang-barang tersebut dilunasi secara
perlahan-lahan tanpa memiliki nilai tabungan
didalamnya. Setelah lunas, selesai sudah
kreditnya dan orang yang mempunyai kredit
tersebut tidak punya asset atau modal. Sedangkan
dalam credit union, nilai kredit tersebut justru
menjadi aset dan menjadi modal yang disebut
saham (Ngo. A. Petrus, 2004).
Credit union partisipasi Sukamakmur
merupakan koperasi simpan pinjam yang
memiliki program pendidikan, pembinaan
kualitas sumber daya manusia, dan kesejahteraan.
Setiap anggotanya adalah pilar-pilar yang sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan credit uniuon.
Partisipasi anggota diukur dari kesediaan anggota
melaksanakan kewajiban dan melaksanakan hak
anggota secara bertanggung jawab (Widiyanti N,
2002).
Credit Union Partisipasi sukamakmur
berdiri 10 Februari 1994, jumlah anggota
Desember 2004 sebanyak 204 orang, jumlah
simpanan Rp 282.651.425, jumlah pinjaman Rp
410.512.200, jumlah asset Rp 524.052.998.
Apabila keberhasilan credit union terlihat
berdasarkan perkembangan jumlah unit,
partisipasi (jumlah anggota), penggunaan
pinjaman produktif, besarnya asset, dan besarnya
sisa hasil usaha, maka credit union partisipasi
Sukamakmur ini dapat dikatakan cukup berhasil.
Perkembangan Koperasi credit union di
pedesaan sebagai lembaga ekonomi rakyat
merupakan upaya pembangunan yang positif bagi
masyarakat pedesaan. Dengan kata lain koperasi
dipandang memiliki arti yang strategis pada masa
yang akan datang (Mubyarto, 2003). Sesuai
dengan latar belakang tersebut maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah
”Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi
keberhasilan koperasi credit union partisipasi
Suka Makmur dalam pemberdayaan
masyarakat?”.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan
menggunakan model analisa deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Analisa
deskriptif berusaha menggambarkan model
hubungan antara berbagai variabel dengan
memberikan penafsiran ilmiah dan analisis yang
logis atas hubungan antarfaktor. Credit union
dinyatakan berhasil bila memenuhi enam variabel
yang meningkat setiap tahun, yaitu; SHU,
Partisipasi anggota, Pendidikan Pengurus,
Kepemimpinan Pengurus, Administrasi dan
Manajemen, Pemberdayaan masarakat.
Populasi penelitian adalah seluruh
anggota koperasi Credit union yang berjumlah
204 orang. Sedangkan sampel diambil lima puluh
persen dari jumlah anggota yang meminjam
kepada koperasi Credit union yaitu 40 orang.
Dari sampel yang ada, dipilih informan yang
mempunyai pengetahuan secara mendalam
tentang masalah yang diteliti sebanyak 5 orang.
Teknik pengumpulan data adalah kuesioner dan
wawancara. yang meliputi faktor-faktor
mempengaruhi keberhasilan Credit union,
sedangkan lokasi penelitian adalah koperasi
Credit union Partisipasi Sukamakmur,
Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.
Untuk melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan koperasi Credit
union, digunakan data kuantitatif memakai
analisis tabulasi frekuensi dan persentase. Untuk
data kualitatif digunakan teknik analisis reduksi
data, dengan pengategorian data yang
mempunyai makna untuk menarik kesimpulan
dalam mencari faktor-faktor yang berhubungan
dengan masalah penelitian.
Sampel dalam penelitian adalah anggota
koperasi Partisipasi Sukamakmur yang berjumlah
40 orang dengan komposisi sebagai berikut:
Komposisi responden berdasarkan jenis
kelamin;
1. Responden laki-laki berjumlah 19 orang
(47,5%).
2. Responden perempuan berjumlah 21 orang
(52,5%).
Komposisi responden berdasarkan usia;
1. Responden berusia 27-33 tahun berjumlah 14
orang (35%).
2. Responden berusia 34-40 tahun berjumlah 9
orang (22,5%).
3. Responden berusia 41-47 tahun berjumlah 12
orang (30%).
4. Responden berusia 48-54 tahun berjumlah 5
orang (12,5%).
Komposisi responden berdasarkan tingkat
pendidikan;
1. Tingkat pendidikan SD berjumlah 1 orang
responden (2,5%).
2. Tingkat pendidikan SLTP berjumlah 2 orang
responden (5%).
3. Tingkat pendidikan SLTA berjumlah 17
orang responden (42,5%).
4. Tingkat pendidikan DIII berjumlah 6 orang
responden (15%).
5. Tingkat pendidikan S-1 berjumlah 14 orang
responden (35%).
Komposisi responden berdasarkan penggunaan
pinjaman;
1. Untuk keperluan pertanian berjumlah 5 orang
responden (12,5%).
2. Untuk keperluan konsumsi dan kesejahteraan
berjumlah 20 orang responden (50%).
3. Untuk keperluan peternakan berjumlah 10
responden (25).
4. Untuk keperluan berdagang berjumlah 5
orang responden (12,5%).
Komposisi responden berdasarkan jumlah
pinjaman;
1. Rp 1.000.000,- hingga Rp 2.400.000,-
berjumlah 6 orang responden (15%).
2. Rp 2.500.000,- hingga Rp 4.400.000,-
berjumlah 12 orang responden (30%).
3. Rp 4.500.000,- hingga Rp 6.400.000,-
berjumlah 17 orang responden (42,5%).
4. Rp 6.500.000,- hingga Rp 10.000.000,-
berjumlah 3 orang responden (7,5%).
5. Rp 11.000.000,- hingga Rp 20.000.000,-
berjumlah 2 orang responden (5%).
KESIMPULAN
Berdasarkan apa yang telah dijabarkan
dalam pembahasan di atas, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Koperasi credit union perlu menonjolkan
azas kekeluargaan dengan kerja sama,
dibandingkan persaingan sempurna. Koperasi
akan berhasil jika manajemen bersifat
terbuka dan partisipatif.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan koperasi credit union Partisipasi
Sukamakmur, yang meliputi; SHU,
partisipasi anggota, kepemimpinan pengurus,
manajemen koperasi, dan pemberdayaan
masyarakat dapat dikatakan sudah cukup
tinggi. Akan tetapi, optimalisasi masih perlu
dilakukan sehingga tujuan dari koperasi
credit union Partisipasi Sukamakmur dapat
dicapai dengan lebih maksimal.
3. Pemberdayaan masyarakat berorientasi
kepada masyarakat yang mandiri (melalui
kegiatan peternakan) yang memiliki
kesamaan minat untuk bekerjasama,
mengidentifikasi kebutuhan bersama, dan
kemudian melakukan kegiatan kebutuhan
bersama.
4. Tidak terdapat hubungan nyata antara
karateristik responden pendidikan formal,
umur, pendidikan koperasi, motivasi menjadi
anggota, simpanan dan pinjaman dengan
keberhasilan Koperasi credit union dan KUD
(produktifitas dan kepuasan anggota).
5. Partisipasi anggota yang meliputi; jumlah
simpanan, jumlah pinjaman, frekuensi
mengikuti pendidikan, lama tunggakan dan
lamanya menjadi anggota, mempunyai
hubungan yang signifikan dengan tingkat
pendapatan.
6. Terdapat hubungan antara pendidikan formal
dan non formal (pendidikan koperasi dan
kewirausahaan) dengan keberhasilan usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, 2001. Peranan Aktivitas Credit Union Dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Tesis (S-2)
Tidak Diterbitkan. Medan. Program Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (FISIP-USU).
Atmosudirjo, Prajudi. 1982. Dasar-dasar Administrasi Niaga. Jakarta: Chalia Indonesia.
Badaruddin & Nasution, M. Arief. 2005. Modal sosial dan Pemberdayaan Komunitas Nelayan (Isuisu
Kelautan dan Kemiskinan Hingga Bajak Laut. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hendrojogi, 1997. Azas-azas Koperasi; Teori dan Praktek. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada.
Kartasasmita, Ginandjar. 1995. Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
Krisnamurti, Bayu. 1998. Perkembangan Kelembagaan dan Perilaku Usaha Koperasi Unit Desa di
Jawa Barat. Kajian Cross Section (Tidak Diterbitkan). Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Manurung, M. 1998. Indonesia Menuju Demokrasi Ekonomi; Kumpulan Makalah Sistem Ekonomi.
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Marbun, Dunan. 1999. Peranan Credit Union dalam Mengelola Simpan-pinjam Untuk Meningkatkan
Pembangunan Ekonomi di Wilayah Pedesaan. Tesis (S-2) Tidak Diterbitkan. Medan. Program
Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara (FISIP-USU).
Mikkelsen, Britha. 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan. Jakarta:
Obor Indonesia.
Mubyarto. 1999. Reformasi sistem Ekonomi, dari Kapitalisme Menuju Ekonomi Kerakyatan.
Yogyakarta: Aditya Media.
Mutis, Thoby. 1983. Organizational Competency and Effectiveness of The Jakarta Credit
Cooperation/Credit Union (CU). Philippines: South East Asia Interdisciplinary Development
Institute.
Mutis, Thoby. 1992. Pengembangan Koperasi; Kumpulan Karangan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Ngo, A. Petrus. 2002. Ketua Credit Union Daya Lestari samarinda, Mengapa harus Credit Union?,
Makalah disampaikan pada Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat tanggal 2 Juli, Jakarta.
Ningrum, Natasia S. 2005. Larangan Praktik Monopoli dan Perjuangan Tidak sehat. Wawasan.
Sukardi, 2003. Sritua Arif: Ekonomi Rakyat di Era Globalisasi. Makalah disampaikan Pada Seminar
Sehari Memperingati 100 hari Meninggalnya Prof. Dr. Sritua Arif. Medan, FISIP USU.
Sukamdiyo. 1996. Manajemen Koperasi. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Titus, K. Kurniadi. 2004. Ekonomi Rakyat. Makalah Pendahuluan Pada Seminar Ekonomi Rakyat
tanggal 4 Juni 2004, Lembaga Keuangan Mikro.
Widiyanti, Ninik. 2002. Manajemen Koperasi. Jakarta: Rineka Cipta.
SISTEMATIKA REVIEW :
TEMA : KOPERSI DAN SISTEMATIKA YANG ADA DIALAMNYA.
JUDUL MATERI PENULISAN : RISET MENGENAI
· Jurnal Ilmiah “Manajemen & Bisnis”
Manajemen Koperasi Menuju Kewirausahaan Koperasi
Arman D. Hutasuhut,No. 01 Oktober 2001
· JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 1 TAHUN I – 2006
STUDI PERAN SERTA WANITA DALAM PENGEMBANGAN
USAHA KECIL MENENGAH DAN KOPERASI
· FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN KOPERASI
CREDIT UNION DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
(Studi Kasus: Koperasi Credit Union Partisipasi Sukamakmur
Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang)
Nurlela Ketaren
PENGARANG :
· Arman D. Hutasuhut
· Anonim, Laporan Akhir Penelitian Peranan Wanita Dalam Pengembangan
Koperasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi,
Departemen Koperasi, 1991-1992;
· Nurlela Ketaren dan Amelia, 2001. Peranan Aktivitas Credit Union Dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Tesis (S-2)
TAHUN PEMBUATAN : BERURUTAN;2001,2006,2001
REVIEW 1.
Jurnal Ilmiah “Manajemen & Bisnis”
JUDUL :Manajemen Koperasi Menuju Kewirausahaan Koperasi
PENGARANG : Arman D. Hutasuhut,
TAHUN PEMBUATAN :No. 01 Oktober 2001
LATAR BELAKANG MASALAH :
risiko yang ditimbulkan oleh ketidakpastian akan mempunyai bobot yang sama
dengan risiko yang dihadapi oleh pesaingnya. Dalam kondisi ini tugas wirausaha
koperasi lebih berat dibanding dengan wirausaha koperasi yang lehih banyak
orilentasinya di pasar internal.
Kegiatan wirausaha koperasi harus berpegang teguh pada prinsip identitas
koperasi, yaitu anggota sebagai pemilik dan, sekaligus sebagai pelanggan.
Kepentingan anggota harus diutamakan agar anggota mau berpartisipasi aktif terhadap
koperasi. Karena itu wirausaha koperasi bertugas meningkatkan pelayanan dengan
jalan menyediakan berbagai kebutuhan anggotanya.
TUJUAN UTAMA :
setiap wirausaha koperasi adalah memenuhi kebutuhan nyata
anggota koperasi dan meningkatkan kesejahteraan bersama. Tugas seorang wirausaha
koperasi sebenamya cukup berat karena banyak pihak yang berkepentingan di
lingkungan koperasi, seperti anggota, perusahaan koperasi, karyawan, masyarakat di
sekitarnya, dan lain-lain. Seorang wirausaha koperasi terkadang dihadapkan pada
masalah konflik kepentingan di antara masing-masing pihak. Bila ia lebih
mementingkan usaha koperasi, otomatis ia harus berorientasi di pasar eksternal dan
hal ini berarti mengurangi nilai pelayanan terhadap anggota. Sebaliknya bila
orientasinya di pasar internal dengan mengutamakan kepentingan anggota, maka yang
menjadi korban adalah pertumbuhan koperasi.
Kewirausahaan dalam koperasi dapat dilakukan oleh anggota, manajer, birokrat
yang berperan dalam pembangunan koperasi dan katalis, yaitu orang yang peduli
terhadap pengembangan koperasi. Keempat jenis wirausaha koperasi ini tentunya
mempunyai kebebasan bertindak dan insentif yang berbeda-beda yang selanjutnya
menentukan tingkat efektivitas yang berbeda-beda pula.
METODELOGI :
Pada dasarnya penelitian terhadap wiraswasta dilakukan secara langsung melalui penerapan nyata dan menyuluruh terhadap masyarakat,selain observasi,penelitian dilakukan dengan menerapkan pola timbale balik langsung secara berkala.
RINGKASAN KESIMPULAN
Berdasarkan obsevasi nyata dapat dipastikan kegiatan wiraswasta yang dilakukan oleh beberapa pihak terkait banyak memberikan dampak positif bagi masyaraka dan diharapkan banyak pihak yang akan diuntungka dari kegiatan ini.
REVIEW II.
JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 1 TAHUN I – 2006
JUDUL :Studi peran serta wanita dalam pengembangan usaha kecil menengah dan
Koperasi.
PENGARANG : Anonim
TAHUN PEMBUATAN : Departemen Koperasi, 1991-1992;
LATAR BELAKANG MASALAH :
Indonesia dan pemerintah baru tersadar bahwa usaha besar
yang dibangga-banggakan hanya membawa dampak negative bagi negara dan bangsa akibat kerugian,gulung tikar akibat perubahan suku bunga dan nilai tukar didunia, sebaliknya usaha kecil dan koperasi yang selama ini dipandang sebelah mata mampu bertahan bahkan berkembang.
Memang tak adil tampak,namun mereka mampu menunjukan
kekenyalannya, usaha kecil tetap mendayung sampannya di antara berbagai tantangan bisnis yang semakin bergejolah diera globalisasi. Namun demikian, walau usaha kecil mempunyai daya juang luar biasa, untuk bertahan hidup dan berkembang perlu diberikan lingkungan berusaha dan dukungan-dukungan lain untuk meningkatkan daya saing dan daya tumbuhnya. Untuk itu isu pembinaan dan pengembangan usaha kecil
(termasuk mikro), menengah semakin digalakkan. Identifikasi kebutuhan dan
masalah usaha kecil dan koperasi perlu terus dilakukan dalam upayameningkatkan daya tumbuh dan daya saingnya agar mampu menjadi usaha yang mampu menjadi prospek ekonomi terbaik dimasa yang akan datang.
TUJUAN UTAMA :
· Mengnalisis kemampuan dan peranserta wanita dalam mengembangkan
UKMK dalam program yang dijalankan.
· Mengidentifikasi factor pendorong dan penghambat peranserta pihak yang bersangkutan dalam pengembangan UKMK.
· Memperoleh alternative peningkatan kemampuan dan peranserta wanita
dalam pengembangan UKMK yang diharapkan banyak memberikan dampak
positif bagi kehidupan bermasyarakat
METODELOGI :
· Metode Penelitian dan Analisis Data
· Metode Studi
· Penetapan Sampel dan Responden
· Pengolahan dan Analisa Data
· Ruang Lingkup
RINGKASAN DAN KESIMPULAN :
Dalam kegiatan UKM, wanita berperan sebagai pelaku usaha atau
sebagai pemilik, sebagai manager ataupun tenaga kerja. Dalam kegiatan
koperasi, wanita dapat berperan sebagai anggota, pengurus, pengawas,
manager, pembina ataupun pendamping usaha. Peran serta wanita dalam
berbagai sektor, namun sesuai dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang bersangkutan.
REVIEW III.
(Studi Kasus: Jurnal Koperasi Credit Union Partisipasi Sukamakmur
Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang)
Nurlela Ketaren
JUDUL : JURNAL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEBERHASILAN KOPERASI CREDIT UNION DALAM
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PENGARANG : Nurlela Ketaren dan Amelia, 2001.
TAHUN PEMBUATAN : 2001. Peranan Aktivitas Credit Union Dalam Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat. Tesis (S-2)
LATAR BELAKANG MASALAH :
Menurut penelit,credit union lebih pesat dari KUD dalam hal
perkembangan.Akan tetapi bisnis credit union relatif lebih kecil, dan hanya
bergerak dalam usaha simpan pinjam. Berkaitan dengan hal itu, Marbun (1999) menyatakan
bahwa Koperasi kredit memiliki peranan dalam meningkatkan kegiatan usaha masyarakat
pedesaan, usaha pertanian, usaha dagang, dan jasa.
Secara parsial,variable seperti penghasilan keluarga, pendidikan formal,frekuensi mengikuti pendidikan di lingkungan,mempunyai pengaruh yang kuat terhadap lamanya tunggakan kecuali jenis pekerjaan tidak memiliki hubungan nyata Dengan begitu,dapat diakatakan bahwa pemberdayaan masyarakat dalam pembinaan menuju mandiri yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup sudah cukup tinggi (91,55%). Akan tetapi perlu optimalisasi agar semua anggota dapat meningkatkantaraf ekonominya.
TUJUAN UTAMA :Dengan adanya credit union dapat mengoptimalisasi taraf ekonominya para angotanya.
METODELOGI :
· Penggunaan observasi aktiv
· Pengunaan tehnik quisioner parsial
RINGKASAN DAN KESIMPULAN :
1. Koperasi credit union perlu menonjolkan azas kekeluargaan dengan kerja sama,
dibandingkan persaingan sempurna. Koperasi akan berhasil jika manajemen bersifat
terbuka dan partisipatif.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan koperasi credit union Partisipasi
Sukamakmur, yang meliputi; SHU, partisipasi anggota, kepemimpinan pengurus,
manajemen koperasi, dan pemberdayaan masyarakat dapat dikatakan sudah cukup
tinggi.