TUGAS SOFTSKILL MENGENAI PENGARUH KEBUDAYAAN DALAM PEMASARAN DAN KONSEP STATUS BESERTA KELAS SOSIAL DALAM KEGIATAN KONSUMSI PARA KONSUMEN.
NAMA : Dimas Yuliando
NPM :10208383
KELAS :3EA10
MATERI :Prilaku Konsumen
JUDUL : Pengaruh kebudayaan dalam pemasaran dan konsep status beserta kelas social dalam kegiatan konsumsi para konsumen.
UNIVERSITAS GUNADARMA
KALIMALANG 2010/2011
PENULISAN ILMIAH MENGENAI SISTEMATIKA PERILAKU KONSUMEN
BAB I PENDAHULUAN
• Latar belakang masalah
• Rumusan masalah
• Tujuan penelitian
• Kegunaan penelitian
• Sistematika pembahasan
BAB II LANDASAN TEORI
• Isi dan pembahasan
BAB III METODELOGI PENELIAN
• Jenis dan sumber data
• Metode pengumpulan data
• Teknik analisa
BAB IV HASIL PEMBASAN PENELITIAAN
• Pembahasan
BAB V.PENUTUP
• Kesimpulan
• Daftar pustaka
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Pada dasarnya kebudayaan memiliki peran penting dalam wilayah pemasaran karena secara tidak langsung terdapat etika bisnis didalamnya yang akan membentuk pola interaksi konsumsi dan pemasaran yang akan dilakukan oleh para konsumen dan produsen.
Pola perkembangan budaya yang bergerak sinergis secara tidak langsung dalam lingkungan pemasaran yang terus berkembang memerlukan pola moralitas bagi para pelakunya agar tidak terdapat berbagai kecurangan yang akan menimbulkan berbagai kerugian bagi pihak lainnya.untuk itu diperlukan enam tahap perkembangan moralitas dan etika prilaku produsen dan konsumen agar tidak saling menghancurkan yakni :
1) Level satu : Tahap Prakonvensional
Tahap satu : Orientasi Hukuman dan Ketaatan
Tahap dua : Orientasi Instrumen dan Relativitas
2) Level dua : Tahap Konvensional
Tahap Tiga : Orientasi pada Kesesuaian Interpersonal
Tahap Empat : Orientasi pada Hukum dan Keteraturan
3) Level tiga : Tahap Postkonvensional, Otonom, atau Berprinsip
Tahap Lima : Orientasi pada Kontrak Sosial
Tahap Enam : Orientasi pada Prinsip Etika yang Universal
Dalam perkembangannya Dalam lingkungan masyarakat kita melihat bahwa ada pembeda-bedaan yang berlaku dan diterima secara luas oleh masyarakat. Di sekitar kita ada orang yang menempati jabatan tinggi seperti gubernur dan wali kota dan jabatan rendah seperti camat dan lurah. Di sekolah ada kepala sekolah dan ada staf sekolah. Di rt atau rw kita ada orang kaya, orang biasa saja dan ada orang miskin.
Perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja, namun juga terjadi akibat perbedaan ciri fisik, keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras, suku, agama, pendidikan, jenis kelamin, usia atau umur, kemampuan, tinggi badan, cakep jelek, dan lain sebagainya juga membedakan manusia yang satu dengan yang lain.
Beragamnya orang yang ada di suatu lingkungan akan memunculkan stratifikasi sosial yang nantinya berkembang menjadi pembeda dalam tahapan konsumsi oleh para konsumen dari pola pendapatan yang berbeda dari masing masing individu.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belang permasalahan yang ada, maka dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut :
A.Apa makna stratifikasi social ?
B.Apakah makna status social ?
C.Apa makna difrensiasi social ?
D.Bagaimana perkembangan pemasaran dalam dasar perkembangan budaya yang ada ?
E.Apakah dampak perkembangan budaya terhadap prilaku konsumsi dan strata yang terangkum didalmnya ?
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai pada studi ini adalah :
A. Mengetahui dasar perkembangan budaya yang berjalan serempak dalam
perkembangan pemasaran.
B.Mengetahui berbagai makna strata,stratifikasi,difrensiasi,dan pemasaran secara umum
dalam konsep sumberdaya yang terangkum luas.
1.4 Kegunaan penelitian
A.Menambah pemahaman dasar mengenai perkembangan budaya yang berjalan
serempak dalam perkembangan pemasaran?
B.Menambah pemahaman mengenai makna strata,stratifikasi,difrensiasi,dan pemasaran
secara umum dalam konsep sumberdaya yang terangkum luas ?
II. LANDASAN TEORI
2.1 Sistematika pembahsan.
Arti Definisi / Pengertian Status Sosial :
Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya (menurut Ralph Linton). Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah.
Arti Definisi / Pengertian Kelas Sosial :
Kelas sosial adalah stratifikasi sosial menurut ekonomi (menurut Barger). Ekonomi dalam hal ini cukup luas yaitu meliputi juga sisi pendidikan dan pekerjaan karena pendidikan dan pekerjaan seseorang pada zaman sekarang sangat mempengaruhi kekayaan / perekonomian individu.
Arti Definisi / Pengertian Stratifikasi Sosial :
Stratifikasi sosial adalah pengkelasan / penggolongan / pembagian masyarakat secara vertikal atau atas bawah. Contohnya seperti struktur organisasi perusahaan di mana direktur berada pada strata / tingkatan yang jauh lebih tinggi daripada struktur mandor atau supervisor di perusahaan tersebut.
Arti Definisi / Pengertian Diferensiasi Sosial :
Diferensiasi sosial adalah pengkelasan / penggolongan / pembagian masyarakat secara horisontal atau sejajar. Contohnya seperti pembedaan agama di mana orang yang beragama islam tingkatannya sama dengan pemeluk agama lain seperti agama konghucu, budha, hindu, katolik dan kristen protestan.
A. Perilaku Konsumen
1. Pengertian Perilaku Konsumen
Semakin majunya perekonomian dan teknologi, berkembang pula
Yang harus strategi pemasaran. Untuk itu perusahaan perlu memahami atau mempelajari
perilaku konsumen dalam hubungannya dengan pembelian yang dilakukan
oleh konsumen tersebut. Dalam menentukan jenis produk atau jasa,
konsumen selalu mempertimbangkan tentang produk atau jasa apa yang
dibutuhkan, hal ini dikenal dengan perilaku konsumen.
Dijalankan perusahaan, khususnya dibidang
Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah kegiatan-kegiatan
individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan
mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa tersebut didalamnya proses
pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan
tersebut (Dharmmesta dan Handoko, 2000 : 10).
Hubungannya dengan keputusan pembelian suatu produk atau
jasa, pemahaman mengenai perilaku konsumen meliputi jawaban atas
pertanyaan seperti apa (what) yang dibeli, dimana membeli (where),
bagaimana kebiasaan (how often) membeli dan dalam keadaan apa (under
what condition) barang-barang dan jasa-jasa dibeli. Keberhasilan
perusahaan dalam pemasaran perlu didukung pemahaman yang baik
mengenai perilaku konsumen, karena dengan memahami perilaku
konsumen perusahaan dapat merancang apa saja yang diinginkan
konsumen.
2. Model Perilaku Konsumen
Model perilaku konsumen yang dikemukakan Kotler (1997 : 10)
menerangkan bahwa keputusan konsumen dalam pembelian selain
dipengaruhi oleh karakteristik konsumen, dapat dipengaruhi oleh
rangsangan perusahaan yang mencakup produk, harga, tempat dan
promosi. Variabel-variabel diatas saling mempengaruhi proses keputusan
pembelian sehingga menghasilkan keputusan pembelian yang didasarkan
pada pilihan produk, pilihan merek, pilihan penyalur, waktu pembelian,
jumlah pembelian.
Menurut Kotler (1997) persepsi adalah proses memilih, menata,
menafsir stimuli yang dilakukan seseorang agar mempunyai arti tertentu.
Stimuli adalah rangsangan fisik, visual dan komunikasi verbal dan non
verbal yang dapat mempengaruhi respon seseorang (Sodik, 2003).
Assael (1995) dalam Sodik (2003) menyebutkan bahwa persepsi
terhadap suatu produk melalui proses itu sendiri terkait dengan
komponennya (kemasan, bagian produk, bentuk) serta komunikasi yang
ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan
produk melalui latar kata-kata, gambar dan simbolisasi atau melalui
stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk (harga, tempat, penjualan,
dampak dari negara pejualan). Informasi yang diperoleh dan diproses
konsumen akan membentuk preferensi (pilihan) seseorang terhadap suatu
obyek. Preferensi akan membentuk sikap konsumen terhadap suatu obyek,
yang pada gilirannya akan sikap ini seringkali secara langsung akan
mempengaruhi apakah konsumen akan membeli suatu produk atau tidak.
4. Implikasi Perilaku Konsumen Pada Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran terdiri atas unsur-unsur pemasaran yang
terpadu yang selalu berkembang sejalan dengan gerak perusahaan dan
perubahan-perubahan lingkungan pemasarannya serta perubahan perilaku
konsumen. Hal ini disebabkan karena strategi pemasaran menyangkut dua
kegiatan pemasaran yang pokok yaitu : pemilihan pasar-pasar yang akan
dijadikan sasaran pemasaran dan merumuskan dan menyusun suatu
kombinasi yang dapat tepat dari bauran pemasaran, agar kebutuhan para
konsumen dapat dipenuhi secara memuaskan.
5. Keputusan Pembelian
Dalam memahami perilaku konsumen, terdapat banyak pengaruh
yang mendasari seseorang dalam mengambil keputusan pembelian suatu
produk atau merek. Pada kebanyakan orang, perilaku pembelian
konsumen seringkali diawali dan dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan
(stimuli) dari luar dirinya, baik berupa rangsangan pemasaran maupun
rangsangan dari lingkungan yang lain. Rangsangan tersebut kemudian
diproses (diolah) dalam diri, sesuai dengan karakteristik pribadinya,
sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian. Karakteristik pribadi
konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut
sangat komplek, dan salah satunya adalah motivasi konsumen untuk
membeli. Menurut Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Albari (2002)
menyatakan bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri
individu yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Jika seseorang
mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan
terdorong untuk berperilaku menguasai produk tersebut. Sebaliknya jika
motivasinya rendah, maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek
yang bersangkutan. Implikasinya dalam pemasaran adalah untuk
kemungkinan orang tersebut berminat untuk membeli produk atau merek
yang ditawarkan pemasaran atau tidak.
Sejalan dengan hal tersebut keputusan pembelian dalam penelitian
ini secara kontektual dapat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yaitu
motivasi konsumen untuk membeli.
B. Faktor – Faktor Yang Mempengruhi Perilaku Konsumen
Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah
sebagai berikut :
1. Faktor-Faktor Kebudayaan
a. Budaya
Budaya adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang
paling mendasar. Jika makhluk yang lebih rendah perilakunya
sebagian besar diatur oleh naluri, maka perilaku manusia sebagian
besar adalah dipelajari.
b. Sub Budaya
Sub budaya mempunyai kelompok-kelompok sub budaya yang lebih
kecil yang merupakan identifikasi dan sosialisasi yang khas untuk
perilaku anggotanya. Ada empat macam sub budaya yaitu kelompok
kebangsaan, kelompok keagamaan, kelompok ras dan wilayah
geografis.
c. Kelas Sosial
Kelas sosial adalah kelompok dalam masyarakat, dimana setiap
kelompok cenderung memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang
sama.
2. Faktor-Faktor Sosial
a. Kelompok Referensi
Kelompok referensi adalah kelompok-kelompok yang memberikan
pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku
seseorang.
b. Keluarga
Anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap
perilaku pembeli.
c. Peranan dan Status
Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok dapat dijelaskan dalam
pengertian peranan dan status. Setiap peranan membawa satu status
yang mencerminkan penghargaan umum oleh masyarakatnya.
3. Faktor-Faktor Pribadi
a. Usia dan Tahap Daur Hidup
Pembelian seseorang terhadap barang dan jasa akan berubah-ubah
selama hidupnya. Demikian halnya dengan selera seseorang
berhubungan dengan usianya.
b. Pekerjaan
Dengan adanya kelompok-kelompok pekerjaan, perusahaan dapat
memproduksi produk sesuai dengan kebutuhan kelompok pekerjaan
tertentu.
c. Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi seseorang dapat dilihat dari tingkat pendapatan
yang dapat berpengaruh terhadap pilihan produk.
d. Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang turut
menentukan perilaku pembelian.
e. Kepribadian dan Konsep Diri
Kepribadian adalah ciri-ciri psikologis yang membedakan setiap orang
sedangkan konsep diri lebih kearah citra diri.
4. Faktor-Faktor Psikologis
a. Motivasi
Motivasi adalah suatu kebutuhan yang cukup kuat mendesak untuk
mengarah seseorang agar dapat mencari pemuasan terhadap kebutuhan
itu.
b. Persepsi
Seseorang yang termotivasi siap untuk melakukan suatu perbuatan.
Bagaimana seseorang yang termotivasi berbuat sesuatu adalah
dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi yang dihadapinya.
c. Belajar
Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu
yang bersumber dari pengalaman. Kebanyakan perilaku manusia
diperoleh dengan mempelajarinya.
d. Kepercayaan dan Sikap
Melalui perbuatan dan belajar, orang memperoleh kepercayaan dan
sikap selanjutnya mempengaruhi tingkah laku pembelian (Kotler,
1997 : 153 – 161).
B. Periklanan
1. Definisi Periklanan
Periklanan pada dasarnya merupakan salah satu tahap dari pemasaran,
yang tiap-tiap tahap itu bagaikan mata rantai yang saling berhubungan dan
jaringannya akan terputus jika salah satu mata rantai itu lemah. Periklanan
menjadi tahap yang penting yang sama pentingnya dengan tahap-tahap lain
dalam proses pemasaran.
Definisi periklanan menurut institute praktisi periklanan Inggris dalam
Jefkins (1996: 5) adalah: Periklanan merupakan pesan-pesan penjualan
yang paling persuasive yang diarahkan kepada (calon) konsumen yang
paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan dengan biaya
yang paling ekonomis.
Kotler (1997: 236) mengartikan periklanan sebagai berikut: Periklanan
adalah segala bentuk penyajian non-personal dan promosi ide, barang, atau
jasa oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembiayaan.
Dalam membuat program periklanan manajer pemasaran harus selalu
mulai dengan mengidentifikasi pasar sasaran dan motif pembeli.
Kemudian membuat lima keputusan utama dalam pembuatan program
periklanan yang disebut lima M ( kotler 1997: 236) Sebagai berikut:
a) Mission (misi): apakah tujuan periklanan ?
b) Money (uang): berapa banyak yang dapat di belanjakan ?
c) Message (pesan): pesan apa yang harus disampaikan ?
d) Media (media): media apa yang digunakan ?
e) Measuremen (pengukuran): bagaimana mengevaluasi hasilnya ?
2. Tujuan Periklanan
Tujuan periklanan menurut kotler (1997: 236) sebagai berikut:
a) Periklanan menjalankan sebuah fungsi ”informasi”.
Biasanya dilakukan secara besar-besaran pada tahap awal suatu jenis
produk, tujuannya untuk membentuk permintaan pertama.
b) Periklanan menjalankan sebuah fungsi ”Persuasif”
Penting dilakukan dalam tahap kompetitif. Tujuannya untuk
membentuk permintaan selektif untuk suatu merk tertentu.
c) Periklanan menjalankan sebuah fungsi ”Pengingat”
Iklan pengingat sangat penting bagi produk yang sudah mapan.
Bentuk iklan yang berhubungan dengan iklan ini adalah iklan penguat
(Inforcement advertising) yang bertujuan meyakinkan pembeli
sekarang bahwa mereka telah melakukan pilihan yang benar.
3. Anggaran Periklanan
Setelah memutuskan tujuan periklanan. Langkah selanjutnya adalah
memutuskan anggaran periklanan untuk setiap produk. Kotler (1997:237)
menyatakan ada lima faktor yang perlu dipertimbangkan saat menetapkan
anggaran periklanan :
a) Tahap dalam siklus hidup produk .
Produk baru umumnya mendapat anggaran iklan yang besar untuk
membangun kesadaran dan membuat pelanggan mencoba prduk
tersebut merek yang sudah mapan biasanya didukung anggaran
periklanan yang lebih rendah sebagai rasio penjualan.
b) Pangsa pasar dan Basis konsumen
Merek dengan pangsa pasar yang tinggi biasanya membutuhkan lebih
sedikit
mempertahankan pangsanya. Untuk memperbesar pangsa pasar dengan
meningkatkan ukuran pasar memerlukan pengeluaran periklanan yang
lebih besar.
c) Persaingan dan Gangguan
Pasar dengan banyak pesaing dan pengeluaran iklan yang lebih tinggi
suatu merek harus diiklankan besar-besaran agar terdengar di tengah
kegaduhan pasar. Bahkan gangguan sederhana dari iklan yang tidak
bersaing secara langsung dengan merek tersebut sudah menyebabkan
perlunya periklanan yang lebih besar.
d) Frekuensi Periklanan
Jumlah pengulangan yang diperlukan untuk menyampaikan pasar
konsumen juga sangat menentukan anggaran periklanan.
e) Kemungkinan Subtitusi Produk
Merk-merk dalam suatu kelas komoditas (misalnya rokok, bir,
minuman ringan) memerlukan iklan besar-besaran untuk membangun
citra yang berbeda. Periklanan juga penting jika suatu merek dapat
memberikan manfaat atau tampilan fisik yang unik.
Biaya iklan sebagai presentase penjualan untuk
4. Pesan Periklanan
Iklan diadakan untuk memberi informasi dan membujuk. Isi
komunikasi iklan adalah inti apa yang dapat dilakukan oleh iklan tersebut.
Aspek ini sering disebut ”kreatif”, pesan atau isi iklan disebut ”pekerjaan
kreatif ”. Iklan meliputi latihan menulis dan mendesain dalam kata-kata
dan gambar, serta memerlukan kemampuan verbal maupun kemampuan
menggambar yang memadai. Perbedaan antara satu iklan dengan iklan
yang lain seringkali terletak pada pesan itu sendiri itulah arti komunikasi.
Fabey (1997: 7) menyatakan inti sari dari proses komunikasi kreatif
sebagai berikut:
a) Menyepakati Brifing
Brifing kreatif akan bermanfaat dalam merumuskan apa yang
dibutuhkan dalam pesan komunikasi. Brifing kreatif tersebut akan
menentukan elemen –elemen utama yang dibutuhkan dan akan
bertindak sebagai pedoman untuk pekerjaan kreatif selanjutnya.
b) Perumusan Strategi Kreatif
Setelah Brifing tersebut disetujui, selanjutnya dirumuskan strategi
yang
keseluruhannya, atau atribut produk yang akan diketengahkan dan
jenis janji atau bujukan yang akan dibuat.
c) Penyusunan Konsep
Inti sebuah iklan adalah gagasan yang ada dibelakangnya, apa yang
akan dikatakan pada khalayak. Gagasan utama yang merangkum
akan menentukan arah umum iklan tersebut rencana
keseluruhannya. Tema pesan, yaitu konsep iklan ituadalah titik titik
pusat iklan tersebut. Kampanye iklan akan berlanjut atau batal, berhasil
atau gagal, semua tergantung pada kekuatan atau kelemahan konsep
dasarnya.
5. Pemilihan Media Iklan
Pemilihan media iklan sangat penting agar pesan yang disampaikan
dalam iklan dapat efektif mencapai dan diterima konsumen sasaran.
Menurut Kotler (2000: 588), seorang perencana diantara berbagai
kategori media harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Kebiasaan media dari konsumen sasaran, dimana melihat faktor
demografi serta jangkauan media terhadap konsumen sasaran.
b) Produk, merek produk tertentu disesuaikan dengan kebutuhan akan
peragaan produk ataupun hanya melalui audio, sehingga ditinjau
apakah suatu media tertentu sudah bisa menjangkau dan membawa
danpak yang cukup baik.
c) Pesan, pesan yang disampaikan dalam iklan tersebut apakah berupa
pemberitahuan atau pengumuman maka media televisi bisa digunakan
namun berisi banyak data teknis maka membutuhkan media surat
kabar atau majalah.
d) Biaya, pertimbangan biaya sangatlah penting untuk menilai efektifitas
iklan dimana dengan biaya tertentu dapat mencapai keberhasilan.
6. Media Televisi
Media televisi merupakan salah satu media iklan yang efektif untuk
menyampaikan pesan iklan kepada konsumen potensial. Media televisi
merupakan media yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan iklan
produk, positioning iklan tersebut dalam sela-sela program siaran televisi.
Maka semakin banyak waktu yang dihabiskan pemirsa untuk melihat iklan
dalam media tersebut. Bentuk siaran dalam media televisi sangat
tergantung dari berbagai bentuk siarannya, apakah merupakan bagian dari
suatu sindikat, jaringan lokal, kabel atau bentuk lainnya. Bentuk iklan
ditelevisi yaitu: Pensponsoran, partisipasi, pengumuman maupun announ
cement.
Media televisi menimbulkan danpak yang kuat terhadap konsumen
dalam hal menciptakan kelenturan dengan mengkombinasikan audio visual
sehingga iklan dapat dikemas dalam bentuk yang menarik. Iklan media
televisi dapat mempengaruhi sikap dan persepsi konsumen sasaran dimana
banyak konsumen potensial meluangkan waktu didepan televisi sebagai
sumber berita dan informasi.
C. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Menurut Kotler (1997) persepsi adalah proses memilih, menata,
menafsir stimuli yang dilakukan seseorang agar mempunyai arti tertentu.
Stimuli adalah rangsangan fisik, visual dan komunikasi verbal dan non
verbal yang dapat mempengaruhi respon seseorang (Sodik, 2003).
Persepsi tidak hanya tergantung pada sifat-sifat rangsangan fisik, tapi
juga pada pengalaman dan sikap sekarang dari individu. Pengalaman dapat
diperoleh dari semua perbuatannya di masa lampau atau dapat pula
dipelajari, sebab dengan belajar seseorang akan dapat memperoleh
pengalaman. Hasil dari pengalaman yang berbeda-beda, akan membentuk
suatup andanganyang berbeda sehingga menciptakan proses pengamatan
dalam perilaku pembelianyang berbeda pula. Makin sedikit pengalaman
dalam perilaku pembelian,makin terbatas pula luasan interpretasinya. Dan
juga persepsi ini juga ada hubungannya antara rangsangan dengan medan
yang mengelilingi dan kondisi dalam diri seseorang.
Informasi yang diperoleh dan diproses konsumen akan membentuk
preferensi (pilihan) seseorang terhadap suatu obyek. Preferensi akan
membentuk sikap konsumen terhadap suatu obyek, yang pada gilirannya
akan sikap ini seringkali secara langsung akan mempengaruhi apakah
konsumen akan membeli suatu produk atau tidak.
Assael (1995) dalam Sodik (2003) menyebutkan bahwa persepsi
terhadap suatu produk melalui proses itu sendiri terkait dengan
komponennya (kemasan, bagian produk, bentuk) serta komunikasi yang
ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan
produk melalui latar kata-kata, gambar dan simbolisasi atau melalui
stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk (harga, tempat, penjualan,
dampak dari negara pejualan). Informasi yang diperoleh dan diproses
konsumen akan membentuk preferensi (pilihan) seseorang terhadap suatu
obyek. Preferensi akan membentuk sikap konsumen terhadap suatu obyek,
yang pada gilirannya akan sikap ini seringkali secara langsung akan
mempengaruhi apakah konsumen akan membeli suatu produk atau tidak.
2. Persepsi Produk/pesan
Persepsi produk/pesan tertuju pada produk yang dibuat dalam
komunikasi. Perhatian berfokus pada dua tipe respon yaitu argumen yang
mendukung (support argument) dan argumen yang menentang (counter
argument) (Belch dan Belch, 1995).
Counter argument merupakan persepsi konsumen yang berkebalikan
dengan
ketidakyakinan dan ketidaksetujuan terhadap klaim dalam iklan mengenai
produk. Konsumen lain ada yang mendukung argumen atau berpersepsi
bahwa konsumen setuju atau sependapat dengan klaim dalam iklan.
Argumen
penerimaan pesan, semakin menolak pesan yang disampaikan maka
penerimaan pesan juga akan semakin minimal. Sehingga indikasi bahwa
pemrosesan informasi iklan berjalan efektif bila seorang konsumen
memberikan argumen yang mendukung ( support argument ).
Assael (1995) dalam Sodik (2003) menyebutkan bahwa persepsi
terhadap suatu produk melalui proses itu sendiri terkait dengan
komponennya (kemasan, bagian produk, bentuk) serta komunikasi.yang
pesan dalam iklan. Konsumen Akan mengekspresikan yang menolak berhubungan secara negative dengan ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan produk melalui latar kata-kata, gambar dan simbolisasi atau melalui
stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk (harga, tempat, penjualan, dampak dari negara pejualan).
Persepsi mengenai pesan/produk yang telah terbentuk setelah
konsumen sasaran menyaksikan penayangan iklan akan membentuk sikap
mereka terhadap merek yang akan mempengaruhi minat beli secara tidak
langsung.
3. Persepsi Sumber/Model Iklan
Persepsi sumber/model iklan tertuju pada sumber atau model yang
mengkomunikasikan iklan. Respon paling kritis dari konsumen adalah
penghinaan sumber/model atau persepsi negatif terhadap model. Hal ini
akan mendorong penurunan penerimaan pesan. Umumnya ini terjadi
ketika konsumen berpendapat bahwa model berkata tidak jujur atau
membohongi sehingga konsumen kurang menerima apa yang model
katakan.
Persepsi terhadap sumber/model tidak selalu negatif. Konsumen yang
bereaksi baik terhadap sumber/ model iklan menghasilkan persepsi yang
baik atau mendukung model iklan. Pembuat iklan dapat menyewa seorang
pembicara atau model yang disukai oleh konsumen sasaran untuk
membawa efek atas pesan yang disampaikan.
Pembentukan sikap terhadap merek menurut Burke dan Edell (1998);
Mackenzie, Lutz dan Belch (1986) dipengaruhi secara langsung oleh
persepsi mengenai model iklan. Selain itu persepsi mengenai model iklan
juga mempengaruhi pembentukan sikap konsumen sasaran terhadap sikap
terhadap iklan.
Sehingga secara tidak langsung persepsi mengenai sumber/model
mempengaruhi minat beli konsumen melalui sikap terhadap merek dan
sikap terhadap iklan.
4. Persepsi Terhadap Iklan
Persepsi terhadap iklan tertuju pada iklan itu sendiri. Pada saat melihat
iklan, banyak konsumen yang tidak memperhatikan klaim produk dan atau
pesan secara langsung, tetapi reaksi afektif menimbulkan perasaan
terhadap iklan.
Persepsi ini meliputi reaksi terhadap faktor iklan seperti kreatifitas efek
gambar, warna dan intonasi suara ( Belch dan Belch, 1995 ). Persepsi
terhadap iklan dapat berupa tanggapan baik atau tidak baik. Hal ini penting
karena efeknya pada sikap terhadap iklan dan juga merek secara langsung.
Selain dengan ukuran suka tidak suka, reaksi afektif konsumen terhadap
iklan, khususnya iklan komersial di televisi dapat diukur dengan
pernyataan terhadap gaya, ide, produksi, audio pembuatan suatu iklan
(Mehta, 1994). Reaksi ini akan ditransformasikan pada sikap terhadap
merek dan minat beli konsumen.
Perasaan konsumen tentang iklan sama petingnya dengan sikap mereka
terhadap merek dalam penilaian kefektivan iklan. Pentingnya reaksi afektif
dan perasaan yang tergambarkan dalam iklan tergantung pada beberapa
faktor diantaranya kealamian iklan dan tipe pemrosesan informasi oleh
konsumen.
D. Sikap
1. Pengertian Sikap
Sikap disebut juga sebagai konsep yang paling khusus dan sangat
dibutuhkan dalam psikologis sosial kontemporer. Sikap juga merupakan
salah satu konsep yang paling penting yang digunakan pemasar untuk
memahami konsumen.
Definisi sikap menurut Allport dalam setiadi (2003) adalah suatu
mental dan syaraf sehubungan dengan kesiapan untuk menanggapi,
diorganisasi
mengarahkan dan atau dinamis terhadap perilaku. Definisi yang
dikemukakan oleh Allport
adalah mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan terhadap suatu
obyek baik disenangi ataupun tidak disenangi secara konsisten.
melalui
pengalaman
dan
memiliki
pengaruh
yang
tersebut mengandung makna bahwa sikap
Engel dalam Yulistiano dan suryandari (2003) membagi sikap menjadi
tiga komponen sebagai berikut:
a. Kognitif
Kognitif berhubungan dengan pengenalan dan pengetahuan obyek
beserta atributnya. Pada saat konsumen menerima rangsangan sebuah
iklan maka proses psikologi internal akan bekerja yang dihubungkan
dengan pengaktivan indera.
b. Afektif
Afektif memberikan tanggapan tentang perasaan terhadap obyek dan
atributnya. Indra yang bekerja akan memberikan interpretasi terhadap
sebuah obyek atau dalam sebuah iklan adalah produk / merek dan
bagian-bagian dari penayangan iklan itu sendiri.
c. Konasi
Dalam konasi seorang memiliki minat dan tindakan dalam sebuah
perilaku. Bila tahap ini bekerja maka konsumen telah memiliki
keputusan akan suara obyek.
Engel dalam yulistiano dan suryandari (2003) menjabarkan dimensi
sikap sebagai berikut:
a. Valance
Mengaju pada sikap positif , sikap negatif, atau netral.
b. Extermity
Keekstriman merupakan intensitas kesukaan dan ketidak sukaan.
c. Resistance
Tingkat dimana sikap kebal terhadap perubahan.
d. Persistence
Merefleksikan bahwa sikap dapat berubah secara perlahan-lahan /
gradual.
e. Konfidence
Tidak semua sikap berada pada tingkat keyakinan yang sama.
2. Sikap terhadap Iklan
Sikap terhadap iklan adalah cara konsumen mengenai sebuah iklan :
sikap terhadap iklan (afektif) merupakan cara konsumen merasakan hal
tersebut. Assael (2001: 368) mendefinisikan sikap terhadap iklan sebagai
berikut”Attitude toward the ad is the consumer`s predisposition to respond
favorably or anfavorably to a particular ad”. yaitu sikap terhadap iklan
adalah kecenderungan konsumen menjawab dengan baik atau tidak baik
iklan tertentu.
Respon kognitif yang positif
bolstering)umumnya akan menghasilkan sikap positif konsumen terhadap
iklan: respon kognitif yang negative (counterarguments dan source
derogation) umumnya menghasilkan sikap negatif.
Karena aspek afektif yang dominan maka sikap terhadap iklan diukur
dalam afektif penerima pesan yang menilai baik-tidak baik, suka-tidak
suka,
informatif.
Mowen dan Minor (2002: 378) mengemukakan bahwa konsumen
mengembangkan sikap terhadap iklan seperti terhadap merek, dan sikap
terhadap iklan ini mempengaruhi sikap mereka terhadap merek. Sikap
terhadap iklan mengacu pada kesukaan atau ketidaksukaan konsumen
secara umum atas rangsangan iklan tertentu selama exposure iklan
tersebut. Sikap terhadap iklan tergantung pada sejumlah fakor, termasuk
isi iklan dan khayalan yang bersemangat, suasana hati konsumen, emosi
(support arguments dan source
menarik-tidak menarik,
kreatif-tidak kreatif,
informati-tidak
iklan yang didapatkan konsumen, dan kesukaan konsumen atas progam
TV dimana iklan disisipkan.
Mowen dan Minor (2002: 378) menyelidiki hubungan antara sikap
terhadap iklan, emosi, tingkat khayalan iklan, sikap terhadap merek, dan
kognisi merek menemukan bahwa sikap terhadap iklan mempengaruhi
sikap terhadap merek, yang kemudian juga mempengaruhi pilihan merek.
3. Sikap terhadap Merek
sikap
kecenderungan yang dipelajari oleh konsumen untuk mengevaluasi merek
dengan cara mendukung (positif) atau tidak mendukung (negatif) secara
konsisten. Evaluasi konsumen terhadap merek tertentu ini di mulai dari
sangat jelek sampai sangat bagus.
Sikap terhadap merek didasarkan pada skema tentang merek tersebut
yang telah tertanam dibenak konsumen. seperti telah disebutkan diatas
bahwa komponen sikap ada 3 yaitu: Kognitif, Afektif dan Konatif maka
ketiga komponen sikap ini juga terdapat dalam sikap konsumen terhadap
produk, yaitu Assael (2001: 283):
a. Brand believe adalah komponen kognitif (pemikiran).
b. Brand evaluation adalah komponen afektif yang mewakili semua
evaluasi terhadap merek oleh konsumen. Kepercayaan terhadap suatu
merek adalah multi dimensional karena mereka mewakili atribut merek
yang dipersepsikan oleh konsumen.
terhadap
merek
menurut
Assael
(2001:
282)
adalah
c. Kecenderungan untuk bertindak adalah komponen konatif (tindakan)
dan pada umumnya komponen ini dengan melihat ”maksud untuk
membeli”
mengembangkan strategi pemasaran.
Ketiga komponen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dimana
brand believe mempengaruhi evaluasi terhadap merek. Evaluasi terhadap
merek mempengaruhi maksud untuk membeli.
Mowen dan Minor (2002: 332) menyatakan bahwa semua model multi
atribut yang berbeda telah dikembangkan untuk memprediksi sikap
konsumen terhadap merek/objek, dimana satu model yang medapat paling
banyak perhatian dari konsumen adalah model sikap terhadap merek/objek
atau model Fishbein. Model ini mengidentifikasi tiga faktor utama yang
memprediksi sikap. Model pertama adalah kepercayaan utama yang
dimiliki seseorang terhadap sebuah merek. Kepercayaan utama adalah
kepercaan terhadap atribut/merek yang diaktivasi ketika seseorang sedang
mengevaluasi sikap terhadap merek. Kepercayaan utama biasanya
memperhatikan atribut yang penting bagi konsumen. Komponen kedua
dari model Fishbein adalah kekuatan kepercayaan dimana merek memiliki
atribut yang dipertanyakan kekuatan hubungan atribut produk biasanya
dinilai dengan bertanya kepada konsumen. Komponen ketiga dari model
Fishbein adalah mengevaluasi setiap atribut utama. Peringkat evaluasi ini
memberikan penilaian tentang kebaikan/keburukan atribut utama.
dari
seorang
konsumen
adalah
penting
dalam
E. Minat Beli
Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu
merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang
diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael,
2001).
Mehta (1994: 66) mendefinisikan minat beli sebagai kecenderungan
konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang
berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan
konsumen melakukan pembelian.
Pengertian minat beli menurut Howard (1994) ( Durianto dan Liana, 2004:
44) adalah minat beli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana
konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk
yang dibutuhkan pada periode tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat beli
merupakan pernyataan mental dari dari konsumen yang merefleksikan rencana
pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Hal ini sangat diperlukan
oleh para pemesar untuk mengetahui minat beli konsumen terhadap suatu
produk, baik para pemasar maupun ahli ekonomi menggunakan variabel minat
untuk memprediksi perilaku konsumen dimasa yang akan datang.
Sedangkan definisi minat beli menurut Kinnear dan Taylor (1995)
(Thamrin, 2003: 142) adalah merupakan bagian dari komponen perilaku
konsumen dalam sikap mengkonsumsi, kecenderungan responden untuk
bertindak sebelum keputusan membeli benar-benar dilaksanakan.
Rossiter dan Percy (1998: 126) mengemukakan bahwa minat beli
merupakan instruksi diri konsumen untuk melakukan pembelian atas suatu
produk, melakukan perencanaan, mengambil tindakan-tindakan yang relevan
seperti mengusulkan (pemrakarsa) merekomendasikan (influencer), memilih,
dan akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan pembelian.
Menurut Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Albari (2002) menyatakan
bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri individu yang
memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Jika seseorang mempunyai
motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan terdorong untuk
berperilaku menguasai produk tersebut. Sebaliknya jika motivasinya rendah,
maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek yang bersangkutan.
Implikasinya dalam pemasaran adalah untuk kemungkinan orang tersebut
berminat untuk membeli produk atau merek yang ditawarkan pemasaran atau
tidak.
III.METODELOGI
A. Metode Penelitian
Ditinjau dari tujuannya, penelitian ini di kategorikan kedalam
penelitian pengujian hipotesis. Metode survey digunakan dalam penelitian
ini, yaitu suatu metode pengumpulan data primer dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan kepada responden individu (Jogiyanto, 2004: 115).
Dilihat dari hubungan antar variabelnya, penelitian ini merupakan
penelitian kausal atau sebab akibat, yaitu penelitian yang diadakan untuk
menjelaskan hubungan antar variabel, variabel yang satu menyebabkan
atau menentukan nilai variabel yang lain (Cooper Schindler, 2006: 154).
Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini dikategorikan kedalam
penelitian cross sectional artinya hanya mengmbil data penelitian pada
satu kurun waktu tertentu, mungkin selama periode harian mingguan atau
bulanan dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian (Sekaran, 2003:
135).
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampel
1. Populasi
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari obyek atau unit analisis
yang karakteristiknya akan diteliti (Djarwanto Ps, 1996: 102).
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya
dianggap mewakili populasi (Djarwanto Ps, 1996: 108
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel menggunakan metode Purposive
Sampling.
C. Pengukuran Variabel dan Definisi Operasional
1. Teknik Pengukuran Variabel dan Instrumen Penelitian
2. Definisi Operasional
Persepsi Terhadap Sumber/Model
Persepsi sumber/model iklan tertuju pada sumber atau
model yang mengkomunikasikan iklan. Respon paling kritis dari
konsumen adalah penghinaan sumber/model atau persepsi negatif
terhadap model. Hal ini akan mendorong penurunan penerimaan
pesan. Umumnya ini terjadi ketika konsumen berpendapat bahwa
model berkata tidak jujur atau membohongi sehingga konsumen
kurang menerima apa yang model katakan.
Persepsi
Konsumen yang bereaksi baik terhadap sumber/ model iklan
menghasilkan persepsi yang baik atau mendukung model iklan.
Pembuat iklan dapat menyewa seorang pembicara atau model yang
disukai oleh konsumen sasaran untuk membawa efek atas pesan
yang disampaikan.
c. Persepsi Terhadap Iklan
d. Sikap Terhadap Merek
e. Sikap Terhadap Iklan
f. Minat Beli
D. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh suatu
organisasi atau perorangan langsung dari objeknya. Dalam penelitian ini,
data primer diperoleh dari jawaban responden yang disebar melalui
responden.
E. Metode Pengumpulan Data
Data yang diolah dalam rangka pengujian hipotesis berupa data primer
yang diperoleh dari hasil tanggapan responden atas daftar pertanyaan
(kuesioner) yang bersifat tertutup yang disebarkan kepada responden.
Tahap pertama peneliti menyebar 30 kuesioner guna pengujian
pendahuluan (pretest), tujuan dari pretest adalah confirmatory kuesioner,
alat analisis untuk pretest adalah Faktor Analisis. Setelah kuesioner
dinyatakan valid dan reliable, kuesioner tersebut layak untuk disebarkan
pada sampel besar.
Metode pengumpulan data kuesioner pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode personnally administrated qustonnaires, yaitu
peneliti menyampaikan sendiri kuesioner kepada
mengambil sendiri kuesioner kepada responde, tujuan utamanya supaya
tingkat pengembalian kuesioner dapat terjaga didalam periode waktu yang
relatif pendek (Sekaran, 2003: 236).
responden
dan
F. Prosedur dan Analisis Data
1. Pengujian Instrumen Penelitian
a. Uji Validitas
Pengujian validitas item-item pertanyaan dalam kuesioner
bertujuan mengetahui apakah item-item tersebut benar-benar
mengukur konsep-konsep yang dimaksudkan dalam penelitian ini
dengan tepat. Butir-butir pengukuran yang digunakan dalam
penelitian ini dari kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini
dan dipadukan dengan penjabaran atas definisi teoritis dari variabel
yang digunakan dalam penlitian ini. Hal ini memberikan dukungan
bahwa butir-butir pengukuran yang dijadikan indikator konstruk
terbukti memiliki validitas isi (content validity) yaitu butir-butir
pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang mencukupi dan
representative yang telah sesuai dengan konsep teoritis (Cooper
dan Schindler, 2006: 318).
Dikarenakan syarat untuk dapat menganalisis model dengan
SEM, indikator masing-masing konstruk harus memiliki loading
factor yang signifikan terhadap konstruk yang diukur maka dalam
penelitian ini pengujian validitas instrument yang digunakan
adalah Confirmatory Factor Analisys (CFA) dengan bantuan SPSS
FOR WINDOWS versi 12, dimana setiap item pertanyaan harus
mempunyai factor loading yang lebih dari 0,40 (Hair et al., 1998:
111).
Dalam CFA kita juga harus melihat pada output dari rotated
component matrix yang harus secara ekstrak secara sempurna. Jika
masing-masing item pertanyaan belum ekstrak secara sempurna,
maka proses pengujian validitas dengan Factor analisys harus
diulang dengan cara menghilangkan item pertanyaan yang
memiliki nilai ganda.
b. Uji Reliabilitas
c. Estimasi dan Pengujian Model Struktural
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan
pengujian model struktural dengan pendekatan SEM, yaitu :
1. Asumsi Kecukupan Sampel
Sampel yang harus dipenuhi dalam [permodelan ini berjumlah 100
hingga 200 sampel.
2. Asumsi normalitas
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari enjabaran diatas dapat kita mengerti bahwa Stratifikasi sosial adalah pengkelasan / penggolongan / pembagian masyarakat secara vertikal atau atas bawah.sedangkan Diferensiasi sosial dapat diartikan sebagai pengkelasan / penggolongan / pembagian masyarakat secara horisontal atau sejajar.
Dalam perkembangannya Perilaku Konsumen baik naik ataupun turun dari kegiatan konsumsi ataupun produksi akan berdampak pada Semakin majunya perekonomian dan teknologi,dan berkembang pula secara tidak langsung strategi pemasaran. Untuk itu perusahaan perlu memahami atau mempelajari perilaku konsumen dalam hubungannya dengan pembelian yang dilakukan oleh konsumen tersebut. Dalam menentukan jenis produk atau jasa, konsumen selalu mempertimbangkan tentang produk atau jasa apa yang dibutuhkan, hal ini dikenal dengan perilaku konsumen.Dijalankan perusahaan, khususnya dibidang pangan dan teknologi.
Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa tersebut didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.
Hubungannya dengan keputusan pembelian suatu produk atau
jasa, pemahaman mengenai perilaku konsumen meliputi jawaban atas
pertanyaan seperti apa (what) yang dibeli, dimana membeli (where),
bagaimana kebiasaan (how often) membeli dan dalam keadaan apa (under
what condition) barang-barang dan jasa-jasa dibeli. Keberhasilan
perusahaan dalam pemasaran perlu didukung pemahaman yang baik
mengenai perilaku konsumen, karena dengan memahami perilaku
konsumen perusahaan dapat merancang apa saja yang diinginkan
konsumen.
2. Model Perilaku Konsumen
Model perilaku konsumen yang dikemukakan Kotler (1997 : 10)
menerangkan bahwa keputusan konsumen dalam pembelian selain
dipengaruhi oleh karakteristik konsumen, dapat dipengaruhi oleh
rangsangan perusahaan yang mencakup produk, harga, tempat dan
promosi. Variabel-variabel diatas saling mempengaruhi proses keputusan
pembelian sehingga menghasilkan keputusan pembelian yang didasarkan
pada pilihan produk, pilihan merek, pilihan penyalur, waktu pembelian,
jumlah pembelian.
Menurut Kotler (1997) persepsi adalah proses memilih, menata,
menafsir stimuli yang dilakukan seseorang agar mempunyai arti tertentu.
Stimuli adalah rangsangan fisik, visual dan komunikasi verbal dan non
verbal yang dapat mempengaruhi respon seseorang (Sodik, 2003).
Assael (1995) dalam Sodik (2003) menyebutkan bahwa persepsi
terhadap suatu produk melalui proses itu sendiri terkait dengan
komponennya (kemasan, bagian produk, bentuk) serta komunikasi yang
ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan
produk melalui latar kata-kata, gambar dan simbolisasi atau melalui
stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk (harga, tempat, penjualan,
dampak dari negara pejualan). Informasi yang diperoleh dan diproses
konsumen akan membentuk preferensi (pilihan) seseorang terhadap suatu
obyek. Preferensi akan membentuk sikap konsumen terhadap suatu obyek,
yang pada gilirannya akan sikap ini seringkali secara langsung akan
mempengaruhi apakah konsumen akan membeli suatu produk atau tidak.
4. Implikasi Perilaku Konsumen Pada Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran terdiri atas unsur-unsur pemasaran yang
terpadu yang selalu berkembang sejalan dengan gerak perusahaan dan
perubahan-perubahan lingkungan pemasarannya serta perubahan perilaku
konsumen. Hal ini disebabkan karena strategi pemasaran menyangkut dua
kegiatan pemasaran yang pokok yaitu : pemilihan pasar-pasar yang akan
dijadikan sasaran pemasaran dan merumuskan dan menyusun suatu
kombinasi yang dapat tepat dari bauran pemasaran, agar kebutuhan para
konsumen dapat dipenuhi secara memuaskan.
5. Keputusan Pembelian
Dalam memahami perilaku konsumen, terdapat banyak pengaruh
yang mendasari seseorang dalam mengambil keputusan pembelian suatu
produk atau merek. Pada kebanyakan orang, perilaku pembelian
konsumen seringkali diawali dan dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan
(stimuli) dari luar dirinya, baik berupa rangsangan pemasaran maupun
rangsangan dari lingkungan yang lain. Rangsangan tersebut kemudian
diproses (diolah) dalam diri, sesuai dengan karakteristik pribadinya,
sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian. Karakteristik pribadi
konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut
sangat komplek, dan salah satunya adalah motivasi konsumen untuk
membeli. Menurut Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Albari (2002)
menyatakan bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri
individu yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Jika seseorang
mempunyai motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan
terdorong untuk berperilaku menguasai produk tersebut. Sebaliknya jika
motivasinya rendah, maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek
yang bersangkutan. Implikasinya dalam pemasaran adalah untuk
kemungkinan orang tersebut berminat untuk membeli produk atau merek
yang ditawarkan pemasaran atau tidak.
Sejalan dengan hal tersebut keputusan pembelian dalam penelitian
ini secara kontektual dapat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yaitu
motivasi konsumen untuk membeli.
B. Faktor – Faktor Yang Mempengruhi Perilaku Konsumen
Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah
sebagai berikut :
1. Faktor-Faktor Kebudayaan
a. Budaya
Budaya adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang
paling mendasar. Jika makhluk yang lebih rendah perilakunya
sebagian besar diatur oleh naluri, maka perilaku manusia sebagian
besar adalah dipelajari.
b. Sub Budaya
Sub budaya mempunyai kelompok-kelompok sub budaya yang lebih
kecil yang merupakan identifikasi dan sosialisasi yang khas untuk
perilaku anggotanya. Ada empat macam sub budaya yaitu kelompok
kebangsaan, kelompok keagamaan, kelompok ras dan wilayah
geografis.
c. Kelas Sosial
Kelas sosial adalah kelompok dalam masyarakat, dimana setiap
kelompok cenderung memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang
sama.
2. Faktor-Faktor Sosial
a. Kelompok Referensi
Kelompok referensi adalah kelompok-kelompok yang memberikan
pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku
seseorang.
b. Keluarga
Anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap
perilaku pembeli.
c. Peranan dan Status
Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok dapat dijelaskan dalam
pengertian peranan dan status. Setiap peranan membawa satu status
yang mencerminkan penghargaan umum oleh masyarakatnya.
3. Faktor-Faktor Pribadi
a. Usia dan Tahap Daur Hidup
Pembelian seseorang terhadap barang dan jasa akan berubah-ubah
selama hidupnya. Demikian halnya dengan selera seseorang
berhubungan dengan usianya.
b. Pekerjaan
Dengan adanya kelompok-kelompok pekerjaan, perusahaan dapat
memproduksi produk sesuai dengan kebutuhan kelompok pekerjaan
tertentu.
c. Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi seseorang dapat dilihat dari tingkat pendapatan
yang dapat berpengaruh terhadap pilihan produk.
d. Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang turut
menentukan perilaku pembelian.
e. Kepribadian dan Konsep Diri
Kepribadian adalah ciri-ciri psikologis yang membedakan setiap orang
sedangkan konsep diri lebih kearah citra diri.
4. Faktor-Faktor Psikologis
a. Motivasi
Motivasi adalah suatu kebutuhan yang cukup kuat mendesak untuk
mengarah seseorang agar dapat mencari pemuasan terhadap kebutuhan
itu.
b. Persepsi
Seseorang yang termotivasi siap untuk melakukan suatu perbuatan.
Bagaimana seseorang yang termotivasi berbuat sesuatu adalah
dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi yang dihadapinya.
c. Belajar
Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu
yang bersumber dari pengalaman. Kebanyakan perilaku manusia
diperoleh dengan mempelajarinya.
d. Kepercayaan dan Sikap
Melalui perbuatan dan belajar, orang memperoleh kepercayaan dan
sikap selanjutnya mempengaruhi tingkah laku pembelian (Kotler,
1997 : 153 – 161).
Mobilitas mempunyai arti yang bermacam-macam, pertama, mo¬bilitas fisik (mobilitas geografis) yaitu perpindahan tempat tinggal (menetap/sementara) dari suatu tempat ke tempat yang lain. Kedua, mobilitas sosial yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial ini terdiri dari dua tipe, yaitu mobilitas sosial horisontal dan vertikal. Mobilitas sosial horisontal diartikan sebagai gerak perpindahan dari suatu status lain tanpa perubahan kedudukan. Jadi dalam mobilitas sosial horisontal ini, tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang. Sedangkan mobilitas sosial vertikat yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu status sosial ke status sosial lainnya, yang tidak sederajat. Mobilitas sosial vertikai ini jika dilihat dari arahnya, maka dapat dirinci atas dua jenis, yaitu gerak perpindahan status sosial yang naik (social dimbing) dan gerak perpindahan status yang menurun (social sinking). Pengertian mobilitas sosial ini mencakup baik mobilitas kelompok maupun individu. Misalnya keberhasiian keluarga Pak A meru¬pakan bukti dari mobilitas individu; sedang arus perpindahan penduduk secara bersama-sama (bedo desa) dari daerah kantong-kantong kemiski¬nan di P. Jawa ke daerah yang lebih subur sehingga tingkat kese¬jahteraan mereka relatif lebih baik dibanding di daerah asal, merupakan contoh mobilitas kelompok. Ketiga, Mobilitas psikis, yaitu merupakan aspek-aspek sosial-psikologis sebagai akibat dari perubahan sosial. Datam hal ini adalah mereka yang bersangkutan mengalami perubahan sikap yang disertai tentunya dengan goncangan jiwa.
Konsep mobilitas tersebut dalam prakteknya akan saling berkaitan satu sama lain, dan sulit untuk menentukan mana sebagai akibat dan penyebabnya. Sebagai contoh untuk terjadinya perubahan status sosial, seseorang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya karena ketiadaan lapangan kerja, atau sebaliknya mobilitas sosial seringkali mengakibatkan adanya mobilitas geografi yang disertai dengan segala kerugian yang menyakitkan, yakni lenyapnya ikatan sosial yang sudah demikian lama terjalin. Demikian halnya mobilitas geografis akan mempengaruhi terha¬dap mobilitas sosial yang dimbing maupun sinking, bahkan sekaligus mempengaruhi mobilitas mental atau psikis dari individu maupun masyarakat.
III. SIFAT DASAR MOBILITAS SOSIAL
Dalam dunia modern, banyak negara berupaya untuk meningkatkan mobilitas sosial, dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat mobilitas sosial akan menjadikan setiap individu dalam masyarakat semakin bahagia dan bergairah. Tentunya asumsi ini didasarkan atas adanya kebebasan yang ada pada setiap individu dari latar belakang sosial manapun dalam menentukan kehidupannya. Tidak adanya diskriminasi pekerjaan baik atas dasar sex, ras, etnis dan jabatan, akan mendorong setiap individu memilih pekerjaan yang paling sesuai bagi sendirinya.
Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial setiap individu berbeda, dan tidak ada diskriminasi pekerjaan, maka mereka akan tetap merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Apabila tingkat mobilitas sosial rendah, maka hal ini akan menyebabkan banyak orang terkungkung dalam status sosial para nenek moyang mereka.
Tinggi rendahnya mobilitas sosial individu dalam suatu masyarakat sangat ditentukan oleh terbuka tidaknya kelas sosial yang ada pada masyarakat. Pada masyarakat yang berkelas sosial terbuka maka masyarakatnya memiliki tingkat mobilitas tinggi, sedang pada masyarakat dengan kelas sosial tertutup, maka masyarakat tersebut memiliki tingkat mobilitas sosial yang rendah.
IV. BENTUK MOBILITAS SOSIAL
Apabila kita bicara tentang mobilitas sosial, umumnya dalam benak kita mempersepsikan tentang terjadinya perpindahan status dari suatu tingkat yang rendah ke suatu tingkat status yang lebih tinggi; pada hal mobilitas dapat berlangsung dalam dua arah. Bila kita amati per¬jalanan hidup sekelompok individu, maka sebagian ada yang berhasii mencapai status yang lebih tinggi, beberapa orang mengalami kegagalan (status lebih rendah), dan selebihnya tetap pada tingkat status yang di¬miliki oleh orang tua mereka.
Manfaat Kerugian
Terbukanya kesempatan bagi individu/ masyarakat untuk mengembangkan kepribadiaanya. Menimbulkan kecemasan dan ketegangan yang disebabkan karena mobilitas menurun
Status seseorang tidak ditentukan oleh diri sendiri yang didasarkan atas pres tasi, kemampuan dan keuletan. Munculnya kecemasan dan ketegangan sebagai akibat peran baru dari status jabatan yang ditingkatkan.
Terbukanya kesempatan untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Terjadinya keretakan hubungan antar anggota primer, yang disebabkan karena perpindahan status yang lebih tinggi atau status yang lebih rendah.
Munculnya konflik status dan peran, konftik antar kelas sosial, antar kelom¬pok sosial dan antar generasi
Dalam berbagai kasus menunjukkan bahwa pada umumnya mobilitas mengambil bentuk dalam dua arah. Tingkat mobilitas individu maupun kelompok yang menurun maupun naik (meningkat), merupakan salah satu tolak ukur dari masyarakat yang bersistem sosial terbuka, dan unsur positif maupun negatif dari sistem pewarisan tidak cukup kuat menyaingi faktor prestasi sebagai faktor penentu utama dari kedudukan sosial. Namun demikian apabila dalam kenyataan semua orang tetap berada pada jenjang kelas sosial orang tua mereka (antar generasi), ini merupakan tolak ukur dari masyarakat yang bersistem sosial tertutup, dimana pewarisan status (berkaitan dengan generasi sebelumnya) lebih menonjol daripada prestasi.
Mobilitas sosial merupakan suatu fenomenal proses sosial yang wajar dalam masyarakat yang menjunjung demokrasi. Pada masyarakat ini mobilitas merupakan suatu hal yang baik, di mana pengakuan terhadap individu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki sangat terbuka lebar, sehingga tidak ada lagi suatu jerat yang membatasi seseorang untuk menduduki status yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Pada masyarakat yang mobil, disamping bersifat menguntungkan karena manfaat yang diperoleh dari mobilitas tersebut, namun demikian juga tetap memiliki konsekuensi negatif (kerugian). Apa manfaat dan kerugian dari mobilitas sosial?
V. FAKTOR PENENTU MOBILITAS SOSIAL
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi terhadap tingkat mobilitas sosial? Untuk menjawab hal ini tentulah tidak mudah, karena begitu banyaknya variabel yang menentukan tingkat mobilitas sosial. Dalam tulisan ini faktor penentu mobilitas sosial dibedakan dalam dua hal, pertama faktor struktur, yaitu faktor yang menentukan jumlah refatif dari kedudukan tinggi yang harus diisi dan kemudahan untuk memperolehnya. Faktor struktur ini meliputi; struktur pekerjaan, ekonomi ganda (dualistic econom¬ics), dan faktor penunjang dan penghambat mobilitas itu sendiri. Kedua, faktor individu, dalam hal ini termasuk didalamnya adalah perbedaan kemampuan, orientasi sikap terhadap mobilitas, dan faktor kemujuran.
5.1. Faktor Struktur
5.1.1. Struktur Pekerjaan
Secara kasar aktivitas ekonomi dibedakan dalam dua sektor, yaitu sektor formal dan sektor informal. Kedua sektor tersebut tentunya memiliki karekteristik yang berbeda, dimana sektor formal memiliki sejumlah kedudukan mulai dari rendah sampai kedudukan yang tinggi; sedang sektor informal lebih banyak memiliki kedudukkan yang rendah dan sedikit berstatus tinggi. Perbedaan aktivitas ekonomi ini jelas akan mempengaruhi tingkat mobilitas masyarakat yang terlibat di dalamnya. Demikian halnya pada masyarakat yang aktivitas ekonominya didominasi oleh sektor pertanian dan penghasilan bahan¬bahan baku (pertambangan, kehutanan) lebih banyak memiliki status kedudukan rendah, dan sedikit kedudukan yang berstatus tinggi, sehingga tingkat mobilitasnya rendah. Tingkat mobilitas pada negara-negara maju, mengalami peningkatan seiring dengan semakin berkembangnya industrialisasi.
5.1.2. Ekonomi Ganda
Dilihat dari sudut ekonomi, suatu masyarakat dapat ditandai atas dasar jiwa sosial (social spirit), bentuk-bentuk organisasi dan teknik-teknik yang mendukungnya. Ketiga unsur itu saling berkaitan dan menentukan ciri khas dari masyarakat yang bersangkutan, maksud¬nya adalah bahwa jiwa sosial, bentuk organisasi dan teknik yang unggul akan menentukan gaya dan wajah masyarakat bersangkutan. Oleh karena itu ketiga unsur ini, dalam kaitan suatu dengan yang lainya dapat disebut sebagai sistem sosial, gaya sosial, atau iklim sosial masyarakat yang bersangkutan. Di negara-negara berkembang ternyata perkembangan ekonomi menimbulkan be¬berapa jenis dualisme, yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi dari keadaan-keadaan ekonomi serta keadaan lainnya daiam suatu sektor tidak mempunyai sifat-sifat seragam, dan sebaliknya dapat dengan tegas dibedakan dalam dua golongan. Pertama adalah kegiatan-kegiatan atau keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur yang bersifat tradisional, dan yang kedua adalah ber¬bagai kegiatan-kegiatan atau keadaan-keadaan ekonomi yang masih dikuasai oleh unsur-unsur modern. Dualisme ekonomi itu dapat kita lihat antara sektor pertanian tradisional, yang dicirikan oleh tingkat produktifitas yang rendah dan menyebabkan tingkat pendapatan masyarakat berada pada tingkat yang lazim disebut dengan istilah tingkat pendapatan subsiten. Sedangkan pada sektor ekonomi modern, dicirikan dengan tipe ekonomi pasar, dimana kegiatan masyarakat dalam meproduksi sebagian besar ditujukan untuk pasar. Adanya dualisme ekonomi ini, tentunya akan mempengaruhi terhadap cepat tidaknya mobilitas itu berlangsung dan besar-kecilnya kesempatan untuk melakukan mobilitas.
5.1.3. Penunjang dan Penghambat Mobilitas
Anak-anak yang berasal dan kelas sosial menengah pada umumnya memiliki pengalaman belajar yang lebih menunjang mobilitas naik daripada pengalaman anak-anak kelas sosial rendah. Para sarjana teori konflik berpandangan bahwa ijazah, tes, rekomen¬dasi, “jaringan hubungan antar teman (merupakan jaringan hubun¬gan antara teman-teman dekat dalam suatu jenis profesi atau dunia usaha. Mereka saling tukar-menukar informasi dan rekomendasi menyangkut kesempatan kerja, sehingga menyulitkan bagi orang¬orang luar” untuk dapat menerobosnya), dan diskriminasi terang-¬terangan terhadap kelompok ras maupun kelompok etnik minoritas, serta orang-orang dari kelas sosial rendah. untuk melakukan mobilitas-naik; di lain pihak, faktor penghambat tersebut juga menutup kemungkinan terjadinya mobilitas-menurun bagi kelompok orang dari kelas sosial atas. Di samping faktor penghambat, terdapat pula faktor penunjang mobilitas yang bersifat struktural, sebagai misal adalah adanya undang-undang anti diskrimiasi, munculnya lem¬baga-lembaga latihan kerja baik yang dibiayai oleh pemerintah atau LSM-LSM, merupakan faktor penunjang penting untuk terjadinya mobilitas-naik bagi banyak orang dari status sosial rendah.
5.2. Faktor Individu
5.2.1. Perbedaan Kemamuan
Apakah kemampuan itu? Bagaimana cara mengukurnya? dan Ba¬gaimana kemampuan mendukung terhadap keberhasilan hidup dan mobilitas? Adalah merupakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan semua pihak. Namun demikan, perbedaan kemampuan yang ada pada masing-masing individu merupakan salah satu indikator penting yang menentukan keberhasilan hidup dan tingkat mobilitas.
5.2.2. Perbedaan Perilaku yang Menunjang Mobilitas
Yang dimaksudkan dengan perilaku penunjang mobilitas adalah suatu pandangan atau orientasi sikap individu terhadap mobilitas. Perbedaan orientasi sikap individu terhadap mobilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pendidikan, kesenjangan nilai, kebiasaan kerja, pola penundaan kesenangan, kemampuan “cara ber¬main”; dan pola kesenjangan nilai.
(a) Pendidikan
Pendidikan merupakan tangga mobilitas yang utama. Walaupun kadar penting-tidaknya pendidikan pada semua jenjang pekerjaan tidaklah sama. Untuk jabatan-jabatan karir seperti dokter, guru, ahli hukum, dan sebagainya, peran pendidikan sangatlah menunjang. Tetapi latar belakang pendidikan seseorang mungkin tidak diperlukan untuk kadar-karir sebagai olahragawan, seniman penghibur, dll. Namun yang pasti peran pendidikan disini lebih menenkankan pada upaya untuk mengembangkan kemampuan seseorang untuk menyalurkan dan memanfaatkan informasi sebagaimana yang diperlukan.
(b) Kebiasaan Kerja
Kebiasan kerja seseorang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan dan masa depan seseorang. Meskipun kerja keras tidaklah menjamin terjadinya mobilitas-naik, namun tidaklah banyak orang yang dapat mengalami mobilitas¬naik tanpa kerja keras.
(c) Pola Penundaan Kesenangan
Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian – bersakit-sakit dahulu. bersenang-senang kemudian”. Ini merupakan suatu pepatah yang menggambarkan pola penundaan kesenangan (PPK). Sebagai contoh: orang yang lebih senang menyimpan uangnya untuk ditabung dari pada untuk kesenangan jangka pendek; para siswa, yang lebih tekun membaca buku dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, dari pada bermain kartu atau membuang-buang waktu. ini adalah contoh penerapan pola penundaan kesenangan. Kunci dari pada PPK adalah adanya perencanaan untuk masa depan dan adanya keinginan yang kuat untuk merealisasikan rencana tersebut.
(d) Kemampuan “Cara Bermain”
“Cara bermain” dan atau seni “penampilan diri” mempunyai peran penting dalam mobilitas-naik. Bagaimana menjadi orang yang sangat disenangi dan dapat diterima oleh lingkungannya; bagaimana menjadi orang yang dapat bekerjasama dengan orang lain. Ini semua mungkin merupakan faktor penting yang mempengaruhi kebehasilan penampilan diri secara positif bukanlah berarti meremehkan kemampuan, namun justru melalui penampilan diri merupakan sarana/media yang dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan kemampuan.
(e) Pola Kesenjangan Nilai
Pola kesenjangan nilai merupakan suatu perilaku dimana seseorang mempercayai segenap nilai yang diakui, tetapi tidak melakukan upaya untuk mencapai sasarannya atau mengakui kesalahan pribadi sebagai penyebab kegagalannya dalam mencapai sasaran. Qrang semacam ini bukanlah hipokrit, tetapi mereka hanya tidak menyadari bahwa pola perilakunya tidak searah dengan tujuannya. Sebagai contoh: hampir semua orang tua menginginkan anak-anaknya mempunyai prestasi yang baik di sekolah, tetapi mereka mengabaikan nasihat-nasihat guru dan tidak menekankan agar anak-anaknya belajar dengan baik di rumah.
V.PENUTUP
5.1 Kesimpulan dan saran
A. Mengetahui dasar perkembangan budaya yang berjalan serempak dalam
perkembangan pemasaran.
B.Mengetahui berbagai makna strata,stratifikasi,difrensiasi,dan pemasaran secara umum
dalam konsep sumberdaya yang terangkum luas.
Daftar pustaka :
Drucker, Peter, F. (1982), Pengantar Manajemen, PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Ferdinand, A. (2000), Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen,
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Frederico R. F, Goldsmith H.B. (1998), Linking Work or Life Benefits to
Performance, Volume 30, United States.
Handoko, T. H. (1993), Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Liberty,
Yogyakarta.
Hansen, M. (1994), Management Accounting, 3th ed, South-Western.
Hasibuan.M. (1997), Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Gunung Agung,
Jakarta.
Hasley, George. D. (1994), Bagaimana Memimpin dan Mengawasi Pegawai Anda,Cetakan Ketiga, Rineka Cipta, Jakarta.
.
lalu apa kesimpulannya? kok rasanya dari bab 4 itu tak ada benang merah yah untuk menjawab rumusan masalah poin (a) tq
BalasHapus